Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam beberapa waktu terakhir, rekomendasi saham emiten konstruksi menjadi salah satu topik yang banyak menyorot perhatian publik. Dalam masalah ini, ada perbedaan pandangan antara investor kenamaan Indonesia Lo Kheng Hong dan Yusuf Mansur, ustad yang juga aktif memberikan rekomendasi saham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pertama, Lo Kheng Hong mengatakan bahwa dirinya tak pernah membeli saham emiten infrastruktur. Alasannya, emiten di sektor ini cenderung memiliki utang dalam jumlah besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya takut beli perusahaan infrastruktur, utangnya bisa Rp 50 triliun, ngeri banget. Tidak berani saya," ungkap Lo Kheng Hong, dikutip dari Bisnis.com pada Senin, 18 Januari 2021.
Lo Kheng Hong mencontohkan saham emiten seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI). Tak satupun saham ini dikoleksinya karena pertimbangan utang perusahaan tersebut.
Sementara sebelumnya, Yusuf Mansur mengajak investor untuk membeli perusahaan konstruksi seperti Waskita Karya, dan sederet emiten BUMN lainnya. Yusuf Mansur mengatakan saham Waskita bakal langgeng pada 2021.
"Yg udah megang Waskita, pegangin. Asli, insyaaAllah bakal langgeng di 2021. Aaamin. Juga BUMN yg lain. Pegangin aja. Jadi Owner lah. Bismillaah. Bukan taking profit," tulis Yusuf dalam dalam akun twitter, Rabu, 30 Desember 2020.
Selama ini, bos Paytren Group ini memang sering memberikan rekomendasi saham untuk memiliki perusahaan, bukan untuk mengejar keuntungan semata. Ia membagikan pandangan ini dengan konsep mansurmology.
Yusuf mengakui ada perbedaan pandangan ini, terutama karena ditanyakan oleh pengikutnya di media sosial. Tapi, ia menanggapi santai. "Ikutin beliau yang bicara fundamental, hehehe, kalo saya mah kan apalah. fundamental hati, kebaikan, amal saleh, akhirat banget," kata dia.
Sehingga, rekomendasi saham selama ini seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk hingga PT BRI Syariah (Persero) Tbk juga didasari atas niat untuk memiliki perusahaan. Ketika harganya di pasaran naik, Yusuf Mansur memilih untuk tidak menarik dana dari penjualan saham emiten tersebut.