MASIH ingat Nasrul, anak Solok (Sumatera Barat) yang berukuran
tinggi 210 cm? Dia belum pulang kampung. Setelah keluar dari
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dia ditampung pengusaha asal
Sum-Bar, pemilik majalah Kartini, Lukman Umar dan menempatkannya
di kantor majalah itu di Jalan Garuda, Jakarta.
Sejak bulan Oktober 1980 sudah 30 kali Nasrul mendapat
pengobatan dengan sinar cobalt untuk menghentikan mengganasnya
tumor hypophysis. Hypophysis adalah kelenjar yang ukurannya
sebesar biji kacang tanah dan menggantung dari otak, terbaring
tak jauh dari bola mata, di sebelah dalam tulang pelipis.
Kelenjar ini menghasilkan hormon pertumbuhan dan mengalirkannya
ke dalam darah. Pada Nasrul yang kini berusia 16 tahun, kelenjar
itu terserang tumor yang mengakibatkan produksi hormonnya melaju
dengan cepat. Ini membuat pertumbuhan badan si penderita begitu
cepat dan melampaui ukuran normal.
Selain dengan sinar, penyakit yang disebutkan juga gigantisme
(raksasa) bisa juga diatasi dengan operasi. Tapi pekerjaan ini
dianggap terlalu berbahaya, sehingga kalangan dokter menganggap
sinar lebih sip.
Sekalipun tumor itu bisa dibungkam, namun Nasrul tak bisa
diciutkan kembali. Menurut Prof. Utoyo Sukaton, Kepala Bagian
Penyakit Dalam RSCM, yang mengawasi tim dokter yang menangani
Nasrul, dalam beberapa kasus pertumbuhan si penderita berhenti
sendiri tanpa pengobatan.
Nasrul sendiri nampak senang sekarang. "Penyakit saya sudah
hilang," ujarnya. Ia sedang bersiap-siap main dalam film yang
sedang dipersiapkan Kartini Group. "Saya akan main sebagai
pendekar pembela kebenaran," katanya. Untuk peran itu dia sedang
berlatih silat pada perguruan "Bangau Putih" yang berpusat di
Bogor.
Bulan puasa yang baru lalu dia malahan sempat berkunjung ke
Jombang untuk menemui teman senasibnya: Mustaman, "manusia
raksasa" yang tingginya kabarnya 213 cm. Selain menyampaikan
sumbangan dari pengasuhnya Lukman Umar, Nasrul sendiri
menyerahkan beberapa helai pakaiannya sendiri kepada temannya
itu.
Tak Berdaya
Mustaman tak semujur Nasrul. Dia tidak berobat ke dokter. Bulan
puasa yang baru lalu anak petani miskin itu sempat terbaring tak
bisa bangun karena serangan diare. Selain itu dia juga kena
penyakit kulit. Bintik-bintik kudis menyebar di sekujur
tubuhnya. "Gatal sekali rasanya, sampai enggan pakai baju,"
katanya.
Mustaman sekarang sedang menunggu perbaikan nasib. Akhir Agustus
ini kabarnya dia akan dipanggil pabrik rokok kretek Gudang Garam
dari Kediri. Mungkin dia akan dipekerjakan di bagian keamanan.
Selain ke Jombang mungkin Nasrul perlu berkunjung ke Kampung
Tanjung Nagrak, Kecamatan Cigalantong, sekitar 30 km dari
Tasikmalaya. Di sini bermukim orang yang dijuluki Raksasa Gunung
Galunggung. Namanya Subandi, usia 41 tahun. Kabarnya tingginya
mencapai 215 cm. Tapi sekarang tinggi sebenarnya tinggal 195 cm.
Dia tak bisa berdiri tegak, karena tonjolan yang tumbuh di
bagian punggungnya.
Tonjolan itu dia peroleh ketika mencoba memanggul padi seberat
120 kg. Dia memang kuat, tapi jembatan yang dilewatinya yang
ambruk. Ia jatuh dan terbanting ke batu kali. Sejak itu dia jadi
bongkok dibekuk tonjolan yang tumbuh di punggungnya.
Dia mengaku tak pernah berkenalan dengan dokter, tapi mengaku
intim dengan Herman Sarens Sudiro. Dia mengaaku kenal dengan
promotor tinju itu antara 1960 sampai 1963 ketika Herman Sarens
Sudiro menjabat Dan Yon 312 di Tasikmalaya. Konon dia sempat
diangkat menjadi pengawal Herman setelah prestasi yang dibuatnya
dengan mengangkat sendirian sebuah jeep milik Batalyon 312 yang
terguling.
Sekarang Subandi yang juga dapat julukan "Bandi Ageung" (Bandi
Raksasa) dan bongkok itu sudah tak banyak daya. Dia hanya
menunggui gubuk berukuran 4 x 5 m dan mengasuh anaknya yang
terkecil. Dari istrinya yang bernama Uka dia memperoleh 3 anak.
Istri inilah yang menggarap ladang. Penghasilan Subandi hanya
berupa santunan yang diperolehnya dari Pemda Kabupaten
Tasikmalaya Rp 15.000 tiap bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini