BENARKAH Super Heporine Capsules membikin bayi cacat? Belum bisa
dijawab sekarang. Sekalipun batas waktu 4 bulan yang diminta
Departemen Kesehatan untuk membuktikannya sudah lewat. (TEMPO,
26 Januari 1980). SHC dilarang 8 Desember 1979. Sedangkan obat
tradisional pelancar haid temannya (Feminin Capsules, New
Hulingkie, New Hulingkie Syrup, Super Hulingkie Capsules dan
Super Ivorine) dilarang pula sebulan kemudian.
Namun sekarang terbuka kelemahan dr. Mohamad Aliwafa yang
melaporkan cacatnya 12 bayi karena ibu mereka meminum SHC. Tim
peneliti yang dikirim Depkes untuk melacak alamat pasien yang
terdaftar di Rumah Bersalin Tresnowati, Yogyakarta, ternyata
tersasar. Hanya seorang ibu saja yang berhasil ditemui.
Artex Advertising di Semarang, perusahaan iklan yang memegang
iklan SHC, kabarnya juga melakukan penelitian sendiri. Hasilnya
6 alamat palsu. Dua ibu yang sesuai dengan alamat membantah
meminum SHC. Dua lagi jawabnya meragukan. Hanya dua yang
terang-terangan mengaku. Satu di antaranya Nyonya Sujinah Muraji
yang berhasil ditemukan TEMPO di Kampung Miliran, Kecamatan
Umbulharjo.
Aliwafa sendiri mengakui kecolongan. "Saya tidak melakukan
recheck. Waktu dan tenaga terbatas," katanya kepada wartawan
TEMPO Mohamad Cholid. Sementara di rumah bersalin itu tidak ada
keharusan bagi pasien untuk menyerahkan KTP atau surat
keterangan lain.
Dengan pemalsuan alamat yang dilakukan oleh beberapa ibu itu,
apakah laporan Aliwafa menjadi tak berharga. Mungkin tidak.
"Laporan Aliwafa itu baru merupakan sinyalemen. Tapi sinyalemen
yang bernilai tinggi. Dia merupakan contoh dokter yang baik,
yang kita butuhkan," sambut dr. Iwan Darmansjah, kepala bagian
Farmakolozi FKUI, Jakarta.
Wanita Jakarta
Agaknya bisa dipermasalahkan mengapa Aliwafa terburu-buru
menganjurkan larangan terhadap obat memperlancar haid tadi.
Karena larangan tersebut mengakibatkan kerugian cukup besar buat
SHC yang beromset Rp 11 juta ditambah Rp 20 juta per bulan untuk
kelima obat yang lain. Tapi ketergesaan Aliwafa cukup beralasan
juga. Ia melihat angka 12 bayi lahir cacat dari 2.000 persalinan
setahun di klinik yang ia pimpin. Dan itu terlalu tinggi.
"Lagipula kalau kemudian ternyata tak terbukti, larangan 'kan
bisa dicabut," selanya.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Dr. Midian Sirait yang
kemudian datang menimpali, juga berpendapat begitu. Ia malahan
kurang menganggap penting membicarakan kerugian yang ditanggung
perusahaan. "Ah. . . itu tak seberapa. Kerugian lebih besar
kalau ternyata kapsul itu bikin bayi cacat," tukasnya.
Untuk membuktikan benar tidaknya laporan Aliwafa dari Yogyakarta
itu, Midian Sirait minta waktu sampai Juni. Tapi agaknya
pengunduran itu pun masih belum cukup juga. Iwan Darmansjah yang
ikut melakukan penelitian (di samping Universitas Airlangga,
Surabaya), minta waktu sampai akhir tahun.
Penelitian yang dilakukan di Bagian Farmakologi FKUI dan
dipimpin dr Iwan Darmansjah itu meliputi percobaan terhadap
tikus yang baru berlangsung sejak awal April. Tikus-tikus betina
dijodohkan. Pada kehamilan 7 sampai 15 hari ke mulut si induk
tikus dicekokkan SHC. Baru pada kehamilan hari ke 19 kandungan
tikus itu dibedah lantas dikeluarkanlah si cindil.
Sebenarnya masa mengandung tikus 21 hari. Tapi, menurut cerita
Iwan, kalau ditunggu-sampai lahir sendiri, orok tikus yang cacat
akan dimakan induknya. Di seberang ruangan kerja Iwan Darmansjah
ditemukan ratusan bayi tikus yang sudah diawetkan. "Sampai saat
ini saya pribadi berpendapat rasa-rasanya ada kelainan yang bisa
menyebabkan cacat yang ditimbulkan Super Heporine," katanya
memberi isyarat seraya menunjuk pada tumpukan tabung plastik
berisi anak tikus yang mati.
Selain percobaan terhadap tikus, dilakukan pula penelitian
ret1ospective. Berupa pengamatan terhadap bayi-bayi yang lahir
sekarang ini di beberapa klinik. Sebab menurut keterangan,
wanita akarta paling banyak minum SHC dibandingkan dengan
daerah lain. Termasuk Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini