Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bolak Balik Aturan DMO Minyak Sawit

Pemerintah kembali mengubah aturan DMO. Tak efektif menjamin pasokan minyak goreng murah.

14 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA hari setelah Idul Fitri, Kementerian Perdagangan mengumumkan perubahan aturan wajib pasok domestik atau domestic market obligation (DMO) untuk minyak sawit mentah. Mulai 1 Mei 2023, pemerintah menurunkan DMO dari 450 ribu ton menjadi 300 ribu ton per bulan. Alasannya, kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim, harga minyak goreng relatif stabil. “Sebelumnya, DMO tinggi untuk menjaga pasokan di bulan Ramadan dan Idul Fitri," ucapnya pada Senin, 8 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak akhir tahun lalu sampai menjelang Ramadan, pemerintah direpotkan oleh kelangkaan Minyakita, minyak goreng kemasan yang harganya dipatok Rp 14 ribu per liter. Minyak goreng murah ini habis diborong konsumen di beberapa daerah. Kalaupun ada, harganya mencapai Rp 17-20 ribu per liter. Hal ini yang memaksa Kementerian Perdagangan menambah DMO atau setoran wajib dari produsen minyak sawit mentah hingga 50 persen sampai Idul Fitri. Minyak dari DMO ini yang kemudian diolah menjadi Minyakita.

Awal Februari lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan salah satu penyebab kelangkaan Minyakita dan kenaikan harga minyak goreng adalah pasokan DMO yang seret. Senada dengan Luhut, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan rendahnya angka setoran DMO menjadi salah satu penyebab hilangnya Minyakita di pasar. Realisasi DMO, menurut Zulkifli, mulai turun pada November-Desember 2022, dari 100,94 persen menjadi 86,31 persen. Penurunan itu terus berlanjut hingga Januari lalu yang hanya 71,81 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 6 Februari lalu, Luhut menggelar rapat koordinasi dengan para pejabat pemerintah dan produsen minyak goreng. Dalam pertemuan ini, terbuhul kesepakatan menaikkan DMO hingga menjelang Ramadan dan Idul Fitri. Namun rupanya target setoran itu tak terpenuhi juga. Sampai akhir April lalu, realisasi DMO 370 ribu ton, kurang dari target 450 ribu ton.

Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT Karya Tanah Subur di Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Mei 2022. Antara/Syifa Yulinnas

Meski demikian, Isy Karim mengklaim tidak terjadi kelangkaan pasokan Minyakita selama Ramadan hingga Idul Fitri. Melihat kondisi itu, pemerintah kemudian menurunkan target DMO. Tak hanya itu, pemerintah juga menurunkan rasio pengali dasar untuk DMO minyak goreng curah dari 1 : 6 menjadi 1 : 4. Hal ini yang menentukan proporsi minyak sawit mentah yang boleh diekspor dengan yang harus disalurkan di dalam negeri. Pemerintah juga menaikkan insentif pengali minyak goreng kemasan agar produsen mau memproduksi Minyakita.

Imbalan lain adalah pencairan deposito hak ekspor minyak goreng yang sebelumnya dibekukan. Sejak Februari lalu, pemerintah menahan dua pertiga dari hak ekspor milik produsen minyak sawit mentah untuk menggenjot pemenuhan bahan baku minyak goreng di dalam negeri. Kebijakan ini berlaku bersamaan dengan kenaikan volume DMO dari 300 ribu ton menjadi 450 ribu ton per bulan. Mulai bulan ini hingga Januari 2024, pemerintah mencairkan deposito atau membuka kembali hak ekspor minyak sawit mentah hingga 3,03 juta ton yang sebelumnya dibekukan.

DOMESTIC market obligation menjadi bagian dari serangkaian kebijakan yang diberlakukan Kementerian Perdagangan untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng. Kelangkaan minyak sawit untuk bahan baku minyak goreng menyebabkan kenaikan harga sepanjang tahun lalu. Sebelum memberlakukan DMO, Kementerian Perdagangan menjalankan intervensi harga dengan program minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter hingga menetapkan harga eceran tertinggi. Pada kenyataannya, pasokan minyak goreng malah susut dan harganya kian tak terkendali. 

Kondisi ini pun masih berlangsung. Muhamad Ikye, 36 tahun, pedagang bahan pangan di Kampung Setu Ciapus, Bogor, Jawa Barat, menjual Minyakita Rp 16 ribu per liter, lebih mahal Rp 2.000 dari ketentuan pemerintah. Dia beralasan selisih harga itu ada karena dia membeli Minyakita dari distributor dengan harga yang melebihi Rp 14 ribu per liter. “Modalnya saja lebih mahal dibanding harga yang tertera di kemasan," ujarnya pada Jumat, 12 Mei lalu. "Rata-rata di daerah kami harga Minyakita Rp 16-19 ribu," Ikye menambahkan. Selain tingginya harga di tingkat retail, menurut Ikye, pasokan Minyakita hanya dua lusin untuk dua pekan. Namun kenyataannya stok itu ludes diborong pembeli hanya dalam hitungan hari.  

Menurut Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono, DMO tak efektif menjaga stok minyak sawit mentah untuk bahan baku minyak goreng murah seperti Minyakita. Faktanya, di banyak daerah harga Minyakita masih di atas Rp 14 ribu per liter. “Stok barangnya pun tidak selalu tersedia di pasar,” ucapnya pada Jumat, 12 Mei lalu. Yusuf menilai perubahan DMO, juga pencairan hak ekspor minyak sawit mentah, tak lagi menarik saat harga komoditas itu menurun di pasar global.   

Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Fadhil Hasan juga mengatakan, dengan kondisi pasar yang rada lesu kali ini, penerapan skema DMO minyak sawit menjadi tak relevan. “Padahal saat ini yang kita butuhkan adalah mendorong ekspor," katanya pada Sabtu, 13 Mei lalu.

Adapun Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Tungkot Sipayung mengatakan kebijakan jangka pendek seperti DMO memerlukan pemantauan ketat. Dia menyebutkan pelaksanaan DMO rawan penyelewengan dan memperlambat mekanisme kerja pasar. Karena itu, Tungkot menambahkan, kebijakan DMO sebaiknya hanya sementara. "Sudah saatnya pemerintah mengubah kebijakan DMO menjadi penugasan pada perusahaan milik negara untuk menyediakan minyak goreng murah," tuturnya seperti dikutip dari Koran Tempo pada 28 April 2023. 

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan tingginya harga dan kelangkaan stok Minyakita terjadi karena faktor distribusi. Kondisi ini, menurut dia, biasa terjadi di wilayah yang mengalami kendala logistik. Faktor lain, dia melanjutkan, adalah realisasi setoran DMO yang belum sampai 100 persen.

Isy mengatakan Kementerian Perdagangan mencoba merumuskan kebijakan lain agar Minyakita bisa dijual Rp 14 ribu per liter di seluruh Indonesia. Pemerintah, kata dia, bakal mengevaluasi kebijakan yang selama ini berlaku, juga membahas insentif agar produsen mau menjaga kecukupan minyak goreng. “Mudah-mudahan dalam pekan kedua-ketiga Mei bisa dibahas."

AISHA SHAIDRA, CAESAR AKBAR, SIDIK PERMANA (BOGOR)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus