Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IKHTIAR pemerintah mengubah mekanisme penyaluran bantuan sosial dari tunai menjadi nontunai masih terganjal tarik-ulur regulasi. Perbankan bersedia menyalurkan dana bantuan sosial dengan syarat masa endap dana dinaikkan menjadi 30 hari. Masalahnya, syarat itu membentur tembok lantaran Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254 Tahun 2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian/Lembaga mewajibkan bank atau lembaga penyalur mendistribusikan bantuan paling lama 15 hari sejak dana diterima dari kas negara.
Koordinator Kelompok Kerja Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Elan Satriawan menuturkan, permintaan tersebut diajukan oleh perbankan untuk mengkompensasi peraturan pemerintah lainnya yang melarang siapa pun memotong dana bantuan sosial. Sementara itu, di sisi lain, perbankan harus merogoh kocek untuk pengadaan infrastruktur pendukung penyaluran bantuan. "Mereka kemudian mengusulkan supaya diperbolehkan mengambil manfaat dari duit yang disimpan di bank. Caranya dengan menambah masa simpan," kata Elan, dua pekan lalu.
Berdasarkan hitung-hitungan Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara), selama 30 hari, bantuan yang totalnya Rp 148 triliun itu bisa diputar di berbagai instrumen keuangan jangka pendek, seperti pasar uang antarbank dan fasilitas deposito Bank Indonesia. Dari kegiatan investasi tersebut, diperkirakan Bank BRI, Mandiri, Bank BNI, dan BTN sebagai bank-bank penyalur bisa meraup pendapatan Rp 102,3 miliar. Setelah dikurangi biaya seperti pencetakan kartu, pengadaan mesin electronic data capture, dan sosialisasi, laba yang dikantongi masih tersisa Rp 20,9 miliar.
Namun, hingga Kamis pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani belum bisa memastikan nasib aturan perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254. "Nanti saya coba cek dulu," ujarnya di gedung parlemen. Seorang pejabat di lingkungan Istana menyatakan wajar jika revisi aturan tersebut tak segera diteken. Penyebabnya, peraturan tersebut berkaitan dengan bantuan sosial yang kerap menjerat pemangku kebijakan dengan pidana korupsi. "Bahkan Menteri Keuangan sudah angkat tangan dan meminta Presiden yang memutuskannya," dia mengungkapkan.
Seorang pejabat di Kementerian Sosial juga mengatakan penentuan mekanisme penyaluran bantuan sosial nontunai sejak awal memang berbelit dan melalui perdebatan panjang. Akibatnya, meskipun sudah dikampanyekan Jokowi pada November 2014, rencana ini belum terwujud. Padahal mekanisme baru penyaluran diharapkan dapat memperbaiki sistem Kartu Keluarga Sejahtera, yang terkenal dengan antrean panjangnya. Pemerintah, ucap dia, juga sudah menggelar tender penyaluran bantuan nontunai bagi perbankan. Namun, hingga tender ditutup pada 1 Mei 2016, tak satu pun bank yang berminat.
Direktur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Mohammad Irfan menyebutkan mekanisme baru penyaluran bantuan sosial memaksa perbankan mencari dana ekstra untuk membangun infrastruktur pendukung. "Itu kan ada biayanya semua. Kalau tak boleh memungut biaya, setidaknya kami bisa mengambil dari pengendapan," ujarnya. Jika izin diperoleh, uang yang mengendap akan diinvestasikan ke berbagai instrumen investasi jangka pendek, seperti pasar uang. Ketua Umum Himbara Asmawi Syam tak mau banyak berkomentar mengenai usul tersebut. "Pokoknya kami ikut saja. Kami kan hanya pelaksana."
FAIZ NASHRILLAH, AGUS SUPRIYANTO, ANGELINA ANJAR, AYU PRIMA SANDI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo