Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Suara Lonjong Lapangan Banteng

Pemerintah memutuskan akan membeli saham Semen Gresik. Cemex belum tentu setuju.

22 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK seperti biasanya, Sekretaris Menteri BUMN Said Didu akhir-akhir ini irit bicara. Bibirnya terkunci rapat saat ditanya apa keputusan final pemerintah atas rencana Cemex SA de CV menjual sahamnya di PT Semen Gresik Tbk. ke Grup Rajawali. "Waduh, no comment dululah," ujarnya kepada Tempo, Kamis lalu.

Alasan yang dikemukakan memang cukup masuk akal. Ia tak boleh asal omong, karena produsen semen terbesar di Indonesia itu sahamnya tercatat di Bursa Efek Jakarta. Sesuai aturan pasar modal, setiap informasi penting harus terbagi merata ke semua pelaku pasar.

Tapi, itu tampaknya bukan satu-satunya alasan. Yang jauh lebih pelik, kata sumber Tempo, suara pemerintah tak bulat. Bos Didu, Menteri BUMN Sugiharto, bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla lebih suka saham Cemex jatuh ke pemerintah.

Di kubu lain, Menteri Koordinator Perekonomian Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang berkantor di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, hanya sepelemparan batu dengan kantor Sugiharto, dikabarkan punya suara berbeda.

Keduanya tetap lebih memilih pemerintah tak menggunakan haknya untuk membeli saham milik Cemex. Sebab, seperti dinyatakan Mulyani, tak ada dana sepeser pun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2006 yang dialokasikan untuk transaksi ini.

Suara lonjong tak hanya di jajaran eksekutif, kalangan DPR pun terbelah menyikapinya. Tapi, keputusan rupanya telah diambil: pemerintah akan membeli saham milik Cemex. Sumber dananya dari BUMN, bukan dari APBN. "Posisi terakhir pemerintah begitu," kata Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat lalu.

Kalla sebelumnya pernah menegaskan saham itu sebaiknya jatuh ke tangan investor lokal, namun tak jelas siapa yang dimaksudkannya. Yang terang, Maret lalu, Gubernur Sumatera Barat pernah menemuinya untuk membahas soal ini.

Suara penentangan atas rencana penjualan saham Semen Gresik ke Grup Rajawali memang bertiup kencang dari ranah Minang. Lewat PT Andalas Tuah Sakato, pemerintah Sumatera Barat ingin membeli sekitar 25 persen saham Semen Gresik itu.

Keinginan itu sesungguhnya impian lama. Sebab, selama ini PT Semen Padang, pabrik semen kebanggaan rakyat Minang, hanya menjadi anak perusahaan Semen Gresik. Itu sebabnya pula, ketika Cemex ingin menambah kepemilikan sahamnya menjadi 51 persen di Semen Gresik, aksi menuntut pemisahan Semen Padang beberapa kali meletup.

Akibat derasnya penolakan itulah, pemerintah pada akhir 2001 memutuskan tak menjual sisa sahamnya ke Cemex. Padahal, dalam perjanjian jual-beli yang diteken pada 1998 disebutkan Cemex nantinya bisa membeli 51 persen sisa saham pemerintah.

Kecewa dengan keputusan itu, Cemex Januari 2004 menggugat pemerintah ke badan arbitrase International, Centre for Settlement of Investment Disputes, yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat. Belakangan tersiar kabar, Cemex pun memilih hengkang dan berniat menjual sahamnya kepada Grup Rajawali milik Peter Sondakh.

Dalam kesepakatan yang dibuat pada 4 Mei lalu, Cemex akan menjual 24,9 persen sahamnya ke Rajawali seharga US$ 337 juta (sekitar Rp 3 triliun) atau Rp 20.500 per saham. Jika dibandingkan patokan Cemex semula, yakni US$ 500 juta atau Rp 29.700 per saham, pembelian itu jelas murah.

Meski begitu, jalan rupanya tak cukup lempang buat Rajawali. Berdasarkan kesepakatan jual-beli pada 1998 itu, Cemex baru bisa menjual sahamnya jika sudah mendapat lampu hijau dari pemerintah. Selaku pemegang saham mayoritas, pemerintah punya hak untuk mendapat tawaran pertama (pre-emptive rights) dan hak prioritas untuk menolak atau menerima (first right of refusal) tawaran Cemex.

Di sinilah persoalan muncul. Suara pro-kontra, kata sumber Tempo, baru berakhir setelah Menteri BUMN Sugiharto-sesuai tenggat-Jumat pekan lalu berkirim surat ke Cemex Asia Holdings Ltd. di Singapura. Isinya: pemerintah akan menggunakan haknya untuk membeli saham Semen Gresik. "Tapi, karena Jumat di Singapura hari libur, pengumuman baru akan dilakukan Senin," ujarnya.

Bakal diambilnya opsi ini memang sudah diisyaratkan Sugiharto. Menurut dia, kementerian yang dipimpinnya menyiapkan opsi pembelian saham Semen Gresik oleh konsorsium BUMN. "Opsi itu kami kembangkan seusai dengan aspirasi masyarakat dan kemampuan BUMN," ujarnya. Ia juga menjelaskan, pilihan ini ditempuh karena kondisi keuangan negara tak memungkinkan mendanai akuisisi itu.

Jalan keluar ini juga telah disampaikan Sugiharto dalam suratnya ke Menteri Keuangan. Sejumlah BUMN yang santer disebut-sebut bakal terlibat dalam konsorsium itu di antaranya PT Danareksa, PT Jamsostek, PT Taspen, PT Semen Gresik, dan PT Permodalan Nasional Madani. Namun, Presiden Direktur Danareksa, Lin Che Wei, menampik rumor ini. "Danareksa tidak terlibat dalam pembelian saham Semen Gresik," ujarnya.

Menurut sumber lainnya, hingga keputusan itu diambil, suara pemerintah tetap tak bulat. Para pejabat yang berseberangan dengan Sugiharto mengkhawatirkan kebijakan ini bakal menimbulkan persepsi negatif di kalangan investor asing. "Semangat privatisasi mengalami set back," ujarnya.

Itu sebabnya, menurut kubu ini, yang terpenting bukanlah penguasaan saham Semen Gresik oleh pemerintah, melainkan segera pupusnya tuntutan di badan arbitrase dan hilangnya hak veto Cemex di Semen Gresik. "Jadi, tak ada masalah saham itu dijual ke Rajawali, asalkan kedua persyaratan itu terpenuhi," katanya.

Di sisi lain, Sugiharto tampaknya khawatir jika Semen Gresik jatuh ke tangan Rajawali, aksi demonstrasi menuntut pemisahan Semen Padang bakal kembali meruap. Kemungkinan ini setidaknya terbaca dari apa yang dilontarkan Direktur Pengelola Andalas, Suharman.

Dalam pertemuan Gubernur Sumatera Barat dengan masyarakat, kata Suharman, tuntutan pemisahan Semen Padang dari Semen Gresik masih mengemuka. "Jika kami mendapatkan saham 24,9 persen ini, insya Allah, tidak ada lagi tuntutan spin off," ujarnya.

Untuk itu, Andalas telah menggandeng Presidio Capital (Singapura), yang akan mendanai transaksi ini. Surat resmi penawaran telah dilayangkan Direktur Eksekutif Presidio Capital Advisors, Michael Wyer, dan Suharman kepada Chairman Cemex SA de CV, Lorenzo H. Zambrano, pada 12 Mei lalu.

Dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo itu disebutkan konsorsium Andalas siap membeli saham milik Cemex dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran Rajawali US$ 337 juta. Bahkan menurut Komisaris Utama Andalas, Basril Thaher, Presidio telah menyiapkan dana hingga US$ 600 juta. "Tapi, belum ada respons," kata Suharman.

Menurut salah seorang pejabat pemerintah, Andalas tak akan bisa langsung membeli saham dari Cemex. Sebab, opsi pembelian ada pada pemerintah pusat. Karena itulah, badan usaha milik daerah ini baru bisa mengantongi saham Semen Gresik dengan cara membelinya dari konsorsium BUMN.

Terhadap berbagai kemungkinan itu, Direktur Pengelola dan Kepala Pengembangan Bisnis Grup Rajawali, Darjoto Setyawan, menyatakan hanya bisa menunggu sikap Cemex. Toh, kata dia, "Cemex belum tentu mau menerima tawaran pemerintah." Jika begitu, kisruh Semen Gresik tampaknya belum akan segera berakhir.

Metta dharmasaputra, Multazam, Oktaman, Marlina M.S., Maruli Ferdinand


Tarik Ulur Transaksi

13 Februari 2006 Cemex menyurati pemerintah, memberi tahu rencana penjualan sahamnya di Semen Gresik.

22 Februari 2006 Menteri BUMN minta waktu membahas masalah tersebut.

Maret 2006 Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu, menyatakan pemerintah tak berniat beli saham milik Cemex. Gubernur Sumatera Barat menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla

6 April 2006 PT Andalas Tuah Sakato menyurati Kementerian BUMN soal minatnya membeli saham Semen Gresik

27 April 2006 Manajemen Andalas bertemu Menteri BUMN.

28 April 2006 Presidio Capital, penyedia dana Andalas, menemui Perwakilan Cemex di Indonesia, Fransisco Noriega, dan Stefan Weiner dari JP Morgan (Hong Kong), penasihat Cemex.

1 Mei 2006 Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pembeli saham milik Cemex adalah investor dalam negeri.

4 Mei 2006 Cemex dan Grup Rajawali telah menyepakati rencana jual-beli 24,9% saham Semen Gresik seharga US$ 337 juta.

5 Mei 2006 Cemex memberi tahu Kementerian BUMN rencana penjualan saham ke Rajawali. Tenggat jawaban pemerintah 10 hari kerja.

12 Mei 2006 Presidio berkirim surat ke Cemex, menyatakan minatnya membeli saham Semen Gresik di atas harga penawaran Rajawali.

19 Mei 2006 Sesuai tenggat, pemerintah memberi jawaban kepada Cemex akan menggunakan haknya untuk membeli saham Semen Gresik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus