Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk menambah nilai jual dari kain tenun sebagai produk utama, Katarina Andriani, 48 tahun, ketua kelompok usaha Maju Bersama pembuat tenun ikat rumah Betang Ensaid Panjang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, juga membuat beberapa produk turunan. Beberapa produk yang ia buat di antaranya berbagai jenis tas dan kaus yang disablon bermotif rumah Betang. “Karena kalau hanya jual kain saja diproduksinya lama,” tutur Katarina kepada Tempo, Jumat, 30 Juni.
Produk-produk itu menurut Katarina menarik sebagai oleh-oleh bagi para turis yang berkunjung ke rumah Betang. Sedang kain tenun Desa Ensaid Panjang sendiri sudah dikenal kualitasnya. Produknya sudah menjajal berbagai jenis pameran dan tembus dijual ke beberapa negara seperti Beijing, Filipina, Amerika, juga Swedia. “Beberapa kali dibawa ke luar negeri,” kata Katarina.
Kain tenun ikat dan produk turunan yang diproduksi kelompok UMKM Usaha Bersama Desa Ensaid Panjang, Kalimantan Barat (dok. Pribadi)
Di kelompok usahanya ini, ada 80 perempuan penenun yang terdiri dari beragam usia. Namun menurut Katarina, pekerjaan menenun bukan pekerjaan utama walau sebetulnya berpotensi besar sebagai penopang ekonomi keluarga. Selembar kain sepanjang 2 meter menurutnya sudah bisa dijual di kisaran Rp 1 juta bahkan lebih. “Namun sehari-hari masih banyak yang berladang, sehingga produksi kainnya belum bisa optimal.”
Membuat produk turunan juga jadi perhatian Erna Juwita, 42 tahun. Pengrajin tenun ikat dan songket Mempawah ini juga takcuma membuat kain tenun. Erna berkreasi membuat tenunan khas menjadi hiasan dekorasi rumah seperti pajangan untuk di atas meja atau di dinding sebagai pengganti lukisan.
Produk kaligrafi tenun yang diproduksi Erna Juwita, pelaku usaha tenun Mempawah, Kalimantan Barat. Dok: Pribad
Katarina dan Erna sama-sama sudah lama menekuni pembuatan kain tenun. Di Kalimantan Barat, pengrajin kain memang terbilang banyak. Untuk membantu pengembangan bisnis, usaha keduanya sempat mendapat bantuan dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), tbk. Bahkan Erna sudah beberapa kali memanfaat pinjaman kredit untuk pelaku UMKM dari BRI. “Pinjaman untuk UMKM sangat membantu untuk menjalankan bisnis,” tutur Erna. Namun Katarina mengaku belum pernah mencoba mengajukan pinjaman ke perbankan. “Kami masih memakai modal sendiri.”
Tidak semua pelaku usaha bisa mendapatkan bantuan modal pinjaman dari perbankan. Masalah utamanya adalah harus adanya jaminan yang jadi agunan para pemilik usaha. Hal itu sempat jadi perhatian Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Teten sempat menyentil perbankan yang menggunakan pendekatan agunan untuk memberi bantuan kepada UMKM. Padahal, menurutnya kemudahan pembiayaan untuk memperkuat modal kerja menjadi salah satu upaya agar UMKM naik kelas. "UMKM itu tidak punya aset, tapi pinjam uang ke bank harus punya agunan," kata Teten pada Selasa, 20 Juni 2023.
Menurut Teten, pendekatan agunan pun sudah tidak dipakai di luar negeri. Perbankan di luar negeri umumnya menggunakan skema credit scoring untuk menilai UMKM layak atau tidak untuk mendapatkan pembiayaan.
Teten pun meminta perbankan, terutama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) lebih mempermudah pelaku UMKM dalam mengakses pembiayaan. Terlebih, kata Teten, Presiden Joko Widodo sudah menargetkan kredit perbankan ke UMKM mencapai 30 persen pada 2024. "Kalau UMKM masih sulit mengakses pembiayaan perbankan dengan skema agunan, target tersebut bisa saja sulit dipenuhi," ujar Teten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini