Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Antidotum diklaim sebagai obat penawar racun pemicu ginjal akut dari luar negeri. Kementerian Kesehatan melalui RSCM Jakarta kini telah membelinya untuk menurunkan angka kematian akibat gangguan ginjal akut misterius pada anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Kemenkes juga sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas layanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas. Apa sebenarnya antidotum dan bagaimana cara kerja obat penawar racun yang mengakibatkan gagal ginjal akut pada anak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Antidotum merupakan zat yang dapat menangkal racun. Istilah ini berasal dari istilah Yunani (pharmakon) yang mempunyai arti sebagai obat. Melansir dari National Center for Biotechnology Information, antidotum mampu memediasi dengan mencegah penyerapan toksin agar menghasilkan efek yang baik. Misalnya, dengan cara mengikat dan menetralkan racun, memusuhi efek organ akhir, atau dengan menghambat konversi toksin menjadi metabolit yang lebih toksik sehingga bermanfaat untuk mencegah bahaya selanjutnya.
Dalam kasus ini, kadar zat kimia berbahaya etilen glikol-EG, dietilen glikol-DEG, etilen glikol butil eter-EGBE diketahui melebihi dosis aman sehingga penting untuk penderita diberikan antidotum agar mengurangi dan menekan tingkat keparahan dari zat beracun yang terserap tubuh.
Mekanisme kerja
Sasaran terapi antidot ialah penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik zat beracun. Strategi dasar terapi antidot meliputi penghambatan penyerapan, distribusi (translokasi), peningkatan eliminasi, dan atau penaikan ambang toksik zat beracun dalam tubuh.
Strategi terapi keracunan diterapkan, terutama bergantung pada perkiraan rentang waktu dari saat masuknya racun, gejala-gejala toksik yang timbul, sampai pasien siap menjalani terapi. Informasi rentang waktu di atas dapat diperoleh selama proses anamnesis pada pasien (bila mungkin) atau orang yang membawanya.
Selain informasi rentang waktu, pilihan strategi terapi juga dipertimbangkan dari hasil pemeriksaan klinik maupun laboratorik yang diperoleh. Pengurangan kadar zat beracun dapat dicapai dengan agen spesifik dan nonspesifik yang mengikat zat beracun. Bahan pengikat nonspesifik yang paling umum digunakan adalah arang aktif. Sementara, pengikat khusus berupa terapi bioskavenger dan imunoterapi.
Dalam beberapa situasi, pengurangan zat beracun dapat dicapai dengan alkalisasi urin atau hemadsorpsi. Adapun, beberapa jenis antidotum harus dipilih sesuai kasus keracunan. Misalnya, asetin dan natrium tiosianat digunakan untuk mengurangi pembentukan metabolit toksik pada keracunan parasetamol dan sianida.
Obat-obatan seperti atropin dan magnesium digunakan untuk melawan efek organ akhir pada keracunan organofosfor. Vitamin seperti vitamin K, asam folat, dan piridoksin digunakan untuk melawan efek warfarin, metotreksat, dan INH, masing-masing dalam pengaturan toksisitas atau overdosis.
Nalokson, atropin, natrium tiosulfat, metilen biru adalah antidotum spesifik yang sangat ampuh dan sering menimbulkan reaksi pengobatan yang dramatis. Bahkan, untuk keracunan yang parah dibutuhkan antidotum yang memang terbukti untuk menolong mengatasi efek keracunan obat tertentu. Misalnya asam folinat untuk keracunan metotreksat.
Baca juga: 5 Tanda dan Efek Samping Kelebihan Vitamin D