Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Main sikut di kubu carter

Pertentangan antara vance & brzezinski mengenai politik luar negeri yang berakhir dengan pengunduran diri cyrus vance sebagai menteri luar negeri & diganti oleh edmund muskie.

10 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGAGALAN operasi Blue Light (Cahaya Biru) sekaligus membuka tabir pertentangan yang selama ini tersembunyi dalam kubu Presiden Jimmy Carter. Dalam surat permintaan berhenti (21 April) -- 4 hari sebelum operasi itu dilaksanakan, Menlu Cyrus Vance mengatakan bahwa ia tidak bisa mendukung rencana gerakan militer yang akan dijalankan Carter di Iran. Dan tindakan Vance ini semakin memperjelas kenapa pihak sekutu AS kebingungan melihat politik luar negeri AS selama ini. Cyrus Vance, 63 tahun, bekas pengacara di Wall Street, New York, dikenal sebagai tokoh yang rendah hati dan agak pemalu. Ia biasa dipanggil Cy. Presiden Johnson pada tahun l964 menunjuk Vance sebagai utusannya untuk membicarakan masalah Terusan Panama setelah terjadi kerusuhan di situ. Sejak itu karir diplomatiknya menonjol. Kemudian semasa perang saudara berlangsung di Republik Dominika tahun 1965, ia juga diutus ke sana. Begitu pula ketika terjadi sengketa antara Turki dan Junani mengenai Cyprus, Vance sekali lagi membawa misi AS. Tapi selama mengikuti keterlibatan AS di Vietnam dia berpikir apakah akan meneruskan karir diplomatiknya. Karena kekecewaannya yang begitu dalam, ia mengundurkan diri, Juni 1967. Namun Johnson menunjuknya lagi sebagai utusan dalam perundingan masalah Vietnam di Paris. Tahun 1969, Vance akhirnya kembali ke pekerjaannya semula sebagai pengacara. Ia rupanya lebih suka terlibat dalam masalah domestik ketimbang mencampuri lagi urusan Vietnam yang pada waktu itu banyak dikritik masyarakat Amerika. Vance kembali ke dunia diplomasi ketika Presiden Carter tahun 1977 menunjuknya sebagai Menteri Luar Negeri. Secara kebetulan ia adalah anggota Trilateral Commission. Lembaga ini didirikan tahun 1973 dan dibiayai oleh David Rockefeller, tokoh perbankan dari Chase Manhattan, untuk mendiskusikan masalah hubungan internasional. Para anggotanya adalah tokoh ternama dalam bisnis multinational corporation dan politisi terkemuka dari Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang. Termasuk Jimmy Carter, Wolter Mondale, Zbigniew Brzezinski dan Harold Brown. Salah satu anggotanya dari Jepang adalah Masayoshi Ohira, sekarang Perdana Menteri. Memang ketika Vance ditunjuk sebagai Menlu, Brzezinski menjadi penasihat keamanan nasional dan Brown sebagai Menteri Pertahanan dalam pemerintahan Carter, ada banyak sorotan ke arah perkomplotan Trilateral ini. Namun dalam perjalanannya suatu pertentangan rupanya tidak bisa dihindari. Dan inilah yang kemudian membayangi kesan bahwa politik luar negeri AS berjalan zig-zag yang membingungkan sekutu. Pertentangan secara diam-diam ini sebenarnya berlangsung antara Vance dan Brzezinski. Secara terang-terangan Brzezinski pernah mengemukakan ambisinya untuk menempati kedudukan Vance. Bahkan ia pernah mengatakan State Departement (Deplu) mencoba mengklaim suatu hasil dari kebijaksanaan yang bukan dibuat Vance dengan cara membocorkannya melalui pers. Tapi Vance rupanya lebih suka diam terhadap segala macam siasat Brzezinski ini. Cuma pada perkembangan kemudian antara Deplu AS dan Gedung Putih, Istana Presiden dan tempat Brzezinski juga berkantor, timbul semacam perbedaan. Misalnya, ketika rezim Syah Iran sedang guncang (tahun 1978) Carter mengirim Jenderal Robert E. Huyser ke Teheran. Brzezinski menginginkan agar Huyser menunjukkan dukungan terhadap Syah. Dan agar mendesak Syah mengambil tindakan tegas terhadap kaum perusuh. Dari Deplu, Vance menginginkan yang lain. Dia justru mendesak Huyser membuat kontak dengan kalangan oposisi untuk mempersiapkan jalan bila Syah terguling. Sedang Carter, menurut suatu studi tentang misi Huyser oleh New York Times memilih posisi tengah. Semua ini berakhir dengan AS kehilangan Syah dan tidak mendapat kepercayaan dari mereka yang menggulingkannya. Zbigniew Brzezinski lahir di Warsawa, Polandia, tahun 192. Anak seorang penjahit yang berimigran ke AS, ia baru tahun 1949 menerima kewarganegaraan AS. Sebagai seorang ahli tentang Rusia, doktor tamatan Universitas Harvard ini dikenal menganut garis keras yang dogmatik. Bahkan sempat Brzezinski membiarkan dirinya dipotret ketika meninjau Khyber Pass, dekat perbatasan Pakistan-Afghanistan. Sikapnya itu membingungkan sekutu AS. Berbeda Paham Brzezinski cukup gesit dalam memasukkan pengaruhnya di Gedung Putih. Sebagai penasihat keamanan nasional, setiap pagi ia memberikan brifing tentang situasi internasional kepada Presiden Carter. Sebaliknya, Carter menggariskan bahwa satu-satunya juru bicara pemerintah mengenai masalah internasional adalah Vance. Brzezinski masih cukup berani menguji keputusan Carter itu. Pada musim gugur 1978, Brzezinski secara dramatis menyatakan bahwa keterlibatan Soviet dalam konflik di Tanduk Afrika telah melanggar aturan peredaan ketegangan. Hal ini sempat membuat Carter berang. Sekali lagi ia mengingatkan bahwa hanya Vance yang jadi juru bicara pemerintah dalam soal internasional. Namun baik kalangan Gedung Putih maupun Deplu mengakui bahwa secara perlahan-lahan Brzezinski berhasil mengurangi kekuasaan Vance. Ketika Carter akan mengumumkan sanksi ekonomi terhadap Iran (7 April), Vance masih berhasil meyakinkan presiden itu agar menunda disertakannya larangan pengiriman bahan makanan dan obat-obatan. Tapi Vance sudah hampir terpencil dari Gedung Putih. Terutama akibat pertarungan Gedung Putih dengan Deplu mengenai masalah politik luar negeri. Dari kacamata Deplu, ini adalah pertarungan antara politik dalam negeri dan diplomasi. Sementara Gedung Putih melihatnya dari perspektif salah dan benar atau menang dan kalah. Politisi AS dan kaum diplomat sangat berbeda paham dalam melihat masalah politik luar negeri. Leslie H. Gelb, bekas Direktur Biro Urusan Politik-Militer, Deplu AS, menulis di New York Times "politisi tampaknya s,elalu menuntut hasil sekarang." Soalnya, seorang pemimpin politik kadang-kadang akan menemui suatu krisis yang tak terduga, sedang ia percaya bahwa tidak ada alternatifnya. Untuk itu ia menciptakan krisis buatan guna memperoleh hasil cepat. Sedang kaum diplomat, yang sudah terlatih berpikir jangka panjang, tidak segan untuk melakukan negosiasi dengan lawan. Mungkin inilah sebabnya mengapa Carter memutuskan untuk melaksanakan operasi 'Cahaya Biru'. Ia terlalu tertekan oleh poll pendapat umum yang secara terus menerus menginginkan pembebasan para sandera. Buat presiden yang sedang bersiap untuk dipilih kembali, pendapat umum merupakan sandaran utama ketimbang saran para diplomat. Sebab itu pula kalangan pengamat melihat bahwa pengunduran Vance bukan semata-mata karena adanya perbedaan pendapat dengan Brzezinski. Tapi juga Vance berbeda pendapat dengan Carter sendiri. "Saya tahu betapa dalamnya anda mempertimbangkan keputusan tentang Iran. Saya ingin sekali bisa mendukung anda dalam hal itu. Tetapi karena alasanalasan yang sudah kita bicarakan, saya tak dapat," kata Vance dalam surat pengunduran dirinya kepada Carter. Sekarang beban yang sama akan dihadapi Menlu Edmund Sixtus Muskie, 66 tahun. Pekan lalu ia diangkat Carter sebagai pengganti Vance. Seperti Brzezinski, ia juga kelahiran Polandia. Dalam karirnya selama 22 tahun di Senat, Muskie cukup banyak terlibat dalam masalah hubungan internasional. Walaupun tidak berhasil, ia pernah berusaha menolak kenaikan yang besar bagi anggaran belana pertahanan. Dulu dikenal sebagai tokoh anti perang Vietnam, Muskie dibayangkan akan bisa melunakkan kelompok berhaluan keras yang mengitari Carter. Tapi kenalannya mengatakan bahwa ia lebih pragmatis dan kurang berideologi ketimbang Vance. Dan Brzezinski memuji pilihan Carter ini sebagai yang istimewa, karena mungkin -- seperti kalangan pengamat melihatnya -- Muskie bukanlah imbangan yang sepadan untuk melawan pengaruh Brzezinski. Kebetulan Muskie kurang dekat dengan presiden dan belum akrab dengan masalah yang sekarang ini dihadapi Carter. Yang jelas begitu diangkat jadi Menlu, Muskie langsung berucap. "Tanpa ada kesangsian lagi, presiden telah meyakinkan saya bahwa saya adalah juru bicara politik luar negeri."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus