Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ancaman Debu Tajam Merapi

Selain menghalangi pandangan, abu vulkanik Gunung Merapi dapat mengganggu kesehatan. Pengungsi paling rentan terhadap infeksi pernapasan.

7 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELUBUNG abu yang dimuntahkan Gunung Merapi sejak dua pekan lalu sungguh menyiksa Somo Tiyono, 86 tahun. Warga Boyolali ini terpaksa menjalani perawatan di rumah sakit umum daerah karena napasnya tinggal satu-dua, dan sekujur tubuhnya gemetar. Pria senja ini menderita infeksi saluran pernapasan akut setelah menghirup kepulan debu vulkanik yang menyelimuti rumahnya di Desa Gedangan, Cepogo, Ahad pekan lalu. Saat itu ia tak mengenakan tutup hidung. ”Saya tak pakai masker,” ujarnya.

Tak cuma di kawasan dekat kaki gunung seperti Boyolali, abu vulkanik juga menggelayut di langit Kota Yogyakarta. Sunudyantoro dari Tempo, yang meliput peristiwa letusan Merapi, merasakan betul betapa buruknya siksaan abu yang membekapnya selama dua hari berada di Kota Pelajar, dua pekan lalu. ”Napas terasa sangat berat dan batuk-batuk. Kata dokter, ada infeksi,” ujar Sunu.

Abu vulkanik yang dimuntahkan gunung berapi itu tak sekadar membuat kota-kota di sekitarnya kelabu, tapi juga membawa sengsara orang yang menghirupnya. Kamis pagi pekan lalu, misalnya, kabut abu menggelapkan sebagian Magelang, Jawa Tengah. Di jalan, ketebalan abu melapisi aspal hingga lima milimeter. Embusan angin membuat daya pandang terbatas dan abu yang beterbangan menusuk mata. ”Hujan abu di Magelang berlangsung sejak Rabu (pekan lalu), tapi hari ini yang terparah,” kata Rudi, warga Muntilan.

Dampak abu vulkanik terhadap sistem pernapasan biasanya terjadi karena tingginya konsentrasi debu yang terisap, dan butiran debu yang sangat halus sehingga mudah masuk ke saluran napas. ”Akibatnya, antara lain, bronkitis (radang tenggorokan), asma yang kambuh, dan infeksi saluran pernapasan,” kata Mukhtar Ikhsan, dosen Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. ”Penderita bisa dirawat inap, bahkan mengalami kematian,” katanya.

Selain mengakibatkangangguan pernapasan, abu gunung berapi menimbulkan gangguan penglihatan. Bukan sekadar jarak pandang yang terbatas, melainkan juga gangguan mata. Data Dinas Kesehatan Boyolali menyebutkan 175 warga menderita radang selaput mata karena kelilipan debu. ”Mereka tersebar di beberapa lokasi pengungsian,” kata Kepala Dinas Yulianto Prabowo. Di Cepogo, ada 20 orang penderita radang mata dan mereka berbaur dengan pengungsi lainnya. ”Tidak ada tempat isolasi,” kata Lia Mar’atus Sholihah, relawan kesehatan.

Abu vulkanik merupakan partikel halus yang berasal dari pecahan dan gesekan material dengan ukuran garis tengah kurang dari dua milimeter. Debu ini terbentuk manakala gunung meletus dan menumpahkan bebatuan panas atau dari semprotan lava yang menyala. Warnanya bervariasi, dari abu-abu hingga hitam. Abu vulkanik ini meluncur dari pucuk gunung dengan suhu ratusan derajat Celsius—di Merapi disebut wedhus gembel. Setelah melayang di langit dan bergerak jauh dari gunung, abu vulkanik tidak lagi panas.

Paparan abu yang panas di dekat puncak gunung dapat berakibat fatal karena dapat membakar saluran pernapasan. Selain itu, debu ”segar” yang baru keluar dari moncong kawah mengandung gas beracun, antara lain sulfur dioksida, karbon dioksida, dan hidrogen fluorida, yang berbahaya bagi manusia dan hewan. Karena itu, dampak terparah akibat debu sangat dirasakan warga yang tinggal di dekat gunung. Toh, bukan berarti warga yang tinggal lebih jauh menganggap remeh abu yang telah dingin.

Abu yang tampak lembut seperti bedak tabur itu bisa demikian ganas dan mengancam kesehatan karena bentuknya berbeda dengan abu biasa yang kita hirup di jalan atau asap knalpot kendaraan. Abu vulkanik memiliki kontur yang kasar dan runcing, sedangkan abu biasa berbentuk bulat. Partikel yang sangat halus tapi tajam inilah yang membuatnya mudah menyusup ke saluran pernapasan hingga paru, menimbulkan luka dan infeksi. Inilah yang membuat napas menjadi sesak, berat, dan terasa menyakitkan.

Infeksi debu tersebut membuat saluran pernapasan bereaksi secara alamiah dengan mengeluarkan lendir, yang dapat menetralisasi debu bila jumlahnya sedikit. Tapi lendir yang terus-menerus diproduksi dapat memicu batuk dan iritasi tenggorokan. Adapun penderita asma, terutama anak-anak yang terpapar debu, bisa mengalami batuk terus-menerus, kram dada, dan napas berbunyi. ”Mereka yang menderita penyakit paru, bronkitis, dan asma harus lebih waspada terhadap abu vulkanik,” kata Mukhtar Ikhsan.

Bila abu tajam tersebut mendera mata, akan terjadi iritasi atau luka pada kornea yang menyebabkan radang. Kondisi ini akan semakin parah. Bila digosok terus-menerus, mata akan memerah dan terasa seperti terbakar. Selain memperparah luka, debu dalam jumlah banyak dapat menguras air mata sehingga permukaan mata kering dan tidak elastis. Dalam kondisi hujan abu, pengguna lensa kontak dianjurkan beralih ke kacamata biasa karena lensa kontak dapat memperparah iritasi dan peradangan pada selaput.

Selain faktor abu, tingkat gangguan kesehatan bergantung pada kondisi tubuh penderita. ”Para pengungsi umumnya dalam kondisi lelah, lapar, dan tertekan. Keadaan ini membuat mereka rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi pernapasan,” kata Mukhtar, yang juga Pemimpin Redaksi Jurnal Respirologi Indonesia—majalah yang diterbitkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Walau sangat sulit, pengungsi harus mendapat bantuan makanan dan vitamin yang cukup serta dihibur supaya tidak stres.

Adek Media, Ukky Primartantyo (Boyolali), Anang Zakaria (Magelang)


Tip

  • Hindari atau sedapat mungkin kurangi debu yang terisap.
  • Menjauh dari sumber debu.
  • Bila debu menyelimuti kota, sebaiknya tetap berada di dalam rumah.
  • Selalu menutup pintu dan jendela.
  • Gunakan penutup hidung. Bila tak ada tutup hidung, dengan kain yang dibasahi.
  • Gunakan kacamata besar yang dilengkapi penutup pada kedua sisinya.
  • Debu pada perabot atau rumah sebaiknya disiram, jangan disapu karena akan terisap. Ungsikan anak-anak ketika membersihkan abu.

Bila Abu Menyerang

Paparan abu vulkanik merupakan salah satu penyebab banyaknya korban akibat letusan gunung. Mereka mengalami berbagai keluhan, mulai batuk-batuk hingga infeksi saluran pernapasan akut dan radang paru. Abu yang masih panas, di dekat puncak gunung, dapat berakibat fatal.

  • Sebagian abu melayang di langit dan mengalami pendinginan. Sebagian menyelimuti kota, jatuh bersama hujan atau tertiup angin hingga ratusan kilometer.
  • Abu beserta bebatuan panas (500-1.500 derajat Celsius) berhamburan dan menyusuri lereng gunung.
  • Abu dan awan panas yang terhirup dapat menyebabkan terbakarnya saluran pernapasan hingga kematian.

    DAMPAK BAGI KESEHATAN

    Gangguan pernapasan.

  • Iritasi hidung.
  • Iritasi tenggorokan dan batuk kering.
  • Orang yang sebelumnya memiliki masalah paru bisa mengalami gejala bronkitis: batuk kering, mengeluarkan dahak, napas berbunyi, dan napas tersengal.
  • Iritasi saluran pernapasan bagi orang yang sudah menderita asma dan bronkitis.
  • Bernapas menjadi tidak nyaman.

    Gangguan mata

  • Mata gatal karena kemasukan benda asing.
  • Mata perih dan merah, semakin parah bila digosok.
  • Mata terasa kering.
  • Luka pada selaput mata.
  • Radang di sekitar bola mata hingga menimbulkan sensitivitas mata berkurang.

    Iritasi kulit

  • Iritasi dan kulit memerah.
  • Infeksi yang diakibatkan iritasi kulit.

    ABU VULKANIK

    Bentuknya yang kasar dan tajam dapat menyebabkan iritasi. Abu vulkanik dengan ukuran di bawah 5 mikron (1 mikron = 1 persepuluh ribu sentimeter) dapat dengan mudah menyusup jauh ke dalam saluran pernapasan hingga ke paru-paru.

    Abu hasil pembakaran batu bara memiliki kontur yang lebih halus dan bulat.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus