Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Virus corona baru, COVID-19, menyebabkan banyak kekhawatiran di masyarakat, alasannya karena banyak hal yang belum bisa diprediksi terkait penyebaran virus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marc Lipsitch, ahli epidemiologi penyakit menular dari Harvard University menjelaskan, “20 hingga 60 persen orang dewasa dipastikan akan terinfeksi penyakit COVID-19, namun tingkat fatalitas hanya 1 persen," demikian Vox, Senin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecepatan persebaran wabah virus memiliki konsekuensi tertentu. Ketika semua orang terinfeksi di waktu yang bersamaan, para ahli epidemiologi mengkhawatirkan sistem pelayanan rumah sakit akan kewalahan dengan lonjakan jumlah pasien terinfeksi virus corona.
Hal tersebut dapat dihindari dengan berbagai pencegahan seperti pembatalan acara publik, bekerja dari rumah, karantina diri dan jauhi keramaian. Bahkan beberapa negara di dunia seperti Indonesia telah menghentikan sebagian besar proses belajar mengajar. Hal ini diupayakan untuk memperlambat persebaran virus.
Dr. Siouxsie Wiles, seorang ahli mikro biologi asal New Zealand telah memberikan penjelasan terkait ini. Dalam unggahan media sosial Twitternya, ia menjelaskan mengenai grafik yang ia sebut “Flatten The Curve”.
Dalam unggahan tersebut, ia menjelaskan bahwa untuk menurunkan kurva infeksi penyebaran virus, atau meratakan kurva tersebut, kita perlu memberikan "jarak sosial" alias social distancing dengan orang lain.
Hal itu dilakukan untuk memperlambat penyebaran virus, juga untuk meminimalisir jumlah orang yang terinfeksi.
Emily Landon, seorang spesialis penyakit menular pun membenarkan hal tersebut.
"Jadi, meskipun Anda merasa sehat, Anda harus tetap melakukan tindak pencegahan ‘jarak sosial’. Ketika anda terinfeksi virus, Anda dapat menularkannya ke orang-orang yang lebih tua dan rentan, Anda harus memikirkan mereka juga,” ujar Landon.