Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kadin Harap Indonesia Ambil Peluang di Tengah Perang Dagang

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) berharap Indonesia bisa ambil peluang di tengah perang dagang Amerika Serikat dan Cina.

26 April 2025 | 14.44 WIB

Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, saat menjadi salah satu panelis di acara HSBC Summit 2025 dengan tema "Transforming Indonesia: Redefining Growth, Reimagining Future"  di Ritz-Carlton, Jakarta, pada Selasa, 22 April 2025. TEMPO/Abdul Karim
Perbesar
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, saat menjadi salah satu panelis di acara HSBC Summit 2025 dengan tema "Transforming Indonesia: Redefining Growth, Reimagining Future" di Ritz-Carlton, Jakarta, pada Selasa, 22 April 2025. TEMPO/Abdul Karim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Anindya Novyan Bakrie menilai Indonesia perlu bersiap untuk mengambil peluang yang timbul akibat ketegangan perang dagang internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Ini bukan hanya soal Indonesia dan Amerika Serikat, atau Amerika Serikat dan Tiongkok, tapi bagaimana kita bisa jadi pemenang dalam perang dagang ini," ujar Anindya Bakrie dalam keterangan tertulis, pada Sabtu, 26 April 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anindya juga meminta kepada asosiasi dan Kadin untuk memikirkan strategi dalam menghadapi dampak dari kebijakan tarif impor baru–tarif timbal balik atau resiprokal–oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, juga dinamika perang dagang global. Menurut Anindya, peluang itu bisa muncul dari relokasi kapasitas industri China akibat memiliki perseturuan bisnis dengan AS.

"Trump 1.0 dimenangkan Vietnam dan Malaysia. Trump 2.0 bisa jadi giliran kita. Kalau kita pandai, kita bisa menyalip di tikungan," kata Anindya. 

Menurut dia, Indonesia juga perlu melakukan penyesuaian terhadap regulasi, terutama Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan kebijakan kuota impor. "Kita tidak ingin terjadi deindustrialisasi, tapi justru industrialisasi yang punya nilai tambah," ujar dia.

Di tengah ketegangan perang dagang ini, Anindya pun menyarankan agar para asosiasi untuk melakukan relokasi dagang. “Kalau sudah balance, kita bisa ekspor lebih banyak lagi.” 

Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina kian memanas setelah Trump memberlakukan tarif balasan atas barang dan komoditas impor dari sekitar 60 negara. Trump menaikkan tarif barang impor asal Cina hingga 145 persen. Cina kemudian membalas kebijakan itu dengan mengenakan tarif impor hingga 125 persen.

Trump menjelaskan, keputusan menaikkan tarif didorong oleh sikap Cina yang dinilai kurang menghargai pasar global. Menurut Trump, model perdagangan yang dijalankan Cina selama ini tidak adil dan tak bisa dibiarkan terus berlanjut. Dengan memberlakukan kebijakan tarif itu, Trump yakin pemerintah Cina akan sadar bahwa era 'merampok' Amerika dan negara lain sudah berakhir.

Selain Cina, Trump menerapkan tarif sebesar 32 persen terhadap produk-produk asal Indonesia. Tarif itu diterapkan untuk membalikkan defisit perdagangan yang dialami negara tersebut. Menurut pemerintahan Donald Trump, Indonesia telah menerapkan kebijakan tarif dan non tarif yang dianggap menghambat kepentingan Amerika Serikat.

Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih merundingkan tarif impor dengan pemerintah Amerika Serikat. Kedua negara telah menyepakati pembahasan isu kebijakan tarif resiprokal akan diselesaikan dalam waktu 60 hari.

Ilona Estherina dan Riani Sanusi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus