Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Agar Tak Perlu Lagi Ke Hong Kong

Indonesia segera menyelesaikan pembangunan laboratorium tingkat pengamanan 3. Keahlian peneliti kian terasah.

6 Maret 2006 | 00.00 WIB

Agar Tak Perlu Lagi Ke Hong Kong
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Bangunan berlantai enam di belakang kompleks perkantoran di Jalan Percetakan Negara No. 29, Jakarta, itu masih jauh dari selesai. Baru lantai satu dan dua saja yang bisa difungsikan, itu pun belum optimal. Sisanya masih berupa tiang beton- dan lantai kasar berdebu. Di lantai enam, kayu bekas pembangunan tampak bertumpuk di sana-sini.

”Di lantai enam, kami akan bangun laboratorium dengan tingkat pengamanan 3,” kata Dr. Erna Tresnaningsih, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembang-an Biomedis dan Farmasi, Departemen Kesehatan. Di kalangan peneliti, tingkat pengamanan seperti itu lazim disebut biosafety level 3 (BSL-3).

Di laboratorium itulah nanti para ilmu-wan bisa meneliti berbagai agen penyakit yang berpotensi menyebabkan penyakit serius atau malah menimbulkan kematian sebagai akibat terpapar melalui inhalasi, contohnya Micobacterium tuberculosis dan Coxiella burnetii. Dalam kasus terbaru yang makin meruyak di negeri ini, ya, virus flu burung alias avian influenza.

Hingga saat ini, untuk meneliti kasus-kasus flu burung, peneliti Indonesia baru bisa bekerja di laboratorium dengan tingkat pengamanan 2 (BSL-2). Laboratorium seperti ini lazimnya dipakai untuk meneliti agen penyakit yang potensi bahayanya sedang (menengah).

Agar tak menimbulkan kegawatan, deteksi keberadaan virus flu burung pada seseorang hanya dilakukan dengan virus mati, antibodi, dan bahan genetik virus. Dr Endang R. Sedyaningsih, peneliti flu burung, anak buah Erna, menyebutkan, metode yang dipakai ialah- Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan pemeriksaan darah.

Tindakan mengisolasi dan membiakkan virus hidup tak diperbolehkan. Soal-nya, tingkat pengamanan laboratorium belum memenuhi syarat. Tanpa peng-amanan yang paripurna, jika sampai terjadi kebocoran, virus flu burung justru akan menyebar ke mana-mana.

Itu sebabnya kebe-ra-daan laboratorium WHO di Hong Kong yang memiliki level pengamanan 3 menjadi penting. Di sana, virus flu burung bisa di-biakkan sehingga kepastian seseorang mengidap flu burung makin kuat, ”Sampel dari pasien Indonesia selalu dikirim ke Hong Kong,” kata Endang.

Hanya saja, ketergantungan pada la-boratorium di Hong Kong tentu tak bisa berlanjut terus. Apalagi, korban flu burung di Indonesia sudah semakin ba-nyak. Itu sebabnya, Erna berharap pembangunan laboratorium pengamanan 3 segera tuntas, termasuk gedung laboratorium terpadu di bawahnya.

Selain laboratorium BSL-3, gedung yang sama memang akan dipakai untuk sejumlah laboratorium, seperti para-sitologi, bakteriologi, virologi, dan seba-gainya. ”Makin cepat bisa difungsikan, makin baik,” kata Erna.

Dibangun sejak dua tahun lalu, Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran, Departemen Kesehatan, Gunawan Setiadi, menyebut anggaran yang dibutuhkan untuk membangun gedung itu sekitar Rp 30 miliar. Meski sekarang terhenti, pembangunan diharapkan bisa selesai dan gedung bisa difungsikan akhir tahun ini.

Sebagai laboratorium- khusus, BSL-3 harus memenuhi persyaratan pengamanan yang ketat-. Sekadar contoh, Erna menjelaskan, ruangan harus beratmosfer negatif- sehingga semua kotoran dan kuman tak mengalir keluar; ada ruang-antara sebelum ke laboratorium; dan akses mesti sangat terbatas.

Yang tak kalah pen-ting, selain biological safety cabinet untuk kerja, juga harus ada pipa vakum dengan filter high efficiency particulate air (HEPA). Dengan begitu, jika ada agen mikrobiologi atau kuman yang lepas, akan terperangkap filter dan mati.

Soal kemampuan dan kualitas peneliti, khusus-nya virus flu burung, Er-na tak khawatir, sebab banyaknya kasus yang muncul membuat kete-ram-pilan mereka terasah. Bahkan di Singapu-ra dan Hong Kong, peneliti Indonesia diminta untuk mengajari peneliti setempat.

Dengan laboratorium BSL-3, jati diri virus flu burung, juga virus atau bakteri lain, akan banyak yang terungkap. Dari rangkaian asam deoksiribonukleat (DNA) virus flu burung bisa diketahui apakah pasien terinfeksi virus dari ayam lokal atau unggas liar dari luar. Bisa dicek pula apakah virus itu sudah bermutasi sehingga mudah ditularkan antarmanusia. Tak tertutup kemungkin-an, dari sana juga bisa diperoleh vaksin flu burung.

Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus