Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Aids: diskusi sebelum epidemi

Para ahli mengkhawatirkan penyebaran aids ke negara berkembang. di hotel hyatt aryaduta. Jakarta diselenggarakan seminar sehari tentang aids bertema "perkembangan terbaru aspek pengobatan & perawatan".

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AIDS sedang mengetuk pintu Asia. Ini kata Dr. Hafdan Mahler, pakar ilmu kesehatan masyarakat di negara berkembang WHO, dan pernah menjadi direktur jenderal organisasi kesehatan sedunia itu. Komentar ini dikutip Dr. Hamish Dyer, pakar WHO lainnya, pada seminar sehari tentang AIDS bertema "Perkembangan Terbaru Aspek Pengobatan dan Perawatan". Seminar ini diselenggarakan jurnal kedokteran Medika, Sabtu pekan lalu di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta. Dalam kesempatan itu, baik Dyer maupun dua pembicara lainnya, dr. ubairi Djoerbandan dr. Joebianto Judonarso, menyoroti kemungkinan penyebaran AIDS di negara-negara berkembang dan Asia, termasuk Indonesia. Joebianto, yang muncul sebagai pembicara pertama, kembali mengkaji AIDS (Aqired Immunedeficiency Syndrome). Ahli penyakit kulit dan kelamin itu mengingatkan, AIDS pada dasarnya bukan sejenis penyakit, melainkan keadaan hancurnya sistem pertahanan tubuh. Kematian datang karena tubuh tak mampu melawan penyakit, yang pada keadaan normal tidak membunuh manusia. Lebih rinci Joebianto menguraikan, hancurnya pertahanan tubuh itu tak lain rusaknya sel-sel limfosit T. "Dalam keadaan normal, sel limfosit T terutama bekerja menolak serangan virus, jamur, dan parasit lainnya," katanya. Maka, penyakit-penyakit yang membunuh pada AIDS umumnya penyakit yang diakibatkan mikro organisme ini. Joebianto menguraikan, penyakit yang ditimbulkan mikroorganisme sangat banyak, dan semu secara teoretis bisa membunuh bila seseorang kejangkitan AIDS. Sebagai ahli kulit dan kelamin, Joebianto mengetengahkan contoh penyakit kulit dan kelamin. Pada penderita AIDS, senantiasa ditemukan kanker kulit Sarkoma Kaposi, infeksi pada kelamin akibat virus herpes simplex dan infeksi tenggorokan - yang berjangkit karena oral sex - akibat Jamur Candida Albicans. Melanjutkan penjelasan Joebianto, Zubairi berkata penyakit yang menyerang penderita AIDS disebutkan infeksi oportunistik. Infeksi akibat mikroorganisme ini tidak bisa ditentukan, karena sangat bergantung pada keadaan dan lingkungan setempat. Hingga kinii radang paru-paru Pneumocystis Carinii sering ditemukan menyerang penderita AIDS di Amerika Serikat - 50% lebih. "Sebabnya, protozoa penyebab radang ini populasinya tinggi di Amerika Serikat," ujar ahli darah itu. "Kalau dibandingkan di Afrika, penyakit ini hanya menduduki tempat ketiga." Maka, penderita AIDS di Afrika mungkin saja terserang penyakit lain. Menurut Zubairi, di Haiti populasi mycobacterium tuberculosis, yang menyebabkan penyakit TBC, dikenal tinggi. Karena itu, pada kebanyakan penderita AIDS yang meninggal di Haiti, ditemukan TBC. Ini gejala menarik, karena ada dugaan kuat AIDS menyebar ke Amerika Serikat melalui Haiti. Ternyata, begitu sampai di AS, infeksi oportunistik yang ditemukan bukan TBC, melainkan Pneumonia Pneumoystis Carinii. Karena itu, Zubairi berpendapat, untuk mengantisipasi kemungkinan penyebaran AIDS ke Indonesia, para ahli sebaiknya mengkaji kemungkinan infeksi oportunistik di negara kita. "Para ahli mikrobiologi dan parasitologi sebaiknya meneliti bagaimana pola protooa Pneumoystis Carinii menyerang penderita AIDS. Pola ini bisa dijadikan standar untuk mengukur kemungkinan infeksi oportunistik akibat AIDS pada masyarakat kita," kata hematolog itu kepada Syafiq Basri dari TEMPO. Di Indonesia, penyakit infeksi terbesar yang harus diteliti kemungkinannya adalah infeksi tenggorokan, infeksi pencernaan, dan berbagai jenis infeksi akibat kekurangan gizi. Hamish Dyer, yang tampil sebagai pembicara terakhir, menjelaskan bahwa para pakar ilmu kesehatan masyarakat WHO sudah mulai memperhitungkan langkah-langkah menangkal penyebaran AIDS ke negara berkembang. "Dahulu AIDS diyakini hanya menyebar di kalangan homoseks, karena itu risikonya kecil di negara berkembang yang praktek homoseksnya kurang," kata Dyer. "Tapi sekaran data menunjukkan, penyebaran AIDS terjadi juga melalui heteroseks." Dyer menunjuk naiknya angka penderita AIDS heteroseks di AS, yang sampai 4% dalam waktu tiga tahun. Ini berarti, angka penderita AIDS heteroseks di masa kini sudah sama dengan seluruh penderita AIDS di AS tahun 1983. Kongres internasional tentang AID, November tahun lalu, menyimpulkan, penyebaran AIDS melalui hubungan heteroseksual sudah harus dianggap masalah serius. "Para pakar khususnya mengkhawatirkan keadaan d negara berkembang, yang para wanitanya tidak begitu memperhatikan masalah kesehatan kelamin," katanya. Lebih dari itu, menurut Dyer, banyak penyakit kelamin di negara berkembang tidak diobati secara tuntas. Akibatnya, mikroorganisme menjadi kebal dan sulit diberantas. Dyer berpendapat, sebaiknya negara berkembang tidak mengambil sikap, "AIDS adalah epidemi yang jauh di sana." AIDS, katanya, tak bisa dianggap remeh. Hingga kini seluk-beluk virus HIV penyebab AIDS belum tuntas diketahui karena variannya semakin banyak saja. "Di berbagai tempat virus itu ditemukan melakukan mutasi sekitar 1%," katanya. Merangkum seluruh hasil diskusi dr. Kartono Mohamad, pemimpin redaksi Medika, mengutarakan, diskusi AIDS tak harus menunggu epideminya. "AIDS bagi ilmu kedokteran adalah gejala luar biasa," katanya. Statistik menunjukkan, inilah epidemi yang punya penyebaran paling cepat dalam sejarah penyakit. Pertambahan insidensinya dan angka kematian yang dlakibatkannya susul-menyusul secara menakutkan. Pada gejala ini terlihat pula potongan evolusi mikroorganisme yang sangat mencemaskan. Perubahan Jenis ini membuat ilmu pengobatan dengan susah-payah mengejarnya. Di masa kini tanda-tanda sudah terlihat. Penaklukannya, kendati diusahakan secara besar-besaran, masih saja belum menunjukkan hasil positif. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus