Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perundingan divestasi saham 51 persen PT Freeport Indonesia yang berujung pada transaksi yang dilakukan PT Inalum (Persero) dengan Freeport McMoran (induk usaha PT Freeport Indonesia) dinilai bakal berpotensi merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said, pada hari Rabu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sudirman yang menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral periode 2014-2016 itu mengaku tidak habis pikir dengan cara Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi menyelesaikan perundingan dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait dengan divestasi saham tersebut. Meskipun sudah menjadi pemegang saham mayoritas PTFI, Indonesia tidak lantas menjadi pemegang kendali manajemen dan operasional perusahaan itu.
Dalam laporan Freeport McMoran di pasar modal Amerika Serikat pada Januari 2019 telah disebutkan meski Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas PTFI. Namun Sudirman menyebutkan mayoritas benefit ekonomi sekitar 81 persen lebih masih di tangan Freeport McMoran.
Biaya rehabilitasi atas kerusakan lingkungan yang terjadi di area tambang PTFI dan pembangunan smelter, jika menjadi beban bersama berdasarkan komposisi pemegang saham. "Semuanya tertuang dalam perjanjian jual beli saham. Rakyat Indonesia berhak tahu atas detail isi perjanjian tersebut," katanya dalam Diskusi dan Bedah Buku Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan karya Simon Felix Sembiring, Ph.D, Rabu, 20 Februari 2019.
Sementara itu, mantan staf khusus Menteri ESDM, Said Didu mengungkap kewajiban Freeport dalam bidang lingkungan hidup mencapai ratusan triliunan. Selaku pemegang saham mayoritas, Indonesia juga wajib investasi dalam pengembangan tambang bawah tanah dan smelter.
Said Didu menyebutkan Indonesia malah menangguk kerugian dalam divestasi Freeport tersebut. "Jadi kita ini dapat buntung, Freeport untung besar. Kita dapat utang baru dan kewajiban-kewajjban yang butuh investasi besar, mereka dapat uang tunai ratusan triliunan," ujarnya.
Menurut Said Didu, siapa pun yang memimpin pemerintahan, divestasi saham Freeport pasti akan terjadi. "Sangat disayangkan divestasi saham ini terkesan terburu-buru untuk kepentingan pencitraan jelang pemilu. Kita minta pemerintah menghentikan model-model pencitraan yang merugikan rakyat," ucapnya.
Sebelumnya Inalum telah menebus 51,2 persen perusahaan tambang PT Freeport Indonesia senilai US$ 3,85 miliar atau Rp 55,8 triliun (dengan kurs Rp 14.500). Aksi korporasi tersebut setelah Inalum melunasi transaksi divestasi saham Freeport pada akhir Desember 2018 lalu.
"Ini merupakan momen bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973. Kepemilikan mayoritas ini akan kami gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ujar Presiden Jokowi, Jumat, 21 Desember 2018.
BISNIS