Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Aksi musuh di luar selimut

Penyakit malaria yang makin kebal obat kini tidak hanya menyerang penduduk negara tropis, tapi juga menyerbu daratan eropa.

12 Juni 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSUH di luar selimut, yakni nyamuk malaria, bangkit dari tidurnya. Padahal, selama ini dikatakan, dunia sudah terbebas dari sengatan malaria. Sekarang, yang diserangnya tidak hanya penduduk di negara-negara tropis yang biasa menjadi tempat sarang nyamuk tapi juga Eropa Barat, seperti dilaporkan majalah Time pekan lalu. Ini berawal dari orang Eropa yang bekerja atau pelesir ke negara-negara gudang nyamuk malaria di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Ketika mereka pulang ke negaranya, tubuhnya sudah tercemar parasit malaria yang disebarkan lewat gigitan nyamuk Anopheles. Sengatan nyamuk itu bisa membawa parasit plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae. Parasit jenis pertama paling ganas di antara tiga jenis lainnya. Yang diserangnya adalah seluruh sel darah merah, sehingga nyawa bisa terenggut hanya dalam beberapa jam setelah muncul gejala pertama. Demamnya lama dan tidak beraturan, karena banyak sel darah merah yang rusak hingga menyumbat urat- urat darah yang memasok organ vital: ginjal, hati, dan otak. Jika parasit ini menyerang otak, penderita biasanya koma dan kejang-kejang, lalu tewas. Ternyata, para dokter di Eropa terlambat melakukan antisipasi. Tahun lalu, yang membuat laporan baru Inggris, Italia, dan Belanda. Ada 2.300 kasus, dan 20 di antara penderitanya tewas. Diperkirakan, kini ada sekitar 9.000 kasus malaria di daratan Eropa. Dokter di Eropa ada juga yang tidak terbiasa menghadapi penyakit yang berasal dari negara berkembang ini. Mereka tidak mengenali gejala malaria. Ketika menemukan penderita malaria, misalnya, mereka malah mendiagnosanya sebagai penyakit flu biasa, padahal yang terjadi jauh lebih berbahaya. Kalau yang bersarang parasit plasmodium falciparum, menurut Dokter Ron Behrens, pasien bisa pulang, tapi tiga hari kemudian tewas. Kegusaran dokter ahli penyakit tropika dari London itu beralasan. Sebab, parasit yang disebarkan nyamuk malaria kini makin bandel. Obat yang selama ini dianggap ampuh, seperti Kina dan Chloroquin, mulai diragukan khasiatnya. Begitu pula DDT, yang biasanya digunakan untuk memberantas sarang nyamuk, kini mulai tidak efektif lagi. Sekitar 70 spesies nyamuk Anopheles betina resisten terhadap DDT. Dan diperkirakan setiap tahun gigitan nyamuk ini menimbulkan sekitar 200 juta kasus penderita malaria, dan membunuh sekitar satu juta orang. Kebingungan mencari jalan memberantas penyakit malaria tampaknya bisa diredam dengan temuan obat malaria dari Cina. Penduduk di sana sudah lama mengenal qinghaosu. Kulit tanaman ini boleh dimakan sebagai obat demam. Belakangan, para ahli menemukan bahwa daunnya mengandung bahan aktif artemisinin, yang mampu melawan plasmodium falciparum. Tapi obat terbaru dari perasan daun qinghaosu ini baru bisa dipasarkan dua tahun lagi. Di Indonesia, malaria yang kebal obat juga meluas. Menurut Dokter Hadi Maryanto Abednego, obat Chloroquin mulai tidak mempan lagi mengobati penderita malaria di daerah tertentu, seperti di Aceh, Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. ''Kalau sudah demikian, perlu ada obat alternatif,'' kata Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman itu. Maka, biasanya dipakailah obat sulfadoksin dan perimetamin. Gatot Triyanto dan Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus