Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAK kabar baik tentang ekonomi Indonesia akhir-akhir ini. Angka inflasi cenderung menurun. Kinerja ekonomi kuartal I 2023 lebih baik ketimbang perkiraan pasar. Keyakinan konsumen pun menguat. Selain itu, sebetulnya masih ada satu kebijakan penting yang dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi: penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate mencapai 5,75 persen. Ini adalah buah kebijakan BI yang menaikkan suku bunga hingga enam kali sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023. Secara total, kenaikan bunga acuan BI dalam kurun waktu itu mencapai 2,25 persen. Jika BI mulai menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate, banyak hal dapat terjadi pada ekonomi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu dampak penurunan suku bunga acuan BI adalah pelonggaran likuiditas. Tingkat bunga kredit juga bisa ikut turun. Penurunan bunga pinjaman akan menggerakkan ekonomi lebih cepat. Pemerintah pun bisa mematok kupon obligasi yang rendah sehingga menurunkan beban pembayaran bunga. Rentetan kejadian itu menjadi bakal daya dorong ekstra yang bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi kita.
Menjelang tahun pemilihan umum, politikus dari partai politik pendukung pemerintah tentu ingin melihat perekonomian yang lebih dinamis dan tumbuh cepat. Ini menjadi modal penting untuk memperoleh simpati para pemilih. Kalangan politikus pun bisa mendorong, bahkan mendesak, BI agar tak ragu menurunkan suku bunga secepatnya.
Tapi pandangan para analis mengenai penurunan bunga acuan BI masih terbelah. Sebagian analis yakin BI akan menahan suku bunga acuan setidaknya sampai akhir tahun ini. Baru pada 2024 BI mulai melonggarkan likuiditas dan menurunkan suku bunga. Di sisi lain, banyak pula analis yang yakin BI segera menurunkan suku bunga. Salah satu alasannya: ekonomi Indonesia akan membutuhkan dorongan lebih kuat tahun ini karena ekonomi dunia makin tertekan resesi. Gejala ini yang membuat penerimaan ekspor Indonesia merosot.
Risiko merosotnya penerimaan ekspor, yang menjadi faktor penting pertumbuhan ekonomi, memang makin nyata. Harga batu bara, misalnya, sudah kembali ke titik yang sama sebelum invasi Rusia ke Ukraina. Pada 11 Mei 2023, harga batu bara Newcastle yang menjadi patokan penting di pasar global sebesar US$ 163 per ton. Nilainya turun 58 persen dibanding pada tahun lalu. Analis memperkirakan harga batu bara akan melandai, tak ada lagi lonjakan gila-gilaan hingga melampaui US$ 460 per ton seperti tahun lalu. Keuntungan ekstra bagi Indonesia karena lonjakan harga komoditas mungkin tak akan datang lagi.
Analis yang pro terhadap penurunan bunga juga melihat adanya peluang dari rendahnya angka inflasi. Mereka menilai inflasi yang rendah membuat BI nyaman menurunkan bunga acuan. Inflasi tahunan tercatat hanya 4,33 persen per April 2023, angka terendah dalam 11 bulan terakhir. Para analis bahkan yakin inflasi bulan ini turun lagi hingga berada di bawah 4 persen. Ini sesuai dengan rentang target inflasi BI, yaitu 2-4 persen.
Sayangnya, harapan investor ataupun politikus bahwa ekonomi Indonesia mendapatkan daya dorong ekstra dari penurunan bunga acuan sepertinya belum akan terwujud dalam waktu dekat. Sampai pekan lalu, BI masih mengirim sinyal akan mengambil langkah yang lebih konservatif atau berhati-hati. Sepertinya sidang Dewan Gubernur BI pekan depan masih bakal mempertahankan suku bunga di level 5,75 persen. BI lebih suka menunggu hingga angka inflasi benar-benar aman di bawah target.
Selain soal inflasi di dalam negeri, kondisi pasar finansial global menjadi pertimbangan bagi BI dalam menetapkan suku bunga. Di sini ada persoalan besar. Kongres Amerika Serikat belum bersedia menambah plafon utang pemerintah. Jika tak mendapatkan tambahan dana dari utang baru hingga awal Juni ini, pemerintah Amerika Serikat bisa mengalami gagal bayar atas segala macam kewajibannya, termasuk bunga obligasi. Jika hal itu benar-benar terjadi, pasar keuangan sedunia bisa kolaps. Di tengah ancaman kiamat pasar sedahsyat itu, sudah benar BI lebih suka bersabar menahan suku bunga acuan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo