Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Stafsus Sri Mulyani Jelaskan Awal Mula Kasus Ekspor Emas Rp 189 Triliun di Bea Cukai

Stafsus Kemenkeu Yustinus Prastowo meluruskan informasi soal kasus emas batangan yang kontroversi seniln Rp 189 triliun di Ditjen Bea Cukai. Bagaimana penjelasannya?

2 April 2023 | 16.50 WIB

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Yustinus Prastowo saat dimintai keterangan soal data transaksi janggal Rp 300 triliun di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, pada Jumat, 10 Maret 2023. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi
Perbesar
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Yustinus Prastowo saat dimintai keterangan soal data transaksi janggal Rp 300 triliun di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, pada Jumat, 10 Maret 2023. TEMPO/ Moh Khory Alfarizi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo meluruskan informasi soal kasus emas batangan yang kontroversi di Direktorat Jenderal Bea Cukai (Ditjen Bea Cukai) senilai Rp 189 triliun. Hal tersebut dia sampaikan melalui sebuah utas di media sosial Twitter sekaligus menjawab akun @PartaiSocmed yang sebelum membahas soal kasus tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Saya ingin meluruskan beberapa hal agar tidak disalahpahami. Kami ucapkan terima kasih untuk dukungan, kritik, dan pengawalan @PartaiSocmed. Bagaimana sih latar belakang kasus emas Rp 189 triliun yang menjadi kontroversi ini? Saya bahas,” cuit Prastowo pada Ahad, 2 April 2023. Tempo diizinkan untuk mengutip pernyataannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani sudah menjelaskan soal kasus yang pertama kali disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopohukam) Mahfud MD saat rapat bersama Komisi III. Namun, yang dijelaskan bukan impor melainkan kasus ekspor. Hal itu yang dipermasalahkan oleh akun @PartaiSocmed.

Prastowo menjelaskan, pada Januari 2016, KPU Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q. Yang kemudian kasus tersebut ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan.

Saat itu, kata dia, PT Q melakukan submit dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellry atau perhiasan bekas. Namun, petugas KPU BC Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray. “Sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang. Proaktif oleh Bea Cukai,” kata dia.

Selanjutnya: setiap kemasan disisipkan emas bentuk gelang untuk mengelabui x-ray 

Akhirnya, menurut Prastowo, benar saja, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.

Lalu, ditemukan bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray. Seolah yang akan diekspor adalah perhiasan. “Sehingga, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut,” ucap Prastowo.

Menariknya, pada 2015 PT Q, pernah mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 Impor (Dasar Pengenaan Pajak atau DPP senilai Rp 7 triliun). Namun ditolak Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) karena wajib pajak tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. “Jadi Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak sinergi.”

Menurut Prastowo, ini memang menjadi modus PT Q yang mengaku sebagai produsen Gold Jewelry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.107/PMK.010/2015 pasal 3. 

“Modus ini terungkap karena kerja lapangan,” ujar Prastowo.

Sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi Wakil Menteri Keuangan pada Jumat lalu. Karena ekspor-lah yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q. Selanjutnya, tentu penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. “Itulah duduk perkara secara kronologis,” tutur Prastowo.

Sebelumnya, akun Twitter @PartaiSocmed membuat utas mengenai kasus tersebut. Dia menjelaskan bahwa untuk masuk ke dalam kasus tersebut, warganet harus memahami lebih dulu mengenai HC Code. Yakni HS 7108.12.10 untuk emas batangan yang akan diolah kembali dalam bentuk bongkah, ingot, atau batang tuangan, tarif bea masuk 0 persen.

Selanjutnya HS 7108.12.90 untuk selain dalam bentuk bongkah, ingot, atau batang tuangan, tarif bea masuk 5 persen. Kemudian, HS 7108.13.00 untuk emas bentuk setengah jadi lainnya, tarif bea masuk 5 persen. Serta HS 7115.90.10 untuk emas batangan yang langsung siap dijual, tarif bea masuk 5 persen

“Kasus ini sesungguhnya merupakan kasus yang sangat sederhana dan mudah diungkap, yaitu mengubah klasifikasi HS Code emas impor yang harusnya kena bea masuk 5 persen menjadi klasifikasi HS 7108.12.10 yang bea masuk 0 persen, alias bebas bea,” cuit akun tersebut, kemarin.

Namun, menurut @PartaiSocmed, menjadi seolah-olah rumit karena sengaja dibikin rumit sehingga publik tidak bisa melihat masalah yang sesungguhnya. Hal itu, kata dia, tercermin dari pernyataan-pernyataan pejabat Ditjen Bea Cukai dan Kemenkeu mengenai kasus impor emas ini.

Dia mencontohkan penjelasan dari Direktur Jenderal Bea Cukai Askolasi yang disebutnya tidak nyambung bahkan cenderung seperti mengalihkan isu. “Yang dipermasalahkan soal impor kok klarifikasinya tentang lain yaitu kasus ekspor. Selain tidak nyambung kesannya pengalihan isu dari isu sesungguhnya,” kata dia.

Askolasi, menurut akun tersebut, sebenarnya bukanlah orang bea cukai. Sebelumnya adalah Direktur Jenderal Anggaran yang digeser Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi Direktur Jenderal Bea Cukai yang baru masuk pada Maret 2021.

“Proses bisnis ekspor impor saja harus tanya ke anak buahnya. Kami berpikir positif dia tidak paham apa yang dia sampaikan pada media,” kata dia.

Setali tiga uang dengan Direktur Jendeal Bea Cukai dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga menyampaikan klarifikasi yaitu mengalihkan kasus impor emas ke kasus lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. “Yaitu kasus ekspor emas. Se-Indonesia dianggap botol,” cuit dia.

Pilihan Editor: Mahfud MD Sebut Kasus Impor Emas Batangan Ditjen Bea Cukai, Ini Penjelasan Wamenkeu

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus