Surat utang (bond) lazimnya diterbitkan perusahaan besar di luar sektor perbankan sebagai upaya penambahan modal untuk ekspansi usaha. Nusa Bank justru membalikkan kelaziman itu. Sejak deregulasi perbankan melalui Pakto 88, baru kali ini ada bank di Indonesia yang mencari tambahan modal lewat penerbitan surat utang. Jumlah dana yang direncanakan Nusa Bank tergaet lewat bond itu adalah Rp 50 miliar. Tapi Presiden Direktur Nusa Bank, Bangun Sarwito Kusmuljono, belum bisa memastikan suku bunga surat utangnya itu mengambang atau terpateri (fixed). Menerbitkan surat utang memang jadi alternatif untuk memperoleh tambahan modal, ketika untuk jual saham ke bursa efek belum memungkinkan, seperti pasar lagi lesu atau manajemen belum siap. Bagi perbankan, bond bahkan bisa lebih menguntungkan daripada memanfaatkan dana pihak ketiga melalui deposito. Soalnya, surat utang lazimnya memiliki jangka waktu lebih lama, sedangkan deposito paling banter 6 sampai 12 bulan. Banyaknya bank di Indonesia yang mengalami kesulitan likuiditas, akibat mengandalkan dana jangka pendek untuk memberikan kredit jangka panjang, telah mengilhami direksi Nusa Bank mengandalkan bond, yang jatuh temponya bisa 3 sampai 5 tahun. Nusa Bank, salah satu anak perusahaan Grup Bakrie, akhir Desember 1992 telah berhasil meningkatkan asetnya menjadi Rp 250 miliar, sekalipun baru tiga tahun beroperasi. Menurut koran Singapura, Business Times, Kamis pekan silam, untuk mempercepat pertumbuhan usaha, Nusa Bank tengah mencari kemungkinan melakukan akuisisi atas bank lain. Dan penerbitan bond ini merupakan langkah awal sebelum jual saham ke Bursa Efek Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini