Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit bipolar menjadi perbincangan hangat masyarakat. Hal ini terkait dengan insiden yang dialami Tanita Felicia (24) pada Selasa 21 November 2017 malam. Tanita kabur saat hendak dihentikan polisi lalu lintas malam itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mobil Honda CRV yang dikemudikan Tanita yang meluncur ke arah Blok M itu menabrak sejumlah kendaraan. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Tanita berhasil diamankan setelah sebelumnya menabrak mobil derek di Bundaran Senayan, Jakarta Selatan. Hasil interogasi yang dilakukan polisi, Tanita mengalami bipolar. Tanita pun sudah dikembalikan kepada orang tuanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gangguan jiwa bipolar menjadi ancaman bagi penduduk kota besar, seperti warga Jakarta. Selain Tanita, bipolar juga dialami oleh Mega, nama samaran. Ia mesti berjuang agar tak mengalami depresi ataupun mania saat menyesuaikan diri dengan kehidupan di kota. Baca: Google Doodle Rayakan Kimchi Hari Ini, Simak 3 Faktanya
Sebagai orang dengan bipolar, kondisi apa pun berpotensi membuat dia merasa bahagia atau sedih berlebihan. Mega baru sepekan ini pindah dari Bandung ke Depok. "Kemacetan, biaya kebutuhan rumah tangga yang meningkat, cukup membuat (bipolar) saya kambuh," ujar Mega kepada Tempo, April lalu.
Masalah keluarga yang tak kunjung selesai, kerepotan mengurus tiga anak tanpa pembantu rumah tangga, tekanan dari keluarga besar, dan minimnya dukungan suami pernah menjadi pemicu depresi Mega. "Saya bisa kambuh dan sampai ke usaha bunuh diri. Saya sempat hampir mau membunuh suami," ia mengungkapkan. Baca: Intip Catatan Pengamat Mode untuk Busana Kahiyang Ayu
Ibu tiga anak ini baru mengetahui dirinya mengidap gangguan bipolar pada 2014. Ketika itu ia jauh dari suami yang bekerja di luar kota. Setelah mengetahui gangguan tersebut, Mega memilih tinggal dekat dengan tempat kerja suaminya.Dekat dengan suami dan rutin mengkonsumsi mineral lithium membuat gangguan bipolar Mega bisa dikendalikan. "Setelah suami tahu saya bipolar, dia mulai mengerti," ucapnya.
Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2014 yang dipaparkan dalam seminar memperingati Hari Bipolar Sedunia 30 Maret lalu menyebutkan, terdapat 1 juta pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 385.700 orang atau 2,03 persen pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di peringkat pertama nasional.
Menurut dokter spesialis kedokteran jiwa Nova Riyanti Yusuf, ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan gangguan jiwa menjadi lebih rentan pada masyarakat urban. Hidup di kota yang tak ramah manusia, seperti jalanan yang macet, kemiskinan, budaya instan, kesenjangan sosial, kompetisi tak sehat, dan populasi yang demikian padat,bisa memicu gangguan jiwa, meski bukan faktor utama. "Biasanya gangguan bipolar sudah lama diidap, tapi tak disadari. Pemicunya bisa genetik dan lingkungan," ujar Nova, yang bertugas sebagai psikiater di Departemen Kesehatan Jiwa Masyarakat RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan, Jakarta, ini. Baca: Akhir Tahun Changi Airport Sajikan Nuansa Hello Kitty
Kesibukan masyarakat di perkotaan, dia mengimbuhkan, berkaitan erat dengan bagaimana sebuah hubungan sosial terbentuk. Ketidakpekaan dan kecenderungan hidup antisosial bagi sebagian orang bisa menimbulkan depresi. Bahkan, pada seseorang dengan bipolar, hal tersebut memunculkan risiko bunuh diri.
Nova melanjutkan, penyebab gangguan bipolar diduga berasal dari faktor genetik, biologis, dan psikososial. Mengetahui gejala dan deteksi dini merupakan salah satu upaya agar gangguan bipolar tidak memburuk. Hal tersebut dibenarkan Budi dan Mega. Setelah menyadari ada yang salah, keduanya segera menemui psikiater. Baca: Steak Salmon, Kuliner Lezat dari Eropa yang Banyak Khasiatnya
Para penderita bipolar, dikatakan Nova, perlu mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan terdekatnya. "Sebab, di titik tertentu, pengidap bipolar cenderung melakukan kegiatan yang impulsif, seperti berjudi dan melakukan hubungan seksual," dia menjelaskan.
Pengidap bipolar juga perlu belajar mengendalikan dirinya sendiri. Hal itu penting untuk menghindarkan mereka masuk ke dalam gaya hidup negatif, seperti berperilaku konsumtif dan menyalahgunakan obat-obatan. Selain itu, dalam kondisi tertentu, mereka harus rutin berkonsultasi dengan ahli dan mengkonsumsi obat-obatan.
KORAN TEMPO