Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan susu yang akan dibagikan pemerintah melalui program Makan Bergizi Gratis tak harus selalu susu sapi. Menurut dia, susu sapi dapat diganti oleh sumber protein lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena dari banyak percobaan makan bergizi ini, enggak semua anak suka susu sapi. Tapi kan dia harus dapet protein yang sama terkandung dari susu sapi," kata Budi Arie dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Koperasi, Jakarta, Senin, 11 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi Arie mengatakan pemerintah akan terus mengadakan uji coba untuk menemukan formula yang tepat. Sejumlah daerah yang kesulitan mendapatkan pasokan susu dapat mendapatkan produk substitusi lain. Sumber protein alternatif itu misalnya susu ikan dan susu kedelai.
Namun, ia mengatakan keputusan menentukan sumber protein yang akan digunakan dalam program Makan Bergizi Gratis berada di tangan Badan Gizi Nasional. "Karena mereka isinya ahli-ahli gizi," kata dia.
Pemerintah menyiapkan anggaran Rp71 triliun untuk merealisasikan program Makan Bergizi Gratis pada 2025. Dari anggaran itu, 20 persen atau sekitar Rp14 triliun digunakan untuk pengadaan susu segar.
Masalahnya, saat ini gabungan koperasi susu seluruh Indonesia ini hanya bisa menyediakan susu dengan nilai agregat itu Rp1,5 triliun. Angka ini masih jauh dari kebutuhan susu untuk program makan bergizi itu. "Artinya harusnya koperasi susu ini produknya pasti terserap, karena kekurangannya sangat banyak," kata dia.
Karena itu, ia mengatakan pemerintah akan mengupayakan alternatif protein selain susu. Keputusan ini diambil setelah ia berdiskusi dengan Badan Gizi Nasional. Ia mengatakan, pemerintah akan mengambil langkah-langkah terobosan untuk memenuhi kebutuhan susu ini.
Program Makan Bergizi Gratis akan dimulai pada 2 Januari 2025. Staf Ahli Kepala Badan Gizi Nasional Ikeu Tanziha pun menyatakan program itu akan menyasar sekitar 15-20 juta anak pada 82 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Kami sedang menghitung berapa anak yang akan kita intervensi dari Rp71 triliun, kurang lebih sekitar 15-20 juta anak," kata dia dalam Diskusi Forum Merdeka Barat 9, Senin, 4 November 2024. "Memang belum seluruhnya anak Indonesia, karena dananya masih terbatas."