Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Dari Mana Sumber Racun Burung Hooded Pitohui?

Penemuan racun burung hooded pitohui pada 1989

11 Agustus 2022 | 12.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Burung hooded pitohui. Foto : jalaksuren

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Burung hooded pitohui (Pitohui dichrous) salah satu dari sedikit spesies burung beracun. Sumber racun masih dalam perdebatan para ilmuwan. Tapi, diduga racun burung itu bersumber dari kumbang yang dimakan, dikutip dari The Animal Facts.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Burung hooded pitohui berhabitat di Papua Nugini. Beberapa suku asli di Papua Nugini menyebut hooded pitohui sebagai wobob. Sebutan itu mengacu penyakit kulit gatal dan tak nyaman, yang berasal dari kontak dengan burung. Hooded pitohui juga dijuluki burung sampah karena baunya yang tak sedap.

Seperti apa racun burung hooded pitohui?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengutip laman Aquarium of The Pacific, makanan Hooded Pitohui bersumber dari toksin, homoBTX yang mengendap di bulu dan kulit. Toksin ini bukan sembarang racun, itu batrachotoxin senyawa kimia yang juga ditemukan di kulit beberapa katak panah beracun di Amerika Selatan. Itu racun yang juga bisa digunakan untuk ujung panah.

Penemuan racun burung hooded pitohui pada 1989. Saat itu ahli burung Jack Dumbacher menangkap salah satu burung ini menggunakan jaring di Papua Nugini. Ketika dia secara tak sengaja menyentuh bibirnya setelah memegang burung itu, lidah dan bibirnya mati rasa. 

Penemuan itu mendorong untuk penelitian kimia yang mengungkapkan adanya batrachotoxin di bulu burung. Penelitian terbaru menunjukkan, burung atau katak, tidak menyintesis racun. Tapi, mendapatkannya dari sumber makanan, khususnya kumbang.

Mengutip McGill for Science and Society, kumbang Melyridae yang tergolong famili Cleroidea spesies beracun.  Ada beberapa spesies burung pitohui. Tapi, yang paling beracun burung hooded pitohui.

Burung hooded pitohui menumbuhkan bulu dewasa secara cepat. Saat merasa terancam, bulunya akan terangkat. Burung hooded pitohui muda sedikit racun, daripada yang dewasa.  Tersebab minim racun, burung muda agaknya mengandalkan warna mencolok untuk perlindungan. 

Mengutip laman Aquarium of The Pacific, para ilmuwan pernah mengidentifikasi kumbang yang dinamai nanisani, penyebutan suku asli Papua Nugini untuk menggambarkan sensasi kesemutan dan mati rasa di bibir dan wajah. Sensasi yang sama seperti berkontak dengan kumbang dan bulu burung.  Itu artinya, melakukan kontak langsung dengan burung ini akan menghasilkan kesemutan dan efek mati rasa yang bertahan lama, bersin, dan mata yang berair.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus