Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Efek Tarif Impor Trump, Ekonom Sebut Rupiah Berisiko Merosot Hingga 17.000 per Dolar

Ekonom sekaligus guru besar IPB Univesity menilai rupiah bisa menembus 17.000 per dolar dalam waktu dekat imbas tarif Trump

4 April 2025 | 06.31 WIB

Petugas penukaran mata uang asing tengah menghitung uang pecahan 100 dolar Amerika di Jakarta, Kamis, 24 Desember 2020. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat tipis 5 poin atau 0,03 persen ke level 14.200. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Petugas penukaran mata uang asing tengah menghitung uang pecahan 100 dolar Amerika di Jakarta, Kamis, 24 Desember 2020. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat tipis 5 poin atau 0,03 persen ke level 14.200. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Didin S Damanhuri menilai kebijakan tarif Trump bakal menyebabkan rupiah makin terperosok. Nilai kurs Indonesia diprediksi bisa jeblok hingga 17.000 per dolar Amerika Serikat dalam waktu dekat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebijakan tarif impor balasan atau resiprokal yang diumumkan Presiden AS, Donald Trump, menurut Didin, menimbulkan tekanan bagi perekonomian dunia atau global shock. Akibatnya, mata uang di sejumlah negara termasuk rupiah bakal tertekan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Selain itu, kata dia, rupiah memang tengah melemah imbas sentimen domestik beberapa waktu belakangan. “Rupiah sudah bisa menyentuh 16.700 per dolar AS dengan sentimen negatif yang terjadi selama ini, seperti adanya Danantara dan langkah-langkah yang populis pemerintah. Sekarang sentimen negatifnya itu lebih mendalam lagi,” ucapnya kepada Tempo, Kamis, 3 April 2025.

Menurut Didin, beberapa waktu belakangan investor asing sempat menarik dana beramai-ramai sehingga terjadi capital outflow yang melemahkan kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dengan sentimen negatif yang dalam ditambah data fundamental ekonomi Indonesia, dampak depresiasi rupiah bisa lebih dalam lagi.

Salah satu pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu memaparkan bahwa Indonesia bukan negara yang memiliki ukuran ekonomi yang besar. Oleh sebab itu, menurut dia, tak bakal ada negosiasi kolektif yang dapat dieksekusi dengan cepat dengan asosiasi seperti misal BRICS.

Dalam hitungannya, Didin memperkirakan rupiah bisa terperosok hingga 17.000 per dolar bahkan dalam waktu dekat. “Saya kira dampak ini akan terjadi dalam waktu jangka pendek,” kata dia.

Kebijakan Trump dan depresiasi rupiah pada akhirnya juga memberatkan perusahaan-perusahaan swasta dalam negeri. Khususnya bagi mereka yang memiliki utang dalam bentuk dolar di atas 50 persen. 

Data Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang terdiri dari utang pemerintah dan swasta pada Januari 2025 tercatat sebesar US$ 427,5 miliar. Nilai itu setara Rp 7.081 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.566 per dolar. Sementara itu ULN swasta tercatat  US$194,4 miliar atau sekitar Rp 3.200 triliun. 

Adanya tekanan utang yang makin besar imbas pelemahan rupiah membuat perusahaan bisa saja melakukan efisiensi. “Perusahaan-perusahaan besar ini akan memilih PHK, lalu kemudian akan mengurangi produksi, padahal demand masih sangat tinggi” kata Didin.

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, pada perdagangan 27 Maret 2025 rupiah mencapai 16.566 per dolar. Sementara itu, data Bloomberg menyebutkan pada Kamis, 3 April 2025, rupiah telah menembus 16.745,5 per dolar AS.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus