Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Survei CISDI: 1 dari 4 Perokok Aktif Beralih ke Rokok Lebih Murah Selama Pandemi

Survei CISDI menemukan perubahan perilaku merokok selama 10 bulan pandemi, terutama pada masyarakat yang terdampak secara ekonomi.

28 Agustus 2021 | 10.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
13-terkaitHL-ilustrasi-penyakitKarenaRokok-bebaniKeuanganNegara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Center for Indonesia's Strategic Development (CISDI) melakukan survei terhadap 1.082 responden sepanjang Desember 2020 sampai Januari 2021 terkait konsumsi rokok. Hasilnya mereka menemukan perubahan perilaku merokok selama 10 bulan pandemi, terutama pada masyarakat yang terdampak secara ekonomi.

Ada dua temuan utama dalam survei ini. Pertama, 4 dari 10 perokok aktif mencoba mengurangi belanja rokok selama pandemi. Kedua, 1 dari 4 perokok aktif beralih ke rokok yang lebih murah.

"Artinya, seperempat dari mereka adalah perokok yang rasional. Namun, variasi harga rokok memungkinkan mereka beralih ke produk rokok lebih rumah, alih-alih menghentikan aktivitas merokok," kata Adriana Bella, Manajer Riset CISDI, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 28 Agustus 2021.

Hasil survei keluar menjelang pengumuman kenaikan tarif cukai rokok 2022 oleh Kementerian Keuangan. Kebijakan ini selalu diumumkan setiap tahun untuk melakukan pengendalian konsumsi rokok.

Senior Advisor for Gender and Youth for The Director-General of World Health Organization (WHO), Diah Saminarsih, menyebut kondisi ini menunjukkan dampak tekanan ekonomi pandemi terhadap konsumsi rokok sebenarnya lemah. Sebab, rokok masih bisa dibeli murah dengan dengan ketengan atau per batang.

"Orang yang penghasilannya berkurang pun masih mampu menyisihkan sedikit uangnya untuk membeli rokok secara rutin untuk memenuhi rasa ketagihannya," kata dia.

Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febri Pangestu ikut merespons hasil survei ini. “Seberapa pun Kemenkeu menaikkan cukai untuk menaikkan harga rokok, kalau masih diizinkan dijual ketengan itu masih sangat murah sekali," kata dia.

Febri pun menyadari ada celah dalam pengaturan penjualan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. PP ini mengatur bahwa berapa batang rokok yang ada dalam satu bungkus.

"Di PP 109 yang diatur itu hanya rokok putih mesin minimal 20 batang. Yang lainnya, kretek, bebas, mau 12, 14, 16, bebas," kata dia.

Baca juga: Petani Tembakau Minta Kenaikan Tarif Cukai Rokok Berimbas Besar untuk Mereka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus