KINOSHITA Yuji memegangi potret almarhumah istrinya. Di
sebelahnya seorang ibu menggandeng suami yang lumpuh di atas
kereta dorong. Mereka berbaur dengan ribuan demonstran yang
sedang menunjukkan perasaan di depan sebuah pabrik. Beginilah
pemandangan saban tahun dari orang-orang yang diduga jadi korban
obat mencret clioquinol di Jepang.
Penyakit perut ada di mana-mana. Dan clioquinol menjangkit ke
seluruh dunia. Akhir April lalu para penderita dan pejung
anti-obat mencret itu terbang pula ke Eropa menemui teman
senasib mereka. Demonstrasi pun berkobar di sana. Seratus orang
Jepang itu mampir ke pabrik farmasi Ciba-Geigy di Basel,
Swiss. Pabrik obat mencret yang punya cabang di berbagai negara
itu mereka tuntut supaya menghentikan produksi clioquinol.
Mereka menyerukan kepada pemerintah berbagai negara (termasuk
Indonesia) untuk membatasi distribusi obat itu secara ketat.
Di Jepang clioquinol mulai dipakai sejak tahun 1930-an.
Sedangkan efek sampingnya baru diketahui 20 tahun kemudian.
Menurut para penentangnya mengatakan: mereka yang ingin
menyembuhkan sakit perut ternyata mendapatkan penyakit yang
lebih parah berupa kerusakan sistem saraf yang bisa
mengakibatkan buta, kelumpuhan lambung dan mati. Dalam dunia
kedokteran penyakit itu disebut smon (Subacute Myelo Optic
Neuropathy)
Getir
Kematian yang diakibatkan smon datang secara perlahan tapi
getir. Mieko Hoshi, seorang gadis berusia 20 kena muntah-berak
setelah pulang melancong bulan April 1969. Setelah dia genjot
Clioquinol ia pun sembuh dan bisa bekerja kembali. Tapi
belakangan penyakit itu kambuh.
Di samping obat-obat injeksi, dokter memberi gadis Mieko
clioquinol merk Entero-Vioform. Obat anti mencret ini terus saja
ditingkatkan oleh dokter yang merawatnya, sampai ia tak bisa
membuka mulut lagi. Tanggal 24 Juli ia sudah tak kuasa berdiri
dan perutnya sudah tak berfungsi dengan baik. Sebulan kemudian
ia sudah tak bisa membaca tanda larangan merokok di dinding.
Bulan Oktober ia buta samasekali. Tubuhnya semakin kecil saja
dari tahun ke tahun. Sembilan tahun gadis itu terkurun di
ranjang kecil sampai ia meninggal.
Clioquinolkah yang merupakan penyebab utama smon? Prof. Inoue
dari Universitas Kyoto menyatakan, bahwa penyebab penyakit itu
sebenarnya virus. Tapi bantahan terhadap pendapat Inoue cukup
kuat, dan perkara ini dimajukan ke pengadilan oleh para
penderitanya. Yang dituntut produsen obat itu, seperti
Ciba-Geigy, Tanabe Seyaku Co. dan Takeda Chemical Industries.
Perkara ini berlangsung sejak 1971. Tiap kali mahkamah mengalami
kesulitan untuk memutuskannya. Karena pendapat yang pro dan
kontra clioquinol seimbang. Kemudian ada kesepakatan. Dikabarkan
47 penderita kelumpuhan akan mendapat uang US$ 5 juta, dan
membayar US$ 4.000 kepada keluarga 6 korban yang meninggal.
Delapan penderita yang sudah parah tiap bulan dapat bayaran US$
245 sampai US$ 410.
Ganti rugi? "Sama sekali bukan ganti rugi," demikian menurut
keterangan Dr. F.H Tshai, direktur medis PT Ciba-Geigy Pharma
Indonesia di Jakarta kepada wartawan TEMPO pekan lalu. Ketiga
pabrik obat raksasa di Jepang itu mau memberikan uang sejumlah
itu kepada penderita smon "hanyalah karena pertimbangan
perikemanusiaan."
Sampai Ke Dukuh
Tapi Tshai mengakui, bahwa bila obat sakit perut Entero-Vioform
(yang beredar di Indonesia sejak tahun 1940-an) ditelan tiga
minggu berturut-turut dalam dosis besar (750 mg atau 3 tablet
sehari), dapat timbul gejala yang mirip smon. Tapi, kata Tshai,
nampaknya mustahil seorang penderita menelan obat itu sampai
tiga minggu terus-menerus.
Betapa pun, para penentang obat mencret yang mengandung
clioquinol dari Jepang telah terbang ke Eropa untuk membujuk
agar WHO melarangnya. Negara-negara maju sudah memasukkan obat
itu ke dalam daftar obat keras, harus dengan resep. Tapi banyak
negara berkembang menjualnya sebagai obat bebas.
Di Indonesia clioguinol banyak di pasar bebas. Sampai pun ke
dukuhdukuh terpencil di gunung. Televisi mengiklankannya seperti
permen. Merknya Entero-Vioform, Entrosep, Koniform. Sulfa-plus,
Entroviosulfa, Libroform Entro Stop. Sanform, Nifural,
Viosulfon, Diarent, Mexaform dan Mebinol complex.
"Saya tak melihat kemungkinan pemerintah akan melarang
beredarnya obat anti diare seperti Entero-Vioform. Sebab selain
belum ada bukti penderita smon di Indonesia, jika dia ditarik
berarti penderita akan menelan obat yang putih keras," ulas
Tshai.
Mungkin tak perlu dilarang memang. Tapi apakah semua diare harus
dihajar dengan clioquinol? Menurut seorang dokter, penelitian
menunjukkan bahwa "60% diare bisa sembuh sendiri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini