Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah perlu merumuskan rencana aksi strategis untuk memutus mata rantai penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Tanah Air.
Rencana ini dibutuhkan supaya tidak ada lagi kebijakan penanganan pagebluk yang terkesan tambal sulam.
Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi di Pulau Galang, Kepulauan Riau, menjadi sorotan.
JAKARTA – Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menyatakan pemerintah perlu merumuskan rencana aksi strategis untuk memutus mata rantai penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Tanah Air. Rencana ini dibutuhkan supaya tidak ada lagi kebijakan penanganan pagebluk yang terkesan tambal sulam. “Grand strategy itu perlu dirumuskan pemerintah dengan basis ilmiah yang kuat. Harus belajar dari pengalaman setahun belakangan ini,” kata Dicky kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu kebijakan yang disorot Dicky adalah pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Rumah sakit ini dibangun untuk menjadi pusat perawatan pasien Covid-19 nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dicky menilai tujuan itu tidak realistis. Sebab, penularan virus SARS-CoV-2 yang terjadi antar-manusia sangatlah cepat. Pemerintah seharusnya membangun tempat perawatan pasien di tempat-tempat yang dekat dengan masyarakat, seperti puskesmas atau fasilitas isolasi di tingkat desa. Sementara itu, dia menilai perhatian pemerintah kepada puskesmas masih minim.
Rumah sakit yang terpusat, kata Dicky, justru berdampak pada suburnya stigma negatif pasien Covid-19 di masyarakat. Sebab, warga menganggap penyakit ini, berikut pasiennya, harus dijauhi. “Semua berawal ketika pemerintah mewacanakan pembangunan fasilitas yang terpisah itu,” kata Dicky.
Gagasan pembangunan fasilitas perawatan di Pulau Galang diembuskan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md., sejak Februari tahun lalu. Menurut Doni, pangkalan militer di pulau kecil menjadi tempat yang cocok untuk perawatan pasien penyakit menular demi menjamin keamanan masyarakat luas.
Presiden Joko Widodo saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, 1 April 2020. ANTARA/Sigid Kurniawan
Kemudian, pemerintah memilih Pulau Galang yang memiliki sejumlah gedung tak terpakai bekas tempat pengungsian warga Vietnam dan Kamboja pada masa Orde Baru. Proses pembangunan dimulai pada awal Maret dan rampung dalam waktu sebulan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan proses ini berlangsung cepat karena material bangunan sudah disiapkan di Jakarta, kemudian dirakit di Pulau Galang. Total anggaran proyek ini mencapai Rp 400 miliar.
Fasilitas ini dapat menampung 360 pasien dan dilengkapi peralatan seperti yang terdapat di Wisma Atlet, Jakarta. Tenaga kesehatan, seperti dokter umum, dokter spesialis, dan perawat, juga berjaga merawat pasien. Menurut Kepala RS Pulau Galang, Kolonel Ckm Khairul Ihsan Nasution, pihaknya tinggal menunggu tambahan dokter spesialis dari Jakarta.
Ternyata, saat peresmian, Presiden Joko Widodo menyatakan fasilitas ini berfungsi untuk fasilitas observasi pekerja migran Indonesia dari Malaysia atau Singapura. Warga setempat yang mengeluhkan adanya gejala Covid-19 juga boleh memeriksakan diri di fasilitas ini.
Namun tak banyak warga atau pekerja migran yang datang. Pada pertengahan Juni, fasilitas ini sempat hanya terisi 16 persen dari total kapasitasnya. Merespons hal tersebut, Jokowi memerintahkan supaya pasien bergejala sedang ataupun berat dapat dirawat di RS Pulau Galang. Pihak TNI bahkan pernah merekomendasikan pemindahan pasien di Jawa Timur ke tempat tersebut menggunakan pesawat Hercules, tapi ditolak oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
Saat ini, pengelola mengklaim fasilitasnya sudah berfungsi secara optimal. Per kemarin, Kolonel Khairul Ihsan menyatakan ada 242 orang yang dirawat: 48 pasien positif Covid-19, dan 194 orang berstatus suspect. Sebagian besar di antaranya adalah pekerja migran. “Mereka dikarantina selama tiga hari sambil menunggu hasil tes swab,” ujar dia.
Juru bicara yang juga Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengklaim pemerintah memang mengubah peruntukan penggunaan RS Pulau Galang. Awalnya, pemerintah memaksudkan tempat itu untuk membatasi penularan di satu pulau. Namun ternyata virus menular dengan cepat mengikuti pergerakan manusia.
Walau begitu, dia menampik tuduhan bahwa keputusan membangun fasilitas tersebut sebagai upaya tambal sulam. Menurut Wiku, melalui pembangunan itu, pemerintah justru memikirkan langkah penanganan penyakit menular ke depannya. “Lagi pula, saat ini RS Pulau Galang juga dipakai untuk perawatan warga pulau sekitar yang positif Covid-19. Itu hanya perubahan strategi karena perubahan situasi saja,” ujar Wiku.
YOGI EKA SAHPUTRA (BATAM) | ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo