Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mochtar namanya. Lelaki setengah abad ini dikaruniai kepribadian hangat. Guyonan orisinalnya selalu dinanti kawan dan sanak-kerabat. "Kalau ada Aki, suasana pasti segar," kata Emmy, gadis remaja cucu Mochtar.
Tapi kesegaran itu kini sudah pudar. Tiga tahun terakhir Mochtar yang hangat berubah menjadi pemurung, pemarah, dan amat sangat pelupa. Dia selalu memanggil anak, cucu, dan saudaranya dengan nama yang kebolak-balik. Bahkan, suatu kali Mochtar yang berbadan tegap ini pernah keluar rumah hanya dengan selembar handuk melilit tubuh.
Kali lain, kakek lima cucu ini berangkat ke rumah seorang kawan mengenakan blus berenda milik sang istri. Kontan saja penampilan "seksi" ini memancing kehebohan di kalangan tetangga Mochtar, di Dayeuehkolot, Bandung, Jawa Barat. Akibat kepikunan yang ekstrem, Mochtar kini selalu ditemani keluarga. "Enggak berani ninggalin Aki sendirian," kata Emmy.
Penderita Alzheimerkah Mochtar? Wallahualam.
Mochtar memang telah menampakkan gejala-gejala yang patut dicurigai Alzheimer (lihat boks). Tapi wiraswastawan ini tak pernah bersedia memeriksakan diri ke dokter. Apa yang dia alami dianggapnya tak lebih dari konsekuensi umur yang makin lengser menuju isya. "Namanya juga sudah tua," begitu komentar lelaki berusia 54 tahun ini—umur yang belum cukup untuk disebut sepuh.
Dr. Martina Nasrun, Ketua Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), membenarkan ada banyak pengidap sindrom Alzheimer yang memilih berdiam diri seperti halnya Mochtar. Dengan angka prevalensi 3-5 persen untuk rentang usia 65 tahun, paling sedikit ada 600 ribu penderita Alzheimer di negeri ini. Tetapi teramat sedikit yang mau terbuka dan mencari pengobatan dengan serius. "Kebanyakan karena keluarga kurang mendukung," kata Martina.
Rupanya, Martina melanjutkan, tidak sedikit orang yang malu memiliki kawan-kerabat-saudara yang terkena Alzheimer. Padahal penderita Alzheimer sangat membutuhkan bantuan untuk menjalani hidup. Mereka perlu pengobatan untuk menghambat proses penggerusan memori otak.
Para penderita juga perlu dilatih mempertahankan ingatan tentang banyak hal yang remeh-temeh bagi orang normal. Bila perlu, di rumah penderita ditempelkan instruksi-instruksi mengenai prosedur mandi, berpakaian, makan, atau tidur. "Tanpa peran serta keluarga," kata Martina, "hal seperti ini susah dilakukan." Dan, tanpa pelatihan, pengidap Alzheimer bakal terus bergantung penuh pada orang lain. Seperti halnya Mochtar yang bergantung pada Emmy.
Mardiyah Chamim
10 Gejala Alzheimer:
Lupa janji, nama orang, teman, anggota keluarga. Juga kesulitan mengingat kejadian atau pembicaraan.
Mandi, makan, berpakaian, jadi perkara yang amat susah.
Susah mengenali waktu, tempat, dan lingkungannya sendiri.
Berhubung susah mengingat, penderita kerap salah berpakaian
Yang tadinya suka berdiam di rumah berubah jadi sering keluar rumah, terutama pada malam hari.
Yang tadinya hangat berubah menjadi pemurung, tidak sabaran.
Penderita tidak lagi bersemangat mengerjakan hobi dan kesenangan lainnya.
Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI)
Sasana Tresna Werdha, Ria Pembangunan Jalan Pudika (depan Tunas Bangsa) Km 17 Cibubur, Jakarta _ Indonesia
Telp: 021-8730179, 87753021
e-mail: [email protected]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo