Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Warga Rempang Mengadu ke DPR Suarakan Penolakan tehadap Rempang Eco City

Warga Rempang yang masih bertahan menolak penggusuran juga menolak transmigrasi lokal.

28 April 2025 | 15.15 WIB

Perwakilan warga Pulau Rempang, Batam, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) setelah mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 28 April 2025. Dalam RDPU tersebut, AMAR-GB menyampaikan mayoritas warga Rempang tetap menolak rencana relokasi dalam bentuk apapun, termasuk program transmigrasi lokal yang ditawarkan pemerintah terkait proyek Rempang Eco City. Mereka bersikeras ingin mempertahankan kampung halaman dan tidak ingin direlokasi, bahkan dengan janji kompensasi atau insentif. Tempo/Riri Rahayu
material-symbols:fullscreenPerbesar
Perwakilan warga Pulau Rempang, Batam, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) setelah mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 28 April 2025. Dalam RDPU tersebut, AMAR-GB menyampaikan mayoritas warga Rempang tetap menolak rencana relokasi dalam bentuk apapun, termasuk program transmigrasi lokal yang ditawarkan pemerintah terkait proyek Rempang Eco City. Mereka bersikeras ingin mempertahankan kampung halaman dan tidak ingin direlokasi, bahkan dengan janji kompensasi atau insentif. Tempo/Riri Rahayu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Warga Pulau Rempang terdampak proyek Rempang Eco City yang tergabung dallam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) mengadu ke Komisi VI DPR RI, pada hari ini, Senin, 28 April 2025. Mereka menyampaikan sejumlah masalah terkait dengan konflik agraria yang terjadi akibat Proyek Strategis Nasional (PSN) era Presiden Jokowi itu.

Koordinator AMAR-GB Ishaka alias Saka menyampaikan sanggahan atas klaim BP Batam soal jumlah warga yang bersedia direlokasi. Sebelumnya, dalam rapat BP Batam bersama Komisi VI pada 2 Desember 2024, BP Batam mengklaim ada 433 KK dari 991 KK sudah mendaftar relokasi.

“Data-data yang disampaikan BP Batam kepada Komisi VI itu sebenarnya berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangann,” kata Saka.

Saka mengatakan AMAR-GB telah melakukan pendataan manual. Hasilnya, dari lima titik kampung yang terdampak proyek Rempang Eco City tahap I, hanya ada 700 KK. Jumlah KK yang mau direlokasi pun hanya 162. Sementara itu, 518 KK alias jumlah mayoritas warga masih bertahan dan menolak relokasi. “Ini data ril. Kami turun langsung di lapangan,” ujarnya.

Saka mengatakan warga Rempang tidak mau digusur, direlokasi, atau dipindahkan dari kampung halamannya. Ia berujar, relokasi tidak akan sebanding dengan kehidupan warga saat ini yang harus ditinggalkan.

“Rumah relokasi hanya tukar guling dari aset yang ditinggalkan. Bukan dikasih gratis,” kata dia.

Warga Rempang yang masih bertahan menolak penggusuran, ujar Saka, juga menolak transmigrasi lokal. Terlebih, menurut dia, narasi transmigrasi itu membingungkan. Meskpun Menteri Transmigras Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara berulang kali menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan memaksa masyarakat untuk relokasi maupun mengikuti transmigrasi.

“Membangun (kawasan) transmigrasi pada intinya merelokasi masyarakat. Kalau masyarakat tidak dipaksa, tidak dipindah, skema program transmigrasi macam apa yang akan dilakuka?” ucap Saka.

Warga pun menilai transmigrasi lokal hanya bahasa penghalusan dari pemerintah untuk mengganti diksi penggusuran atau relokasi. “Pada intinya, meminta warga pindah dari kampung halamannya,” tuturnya.

Dalam forum audiensi di Komisi VI, AMAR-GB juga menyampaikan tujuh tuntutan berikut:

  1. Batalkan PSN Rempang Eco City
  2. Hentikan kekerasan, kriminalisasi, dan tegakkan hukum seadil-adilnya
  3. Keluarkan PT MEG dari Pulau Rempang, hentikank kekerasan dan premanisme
  4. Pulihkan hak-hak masyarakat
  5. Hentikan solusi-solusi palsu pembangunan masyarakat
  6. Cabut aturan-aturan yang tidak berpihak kepada masyarakat
  7. Berikan pengakuan hak atas tanah masyarakat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus