Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengkritik rencana pemerintah yang akan kembali menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty. Kebijakan ini dianggap berdampak buruk pada kepatuhan pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengampunan pajak, menurut dia, akan menjadi sinyal bagi wajib pajak bahwa pengampunan akan terus ada. Wajib pajak bakal meremehkan kepatuhan karena mengantisipasi tax amnesty selanjutnya. “Dampak buruknya bagi kepatuhan dan penerimaan jangka panjang serta kredibilitas dan distrust terhadap otoritas pajak,” ujar Fajry kepada Tempo Kamis, 16 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tax amnesty adalah program pengam pengampunan pajak yang ditawarkan oleh pemerintah kepada wajib pajak perorangan dan badan. Pengampunan dilakukan setelah wajib pajak mengungkap harta yang sebelumnya belum atau belum sepenuhnya dilaporkan dengan cara membayar uang tebusan.
Program ini mulanya dilaksanakan pada 2016-2017. Pada 2022, pemerintah kembali menerapkan amnesti pajak lewat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II. Pada November 2024, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang tax amnesty masuk prioritas program legislasi nasional atau prolegnas 2025.
Fajry mempertanyakan untuk siapa pengampunan pajak diberikan. Mengingat para pengusaha besar sudah ikut program pengampunan 2016-2017 serta PPS pada tahun 2022 lalu. “Siapa lagi yang ingin dijaring dari tax amnesty jilid III? karena itu saya yakin jika tax amnesty jilid III ini tidak akan menghasilkan banyak penerimaan,” ujarnya.
Kebijakan amnesti pajak menurut dia akan berdampak pada penerimaan negara, karena tax amnesty akan membuat orang menjadi tak patuh dalam jangka menengah dan panjang. Kredibilitas pemerintah dalam menarik pajak justru bisa diragukan, padahal pemerintah butuh opsi kebijakan pajak untuk meningkatkan penerimaan. Dampak akhirnya, rencana kebijakan perpajakan lain yang akan diterbitkan oleh pemerintah pasti akan mendapatkan banyak penolakan.
Sebelumnya Wakil ketua komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Fauzi Amro, mengatakan tax amnesty bakal diberlakukan karena negara butuh tambahan anggaran untuk mengakomodasi visi dan misi Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Fauzi masuknya tax amnesty sebagai RUU prioritas sudah berdasarkan keputusan seluruh fraksi di komisi XI. Politikus Partai Nasdem itu mengklaim tax amnesty sebelumnya berhasil, sehingga perlu dipertimbangkan untuk kembali menerapkan tax amnesty jilid III. "Tax amnesty I dan II kan berhasil menggaet wajib pajak dari luar negeri, kesadaran pajak orang tumbuh," kata dia.
Vedro Imanuel G berkontribusi dalam penulisan artikel ini.