Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Konsumen properti masih optimistis dapat memiliki rumah idaman kendati harga properti terus naik. Keyakinan itu tergambar meskipun ada ketidaksesuaian perbandingan antara rata-rata kenaikan upah pekerja dengan rata-rata kenaikan harga properti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut terlihat dari hasil survei Property Affordability Sentiment Index H2-2017 yang disusun oleh Rumah.com bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura. Hasil survei itu menyebutkan tingginya tingkat kepuasan masyarakat terhadap usaha pemerintah dalam menyediakan hunian yang terjangkau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ike Hamdan, Head of Marketing Rumah.com, menyebutkan, tingkat kepuasan ini juga tercermin dalam rencana pembelian properti dalam enam bulan ke depan. Sebesar 59 persen dari responden survei berencana membeli properti. "Lebih spesifik lagi, properti yang menjadi buruan dalam jangka waktu enam hingga dua belas bulan ke depan adalah properti di bawah harga Rp 700 juta," ujarnya, Senin, 11 Desember 2017.
Kebijakan pemerintah dalam infrastruktur, kata Ike, juga mempengaruhi optimisme masyarakat terhadap pasar properti nasional. Pembangunan jalan tol dan sarana transportasi umum membuat lokasi-lokasi yang tadinya dianggap tidak ideal menjadi lebih ideal, yang tadinya susah dijangkau menjadi lebih mudah dijangkau.
Lokasi-lokasi ini memiliki harga yang jauh lebih terjangkau jika dibandingkan hunian di pusat kota, memberikan harapan yang lebih besar bagi mereka yang sedang berjuang memiliki rumah idaman.
“Pengembang properti, tentu tidak menutup mata terhadap kemampuan pasar. Karena itu, mereka juga melakukan penyesuaian target pasar dengan memperbesar suplai untuk kalangan menengah,” kata Ike.
Selain itu optimisme masyarakat terhadap pasar properti ke depan tak lepas dari sejumlah kebijakan yang diluncurkan pemerintah. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang berpenghasilan maksimal Rp 4 juta, pemerintah meluncurkan program rumah subsidi dengan harga di bawah Rp 200 juta dengan uang muka hanya 1 persen dan bunga cicilan tetap.
Sementara bagi masyarakat kelas menengah, yang tidak bisa mengambil rumah subsidi namun kesulitan mengikuti persyaratan KPR seperti uang muka minimal 15 persen, mereka bisa mengikuti program kepemilikan rumah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BPJS-TK) dengan uang muka 5 persen dan cicilan berdasarkan suku bunga Bank Indonesia ditambah 3 persen. "Ini terlihat dari hasil survei di mana 63 persen dari 1.020 responden di Indonesia merasa puas dengan iklim properti yang sedang berlangsung," kata Ike.
Ike menjelaskan tingkat kepuasan masyarakat terhadap usaha pemerintah dalam menyediakan hunian yang terjangkau bahkan tetap di atas rata-rata meski melalui sejumlah peristiwa yang diprediksi dapat mempengaruhi kondisi industri properti nasional. "Seperti situasi politik pasca-Pilkada, maupun peristiwa tahunan seperti Hari Raya Idul Fitri, yang diprediksi mempengaruhi tingkat inflasi."
Property Affordability Sentiment Index H2-2017 merupakan survei berkala yang diselenggarakan dua kali dalam setahun oleh Rumah.com bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura. Hasil survei kali ini diperoleh berdasarkan 1.020 responden dari seluruh Indonesia yang dilakukan pada bulan Januari – Juni 2017.
Ike menjelaskan bahwa sebanyak 54 persen responden merasa puas dengan upaya pemerintah dalam membuat rumah lebih terjangkau. Ini merupakan peningkatan yang cukup drastis jika dibandingkan survei pada semester II pada 2016, dimana tingkat kepuasan masyarakat hanya 36 persen.