Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Seharusnya KPU Tak Menyerah

Komisi Pemilihan Umum tak meminta kasasi meski putusannya dimentahkan pengadilan tinggi tata usaha negara. Bisa jadi preseden buruk.

24 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilihan umum masih setahun lagi, tapi sudah tampak sejumlah alasan untuk waswas. Data pemilih masih acak-acakan, juga berbagai aturan kampanye yang rawan disalahgunakan. Yang terbaru, Senin pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum membuat blunder: lembaga penyelenggara pemilu itu mengakui kekalahannya di pengadilan tinggi tata usaha negara.

Apa pun dalihnya, keputusan Komisi untuk tidak mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung bagai "menepuk air di dulang, tepercik ke muka sendiri". Dengan menerima putusan pengadilan itu, KPU seolah-olah mengakui bahwa proses verifikasi partai yang mereka lakukan memang bermasalah. Adalah keliru untuk ­berasumsi bahwa konsekuensi keputusan KPU ini hanya akan berhenti pada lolosnya Partai Bulan Bintang menjadi peserta pemilu.

Dampak berantai dari sikap KPU ini bisa teramat panjang. Tak perlu menunggu lama, Kamis pekan lalu, konsekuensi ­putusan ini sudah tampak. Pengadilan tinggi tata usaha negara memenangkan gugatan partai lain: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Komisi tak punya pilihan selain memperlakukan PKPI sama dengan PBB: meloloskannya menjadi peserta pemilu. Memang, Komisi berkilah mereka menerima putusan pengadilan dalam kasus PBB demi alasan pragmatis semata. Jika KPU meminta kasasi, putusan Mahkamah Agung paling cepat baru turun bulan depan. Padahal dua pekan lagi semua partai peserta pemilu harus menyetorkan daftar calon legislator sementara. Agar hak PBB—dan PKPI, yang hampir pasti juga lolos—menyetorkan daftar calon tak terusik, KPU memilih menyerah.

Alasan itu sekilas terdengar masuk akal, bahkan mulia, tapi sebetulnya tidak. Cara berpikir semacam itu justru menandakan Komisi tidak yakin pada dirinya sendiri. Sikap seperti inilah yang menerbitkan keprihatinan. Kalau ditinjau ke belakang, KPU sudah melakukan proses verifikasi untuk partai peserta pemilu sejak September tahun lalu. Miliaran rupiah digelontorkan, ribuan orang dikerahkan, untuk memeriksa layak-tidaknya 34 partai yang mendaftar jadi peserta pemilu.

Dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai pusat, petugas KPU memeriksa jumlah anggota dan pengurus partai, status kepemilikan kantor atau sekretariat mereka, serta keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai. Metodenya tak terlampau rumit, dan partai punya banyak kesempatan untuk mengoreksi hasil verifikasi. Hasil verifikasi pun diumumkan di setiap tingkat, dan partai punya hak menyanggah.

Verifikasi administrasi KPU menyusutkan jumlah partai hingga menjadi 16. Kemudian verifikasi faktual, yang hasilnya diumumkan Januari lalu, memastikan hanya sepuluh partai yang lolos menjadi peserta pemilu. Seluruh proses verifikasi itu tidak sepi dari gugatan. Pada tahap verifikasi administrasi, misalnya, 18 partai yang tak lolos menggugat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu—dan menang. Tapi, berbeda dengan sekarang, ketika itu Komisi tak pernah surut. Mereka gigih menjelaskan posisinya dan yakin apa yang mereka lakukan sudah sesuai dengan peraturan.

Keteguhan dan keyakinan KPU itu penting karena proses pemilu masih amat panjang. Sengketa soal verifikasi ini tak akan jadi yang terakhir. Semakin mendekati hari pemungutan suara, April 2014, rongrongan dan gugatan akan makin besar dan gencar. Jika KPU tak berwibawa, mudah digertak, dan cepat menyerah, sulit membayangkan hajatan besar demokrasi kita akan berlangsung mulus dan lancar.

Keteguhan dan keyakinan KPU itu penting karena proses pemilu masih amat panjang. Sengketa soal verifikasi ini tak akan jadi yang terakhir. Semakin mendekati hari pemungutan suara, April 2014, rongrongan dan gugatan akan makin besar dan gencar. Jika KPU tak berwibawa, mudah digertak, dan cepat menyerah, sulit membayangkan hajatan besar demokrasi kita akan berlangsung mulus dan lancar.

berita terkait di halaman 31

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus