Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Atasan Tak Sudi Bersaksi

22 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMISARIS Besar Irman Santosa melangkah per-lahan memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rambut ikalnya yang sudah memutih tampak berantakan. Ia mengangguk memberi hormat kepada majelis hakim yang dipimpin Yohanes E. Binti se-belum duduk di kursi terdakwa.

Kamis pekan lalu, bekas Kepala Unit II Perbankan dan Pencurian Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Polri ini menjalani persidangan yang ke-14. Pria berusia 54 tahun ini didakwa menerima duit US$ 10 ribu dari Dicky Iskandar Dinata dan 10 lembar cek perjalanan masing-masing senilai Rp 25 juta dari Direktur Kepatuhan BNI Mohammad Arsyad pada 2003. Kala itu ia memang menangani kasus pembobolan bank BNI 46 yang membuat uang negara Rp 1,2 triliun melayang.

Agenda Kamis pekan lalu itu masih sama: mendengar- ke-terangan para saksi. Hingga saat itu, sudah 18 saksi di-ha-dirkan oleh jaksa penuntut umum, di antaranya Ajun Ko-misaris Siti Komalasari (bekas penyidik kasus pembobolan Bank BNI 46), M. Arsjad (mantan Direktur Kepatuhan BNI 46), Tri Koentoro (mantan Kepala Divisi Hukum BNI 46), dan Ajun Komisaris Polisi Aria Devananta.

Sayang, ada satu saksi yang belum bisa dihadirkan di da-lam persidangan. Dialah Brigadir Jenderal Samuel Ismoko, mantan Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, yang pernah menjadi atasan Irman. ”Padahal, Ismoko saksi kunci dalam kasus ini,” ujar Hironimus Dani, pengacara Irman. Menurut Dani, kehadiran Ismoko di sidang sangat penting. ”Ada banyak hal yang perlu dikonfirmasikan langsung ke dia,” ujarnya.

Nama Ismoko memang kerap dikait-kaitkan dalam kasus ”skandal BNI” ini. Ia, misalnya, disebut-sebut memerintah-kan Irman untuk memeriksa Dicky Iskandar Dinata di Ho-tel Kemang. Juga, memerintahkan Adrian Herling Waworuntu ditahan di ruang penyidik, bukan di sel layaknya seorang tahanan.

Masalah paling penting yang ingin didengar dari Ismoko tentu- saja perihal pengakuan M. Arsjad- di persidangan be-be-rapa waktu- lalu. Ketika itu,- Arsjad -meny-a-takan pernah- memberikan- uang Rp 250 juta un-tuk Irman San-tosa- dan Brig-jen Samuel Ismoko Rp 200 juta. Kini yang -ingin dikorek dari Ismoko untuk apa uang itu dan ke mana meng-alirnya. ”Karena itu, sejak awal persidangan, lewat majelis hakim, kami meminta jaksa penuntut umum menghadirkan Ismoko sebagai saksi,” ujar Dani.

Ismoko tampaknya tak akan hadir dalam sidang anak bu-ah-nya itu. ”Kami menolak hadir sebagai saksi dalam sidang Irman Santosa,” kata Juniver Girsang, kuasa hukum Ismoko. Menurut- Juniver, sesuai de-ngan Kitab Undang-Undang Hukum Acara- Pidana (KUHAP), terdakwa da-lam kasus yang sama dan berkasnya terpisah berhak untuk tidak di-minta kesaksiannnya. ”Ini dilakukan untuk kepentingan diri-nya (Ismoko) sebagai terdakwa,” ujar Juniver.

Ismoko memang sudah jadi terdakwa karena dituduh menerima uang sebesar Rp 225 juta dari BNI saat menangani kasus pembobolan Bank BNI 46 senilai Rp 1,2 triliun. Pro-ses persidangan Ismoko sendiri akan dimulai Selasa pekan ini. ”Karena itulah, ini semua dilakukan agar Irman dan Ismoko tidak saling membebani satu sama lain,” kata Juniver.

Dani tak sependapat dengan Juniver. Menurut dia, -KUHAP tidak mengatur soal keterangan terdakwa yang berlaku hanya untuk terdakwa sendiri. Menurut dia, saksi yang notabene menjadi terdakwa dalam perkara yang sama tetap bisa diminta keterangannya. ”Apalagi Ismoko tidak dalam tugas negara, tempat tinggalnya tidak jauh, ataupun sedang jatuh sakit,” kata Dani. Jadi, kata Dani, tak ada -alas-an bagi Ismoko untuk tidak hadir sebagai saksi dalam kasus Irman Santosa.

Jaksa penuntut umum M.I.F Sihite menyatakan sudah tiga kali meminta hakim agar menghadirkan Ismoko. Bahkan, jika perlu, dengan cara paksa. Menurut Sihite, semua-nya kini tergantung majelis hakim. ”Keputusan memanggil- Ismoko di tangan hakim,” katanya. Sampai persidangan terakhir, ternyata majelis belum memutuskan apakah Ismoko perlu dipanggil secara paksa.

Dani menyatakan akan menghormati apa pun keputusan hakim tentang perlu-tidaknya Ismoko dihadirkan sebagai saksi. ”Tapi, sebelum ada keputusan itu. Sampai detik ter-akhir kami akan terus berusaha untuk menghadirkannya,” katanya. Irman Santosa pun hanya berkomentar singkat perihal keengganan bekas atasannya hadir dalam sidang-nya. ”Mungkin Pak Ismoko tidak enak, seperti saya juga -tidak enak dengan dia,” ujar Irman.

Poernomo Gontha Ridho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus