Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mencari Dalang Teror Medan

Polisi menuding Toni Togar dalang terorisme di Medan. Dia diduga mengendalikannya dari dalam penjara dengan telepon seluler.

7 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH lelaki bertubuh kekar dengan jenggot lebat itu tersorot kamera. Dari ”situasi” tempatnya berada, jelas ia berada di ruang besuk penjara. Air mukanya terlihat tenang saat mengobrol dengan lawan bicaranya yang berada di sisi kamera yang tersembunyi itu. Sesekali derai tawanya terdengar. Itulah wajah Indra Warman alias Toni Togar, 40 tahun, tokoh yang disebut-sebut otak perampokan Bank CIMB Medan, Agustus silam, dan penyerbuan kantor Kepolisian Sektor Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara, September lalu.

Video berdurasi 20 menit itu diambil pertengahan Oktober lalu. Isinya wawancara seseorang dengan Toni terkait dengan desas-desus keterlibatannya dalam perampokan dan penyerbuan ke kantor polisi tersebut. Mengenakan gamis krem dan peci putih, Toni, dalam video itu, mengaku tak tahu siapa para pelakunya. ”Saya tahu perampokan itu juga dari televisi di depan sel,” katanya dalam obrolan tersebut.

Lalu ia bercerita televisi itu kemudian diambil petugas. ”Katanya informasi soal terorisme tidak baik untuk kami,” ujar Toni dalam percakapan tersebut. Hanya, obrolan 20 menit itu tak seluruhnya bisa didengar. Suara dalam video itu, menurut sumber Tempo yang melihat video tersebut, ”timbul-tenggelam”. Sumber Tempo menyebut orang itu memang dikirim polisi untuk ”mengorek” Toni.

Akhir Oktober lalu, Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri secara terbuka menuding Toni sebagai otak perampokan Bank CIMB dan penyerbuan Polsek Hamparan Perak. ”Ia menjadi pimpinan yang menyiapkan semua strategi para teroris di Medan,” ujarnya. Kepala Polri juga menyebut Toni sebagai amir alias pemimpin Kumpulan Mujahidin Indonesia (KMI). ”Ia menyiapkan aksi dari balik penjara,” kata Bambang.

Toni adalah alumnus Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, 1990. Lelaki kelahiran Padang ini juga sempat mendapat pelatihan militer dari kamp Afganistan pada 1995. Informasi tentang keterlibatan Toni ini, menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Iskandar Hasan, diperoleh dari pengakuan tersangka teroris Medan yang tertangkap.

Toni, menurut Iskandar, mengendalikan pasukan bersenjatanya dari balik jeruji dengan terus-menerus melakukan ”koordinasi” lewat telepon seluler. Fasilitas telepon ini diperoleh dari sipir penjara. ”Ada dua sipir yang meminjamkan ponsel kepada Toni,” kata Iskandar. Untuk menutupi jejaknya, Toni sering berganti-ganti kartu telepon. ”Kami sudah memiliki data komunikasi telepon Toni dengan para pengikutnya,” ujar Iskandar.

Dari balik sel Toni juga mengangkat dirinya sebagai amir Kelompok Mujahidin Indonesia. Kelompok ini berasal dari gabungan mantan residivis, alumni Jamaah Islamiyah, dan aktivis Tanzim Al-Qaidah di Aceh. Toni pun pernah menjadi wakalah (panglima) Jamaah Islamiyah wilayah Sumatera Utara.

Nama Toni mulai muncul saat para tersangka teroris yang ditangkap mulai buka mulut. Satu per satu mereka menunjuk Toni sebagai perancang utama sejumlah teror di Medan.

Peran Toni dalam peta sejumlah teror di Sumatera makin kuat setelah polisi Malaysia menangkap Taufik Marzuki alias Abu Sayyaf di Selangor, Malaysia, 29 September lalu. Dari mulut Taufik keluar pengakuan dia diperintah Toni mengumpulkan senjata dan amunisi di luar negeri. Menurut sumber Tempo, para kaki-tangan Toni di luar negeri mencari senjata hingga ke Pattani United Liberation Organization Thailand.

Polisi, kata Iskandar, sejauh ini yakin Toni memang otak di balik perampokan bank dan penyerbuan kantor polisi. Apalagi mengingat track record Toni. Selain terlibat dalam pengeboman gereja di Medan dan Pekanbaru pada 2000, Toni dikenal dekat dengan pentolan teroris Hambali, Noor Din M. Top, dan Dr Azhari.

Nama Toni juga muncul saat polisi mengungkap kelompok pelatihan militer di Jantho, Aceh. Saat polisi menemukan sejumlah bahan peledak di Bandung dan Cikampek yang diyakini milik teroris, lagi-lagi namanya muncul. Mereka yang ditangkap, kata sumber Tempo, menyebut-nyebut nama Toni Togar.

Sementara nama Toni disebut dengan gamblang, tidak demikian dengan sipir yang disebut polisi meminjamkan ponselnya tersebut. Tudingan polisi perihal adanya sipir yang menjadi ”kaki-tangan” Toni membuat jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara terkejut. ”Polisi tak menjelaskan siapa sipir yang terlibat,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara Mashudi.

Keesokan hari setelah Kepala Polri merilis pernyataan itu, Mashudi langsung membentuk tim penyelidikan internal. Tim dipimpin Kepala Lembaga Pemasyarakatan Pematangsiantar Yosep Sembiring. Tapi, sampai kini, tim tak menemukan adanya sipir yang membantu Toni. ”Polisi mestinya tunjuk nama sipir yang disebut terlibat,” kata Mashudi.

Polisi, menurut Mashudi, pernah meminta Toni dipindah ke Penjara Nusakambangan, Jawa Tengah. Proses pemindahan itu selesai pada 25 Oktober. Tapi esok harinya datanglah kabar mengejutkan itu: Bambang Hendarso merilis keterlibatan sipir membantu Toni Togar. ”Padahal sampai sekarang kami belum pernah diajak polisi menyelidiki keterlibatan sipir itu,” katanya. Kepada Tempo, Iskandar Hasan mengakui hingga saat ini polisi belum memeriksa para sipir ini.

Menurut sumber Tempo, informasi keterlibatan sipir penjara yang meminjamkan ponselnya memang belum bisa diklarifikasi. Ada dugaan kuat sebenarnya Toni mengkoordinasi anak buahnya melalui kurir. Kurir yang diduga menjadi perantara itu adalah Iwan Rizki alias Iwan Cina. Iwan direkrut Toni saat mereka sama-sama dipenjara. Ia dicurigai karena kerap mengunjungi Toni di penjara Pematangsiantar.

Pengamat intelijen dan terorisme Noor Huda Ismail tak yakin Toni mengendalikan teror dari balik penjara dengan telepon seperti diumumkan polisi. ”Tak semudah itu mengendalikan aksi dari balik sel,” katanya. Untuk merencanakan teror, menurut dia, butuh komunikasi intens. ”Kalaupun punya telepon seluler di penjara, tidak cukup,” katanya.

Noor mengaku sering menjenguk Toni saat pria itu menghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Tanjung Gusta, Medan. Terakhir dia datang ke Tanjung Gusta pada Juli lalu. Belakangan ia mendengar kabar kakak kelasnya di Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, ini telah dipindah ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Pematangsiantar. ”Saat kami mengobrol, dia tak menyinggung soal terorisme,” katanya.

Noor mengaku kerap melihat Toni menggunakan ponsel. Ia bahkan pernah melihat Toni berceramah lewat telepon. Seseorang yang menerima telepon Toni membuka pengeras suara teleponnya dan memperdengarkannya kepada para tahanan lain. ”Buat Toni, dakwah itu bisa dengan cara apa pun,” kata Noor Huda.

Toni mendapat pinjaman telepon itu dari para sipir. Noor menduga para sipir bersimpati kepada Toni setelah mereka mengobrol dengan Toni. ”Dia memang jawara mempengaruhi orang,” ujar Noor. Salah satu yang juga kepincut pada Toni adalah Iwan Rizki alias Iwan Cina. Tahanan yang dikenal Toni saat di Tanjung Gusta ini masuk Islam dan menjadi ”pengikut” Toni. Iwan kini diburu polisi karena diduga terlibat dalam perampokan Bank CIMB Medan.

Menurut Iskandar, Toni memang berhasil menarik pengikut dari dalam penjara. Komplotan perampok Bank CIMB Niaga di Medan sebagian merupakan residivis rekrutan Toni. Kelompok inilah yang, menurut polisi, bagian dari Kumpulan Mujahidin Indonesia. ”Taufik yang memimpin perampokan itu direkrut Toni di Tanjung Gusta,” kata Iskandar.

Noor Huda meragukan adanya organisasi bernama Kumpulan Mujahidin Indonesia yang dilansir polisi itu. Noor Huda, yang mengaku banyak berkomunikasi dengan mantan teroris, menyatakan tak pernah mendengar nama itu dalam kelompok radikal Indonesia. ”Tidak ada fakta hukum yang bisa membuktikan keberadaan KMI,” katanya. Iskandar berkukuh kelompok ini ada. Nama ini didapat polisi dari tersangka teroris yang tertangkap di Medan, Aceh, dan Lampung. Organisasi ini, menurut dia, wadah teroris dari Aceh, Medan, Lampung, hingga Pulau Jawa. ”Bahkan mereka sudah membangun KMI ke Malaysia dan Thailand Selatan.”

Saat ini, kata Iskandar, penyidik memang belum banyak memperoleh informasi dari Toni. ”Ada yang sudah diakui, tapi banyak juga yang belum.” Iskandar menolak memerinci pengakuan apa saja yang sudah keluar dari mulut Toni. ”Kalau semua bukti sudah dikumpulkan, dia tak akan berkelit,” katanya.

Tudingan polisi bahwa Toni Togar otak pengendali perampokan Bank CIMB Medan dan penyerbuan Polsek Hamparan Perak dibantah pengacara Toni, Mahmud Irsyad Lubis. Mahmud menyatakan ia akan menggugat Markas Besar Polri. Bambang Hendarso, kata dia, telah melakukan pencemaran nama baik karena mengeluarkan pernyataan tanpa didasari fakta.

Ramidi, Mustafa Silalahi, Sahat Simatupang (Medan), Sohirin (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus