Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sinyal Pasar

Mengapa Sinyal Suku Bunga The Fed Bisa Menekan Rupiah Lebih Lama?

Sinyal bunga tinggi The Fed memperpanjang masa pelemahan rupiah. Tarik-menarik dana asing membuat obligasi terjerembap.

5 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Alvin Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • The Fed memberi sinyal akan mempertahankan suku bunga tinggi.

  • Dana asing terus keluar dari Indonesia.

  • Kurs rupiah akan terus melemah.

TANPA basa-basi lagi, The Federal Reserve alias The Fed mengirim isyarat yang amat tak disukai pasar finansial di seluruh dunia. Suku bunga rujukan The Fed akan bertahan tinggi dalam waktu lebih lama. Entah sampai kapan. Begitulah pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell, Rabu, 1 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suku bunga The Fed saat ini berada pada rentang 5,25-5,5 persen, tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Jika tingkat bunga tetap bertahan setinggi itu, dolar Amerika Serikat bakal tetap kuat. Hal ini menyusahkan banyak negara yang nilai mata uangnya melorot. Pasar finansial juga akan terus bergejolak karena terjadi realokasi dana-dana investasi dalam skala global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketegasan The Fed menahan bunga tinggi entah sampai kapan ini sungguh berlawanan dengan optimisme pasar yang mengemuka tak lebih dari lima bulan lalu. Pada awal 2024, para analis pasar membuat perkiraan bahwa bunga The Fed akan segera turun, minimal tiga kali selama tahun ini. Bahkan harga-harga aset finansial di pasar berjangka sempat mencerminkan pemangkasan bunga The Fed yang sangat agresif, hingga enam kali sepanjang 2024.

Walhasil, sinyal The Fed itu langsung mengempiskan bermacam skenario optimistis seputar penurunan bunga. Pernyataan Powell pekan lalu seolah-olah menjadi perintah tegas kepada pasar finansial untuk segera mereka-reka kembali berbagai kemungkinan arah pergerakan bunga. 

Menimbang berbagai data ekonomi Amerika Serikat tiga bulan terakhir, para analis sekarang makin yakin suku bunga The Fed kemungkinan besar baru akan turun tahun depan. Proyeksi baru ini membawa konsekuensi serius bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Bunga The Fed yang tetap tinggi akan makin membuat dana-dana investasi kabur dari dalam negeri demi mencari aman. Dampak realokasi investasi ini sangat kasatmata: kurs rupiah makin melorot.

Setelah ambles di masa libur Lebaran lalu hingga melewati batas psikologis 16 ribu per dolar Amerika Serikat, kurs rupiah kini bertahan di kisaran 16.200 per dolar. Upaya intervensi oleh Bank Indonesia setelah masa libur Lebaran gagal menahan pelemahan rupiah. Bahkan kenaikan BI Rate sebesar 0,25 persen menjadi 6,25 persen dua pekan lalu pun nyaris tak berefek apa-apa.

Sementara itu, data terbaru menunjukkan keluarnya dana investasi portofolio milik asing dari pasar keuangan Indonesia masih berlanjut. Di pasar saham, dalam sebulan terakhir, dihitung sejak 2 Mei 2024, penjualan bersih oleh investor asing sudah mencapai Rp 20,31 triliun. Di pasar surat berharga negara, situasi juga sangat muram. Sepanjang April 2024, hingga data terakhir per 29 April, jumlah dana asing yang kabur mencapai Rp 19,7 triliun. 

Jika dihitung sejak awal tahun, situasi di pasar obligasi pemerintah tampak lebih memprihatinkan. Dana asing yang terbang ke luar negeri mencapai Rp 51,79 triliun jika dihitung selama 1 Januari-29 April 2024.

Kaburnya investor asing dari obligasi pemerintah tentu saja membuat harganya jatuh. Ini konsekuensi yang tak terelakkan karena mereka beramai-ramai menjualnya dengan cepat, yang otomatis menurunkan harganya. Itu tampak pada yield atau imbal hasil obligasi pemerintah yang terus menanjak dengan tajam, terutama sebulan terakhir. 

Di pasar obligasi, kenaikan yield suatu obligasi menandakan penurunan harganya. Saat ini, per 2 Mei 2024, yield obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun, yang merupakan salah satu patokan di pasar, sudah mencapai 7,28 persen, naik cukup tajam dari 6,75 persen di awal April.

Sebetulnya yang lebih mengkhawatirkan bukanlah besaran kenaikan yang sudah terjadi. Bagi investor, yang lebih penting adalah kalkulasi arah pergerakannya ke depan. Apakah tren kaburnya dana asing akan berlanjut sehingga kurs rupiah bakal terus melorot? Bisakah penurunan harga obligasi pemerintah disetop? 

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya kembali lagi kepada sinyal dari The Fed tersebut. Selama bunga The Fed bertahan tinggi, tarikan terhadap dana asing untuk kabur akan tetap kuat. Harga obligasi pemerintah berisiko terus merosot. Nilai rupiah pun bisa ikut terseret melorot. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Rupiah Tertekan, Entah sampai Kapan".  

Yopie Hidayat

Yopie Hidayat

Kontributor Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus