Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kata dokter, testis aku lebih besar daripada ukuran normal seusiaku." Remaja berusia 14 tahun itu tanpa sungkan mengungkap hal tersebut saat kami temui di rumahnya, di kawasan Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu sore pekan lalu. Ia masih ingat, dokter Aman B. Pulungan, ahli endokrinologi anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, membandingkan testisnya dengan alat serupa tasbih. Namun ukuran bola-bolanya bervariasi. Dokter menyebut alat pengukur volume testis ini sebagai orkidometer Prader.
Volume testis Joko yang besar sebelum waktunya ketahuan dalam pemeriksaan pertama, September 2011. Saat itu, usianya baru 12 tahun. Aman menduga pembesaran itu sudah terjadi sejak beberapa tahun sebelumnya. Bisa saja terjadi sebelum usia pasien sembilan tahun, tapi orang tuanya tidak mengetahui hal itu. Ibunya mengiyakan dugaan tersebut. Ia menyatakan, anak sulungnya malu, bahkan marah, jika hendak dilihat kemaluannya, termasuk oleh bapaknya sendiri.
Pubertas dini adalah fenomena berkembangnya ciri-ciri seks sekunder pria yang terjadi sebelum usia sembilan tahun, sesuai dengan pedoman yang disepakati para dokter. Selain testis membesar, anak-anak pengidap sudah tumbuh rambut kemaluannya, mukanya berjerawat, dengan tinggi badan melebihi anak sebayanya. Diagnosis pubertas dini semakin kuat setelah usia tulang anak tersebut dicek. Hasilnya, umur tulangnya lebih tua dua tahun dibanding umur biologisnya.
Karena tak ada masalah lain, seperti kelainan di otak atau di kelenjar adrenal, Joko masuk kategori pubertas dini sentral yang tidak ditemukan penyebabnya (idiopatik). Ada yang menyebut jenis ini sebagai variasi pubertas normal.
Pubertas sentral terjadi karena ada masalah pada sistem penghambatan hormon yang diproduksi otak atau kelainan pada hipotalamus, sehingga produksi hormon pelepas gonadotropin (gonadotropin-Âreleasing hormone, GnRH) sedikit. Gonadotropin adalah hormon yang merangsang pertumbuhan dan aktivitas gonad—organ yang membuat sperma dan sel telur.
"Pasien baru pubertas dini variasi normal hampir saban pekan saya dapatkan," kata Aman. Biasanya, orang tua datang terlambat membawa jagoannya ke dokter karena tak mengenali tanda-tanda pubertas dini. Keterlambatan ini akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan, khususnya yang berkaitan dengan tinggi badan si anak. "Temuan kasusnya makin meningkat," ujarnya.
Sejatinya, tak hanya di Indonesia, kecenderungan pubertas dini pada anak laki-laki juga terjadi di Amerika Serikat. Hasil penelitian Marcia Herman-Gidden dan kawan-kawan dari University of North Carolina's School of Public Health menunjukkan hal itu.
Seperti dilansir jurnal Pediatrics edisi November tahun lalu, pubertas anak laki-laki di Negeri Abang Sam maju enam bulan sampai dua tahun dari standar pubertas yang ditulis dalam buku-buku teks. Selama ini kalangan dokter memakai patokan bahwa pubertas pada laki-laki lazim terjadi pada usia 9-10 tahun.
Penelitian yang berlangsung pada 2005-2010 itu melibatkan lebih dari 4.100 anak laki-laki berusia 6-16 tahun. Butuh waktu lama untuk merampungkan studi ini karena tak gampang mengidentifikasi pubertas dini pada laki-laki. Sebagai pembanding, pubertas dini pada perempuan bisa dikenali dengan tumbuhnya payudara dan terjadinya menstruasi.
Setelah meneliti data ribuan responden itu, akhirnya tim peneliti mengambil kesimpulan bahwa penanda paling awal terjadinya pubertas dini pada laki-laki adalah pembesaran testis, disusul tumbuhnya rambut di kemaluan. Sebanyak 9 persen responden kulit putih mengalami pembesaran testis pada usia 6 tahun, sedangkan pada responden berkulit hitam hampir 20 persen. Rambut kemaluan mulai tumbuh sekitar satu tahun setelah pembesaran testis.
Para ahli di Amerika, juga di Indonesia, menduga percepatan pubertas terjadi karena faktor meroketnya angka penderita obesitas dan kurang gerak. Juga karena faktor lingkungan dan paparan zat kimia tertentu dalam makanan dan minuman, seperti monosodium glutamat (MSG). Namun semua itu masih praduga dan belum ada bukti yang kuat. "Karena kasusnya semakin banyak, ya, kami curiga ke arah itu," kata Aman.
Selain pubertas dini sentral, kasus yang berulang kali ditangani Aman adalah pubertas perifer. Ini adalah pubertas dini yang tidak dipengaruhi oleh hormon GnRH. Pemicunya bisa berupa kelainan kelenjar adrenal (berada di atas ginjal), tumor testis, atau tumor otak. Inilah jenis pubertas yang dialami oleh Reksa Adzanta, kini 13 tahun.
Karena ia mengidap hiperplasia adrenal kongenital, sejak kecil ukuran testis dan penisnya lebih besar daripada anak sebayanya. Penanda kelainan ini adalah berlebihnya produksi hormon androgen, yang bertanggung jawab terhadap pengembangan karakteristik laki-laki. Saat kelas III sekolah dasar, rambut kemaluannya sudah lebat dan ukuran penisnya sekitar 7 sentimeter. Menurut Achmad Bustani, ayahnya, volume testis Reksa sama dengan biji terbesar orkidometer, laiknya orang dewasa, yakni 25 mililiter.
Varian pubertas dini sentral juga bisa terjadi akibat tumor otak. Kasus ini sempat ditemui dokter Aditiawati, ahli endokrinologi anak dan remaja FK Universitas Sriwijaya-RS Moh. Hoesin Palembang. Pasien laki-laki itu baru berumur 4 tahun, tapi perawakannya sudah seperti anak 7-8 tahun. Selain testis dan penis lebih besar, bulu kemaluannya sudah tumbuh.
"Bila anak cepat tinggi dibanding teman sebayanya, orang tua perlu waspada. Periksa tanda-tanda pubertasnya," ujar Aditiawati. Bila ada tanda-tanda pubertas dini, langkah terbaik adalah memeriksakannya ke dokter ahli endokrinologi. Ia menegaskan, sekitar 2,5 persen dari seluruh populasi akan memulai pubertas di luar kisaran pubertas normal, di antaranya terjadi pubertas dini.
Jika diagnosis pubertas dini sudah bisa dipastikan, ahli endokrinologi akan menentukan pengobatannya. Menurut Aditiawati, terapi dilakukan untuk menghilangkan penyebabnya. Pada sebagian besar kasus yang penyebabnya tidak diketahui, pengobatannya bersifat simtomatis dan suportif. Dengan pengobatan yang tepat, kemajuan perkembangan seksual yang terlalu cepat bisa ditangguhkan atau direm sehingga sesuai dengan umur biologis pasien. "Pengobatan juga bertujuan mencegah penutupan tulang sebelum waktunya agar pasien tidak menjadi manusia yang pendek," kata Aditiawati.
Pada pasien pubertas dini dengan gangguan adrenal, Aman menambahkan, pengobatan dilakukan dengan pemberian tablet hidrokortison seumur hidup. Sebab, awalnya ia tak memiliki hidrokortison sehingga testosteronnya tinggi. Pada pasien tumor otak, ya, tumornya diangkat jika memungkinkan. Nah, pada pasien variasi normal, pengobatan dilakukan dengan pemberian analog GnRH, seperti dijalani Joko.
Meski mengalami percepatan pertumbuhan di usia lebih muda, pertumbuhan itu berhenti lebih cepat. Ini membuat anak-anak yang menderita pubertas dini pada masa dewasanya bertubuh lebih pendek. Dia seperti pelari sprint yang menyalip di awal tapi kehabisan napas dan disalip oleh para pelari maraton.
Agar tidak menjadi manusia pendek, menurut Aman, pengobatan bisa dilakukan dengan syarat belum terlambat. Misalnya pasien memiliki umur tulang 14 tahun, padahal usia biologisnya 11 tahun, hal itu masih bisa ditangani. Namun, kalau sudah telat, misalnya datang pada saat usia biologisnya 11 atau 12 tahun dan usia tulangnya 15 atau 16 tahun, ia angkat tangan.
"Mau diapain lagi? Pertumbuhan tulangnya sudah mentok," ujar Aman. Nah, agar deteksi dini bisa didapat, orang tua, terutama ayah, harus bisa menjadi teman bagi anak. Dengan cara itulah anak akan bisa terbuka dan bercerita jika ada sesuatu yang berbeda dengan pertumbuhan organ kemaluannya. Tentu saja, Aman menegaskan, "Agar bisa nyambung, si bapak juga harus tahu tentang pubertas dan pubertas dini."
Dwi Wiyana
Tanda-Tanda Pubertas Dini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo