CACAR, yang di Indonesia secara resmi dinyatakan habis tahun
1974 insya Allah akan dapat dibersihkan dari muka bumi pada
tahun 1980 mendatang. Para ahli berpendapat bahwa penyakit yang
merlakutkan ini bermula dari daratan Afrika. Menurut majalah The
Prachtioner yang terbit di Inggeris, dugaan itu didasarkan pada
surah Al-Fiil dalam Al Qur'an yang mengkisahkan pasukan Ethiopia
yang menyerbu Mekah, porak-poranda akibat penyakit kulit yang
sengaja disebarkan Tuhan untuk mematahkan serangan mereka.
Usaha manusia yang tak kenal lelah akhirnya memaksa penyakit
yang bisa menyebabkan kematian atau paling membikin bopeng itu,
terpukul mundur dan bertahan ke sarangnya semula di Ethiopia.
Tepatnya di daerah padang pasir Ogaden, daerah yang jadi
persengketaan antara Ethiopia dan Somalia. Sejak awal tahun 1977
sampai Juli 1977 WHO mencatat 2642 kasus cacar di Ogaden.
Bisakah penyakit yang mungkin diturunkan Tuhan itu ditaklukkan
manusia? Para dokter dan ahli optimis. Tetapi harapan untuk
membasmi penyakit itu tepat pada saat yang telah dirancang,
yakni tahun 1980, nampaknya menghadapi tantangan. Hal ini
terutama disebabkan peperangan yang mengamuk didaerah gaden
antara Ethiopia dan Somalia. Seminggu yang lalu, Somalia telah
menyerukan mobilisasi umum dan siap memerangi Ethiopia.
Tukang Masak
Letupan terakhir penyakit ini terjadi di Merka, sebuah kota
kecil di Somalia Jenis cacarnya disebutkan para ahli sebagai
Variola millor, jenis cacar yang kurang gawat dibandingkan
dengan Varila major yang sudah diusir dari rumahnya yang
terakhir di Bangladesh, tahun 1975. Variola minor yang menyerang
Somalia itu dalam catatan mengakibatkan kematian 17 dari korban
yang dla serang.
Lucunya yang terserang pada waktu itu adalah seorang tukang
masak rumah sakit, bernama Ali Mayow Mallin. Tukang masak yang
tidak dilindungi dengan vaksin cacar ini satu hari terserang
semacam bercak-bercak merah. Karena bercak-bercak di badannya
tambah meluas akhirnya dia diistirahatkan di rumah sakit, sampai
para dokter menyatakan bahwa laki-laki juru masak itu menderita
cacar. Rumah sakit itu pun diblokir. Pasien lama tak boleh
pulang pasien baru tak diterima. Daerah sekeliling rumahsakit
tadi, di mana Ali rebah, diperiksa dengan saksama dan
orang-orang dicacari.
Dengan peperangan yang menggelora antara Ethiopia dan Somalia
sekarang, para ahli di WHO merasa cemas, kalau-kalau penyakit
itu akan menyebar kembali ke bagian dunia yang lain. Dibawa oleh
para pengungsi yang memang sudah ada menyingkir. Untuk menyetop
penyebaran cacar dari daerah peperangan itu, WHO telah mengirim
Dr Weithaler dari Austria ke Yaman untuk mengendalikan penyakit
itu dari sebuah pos pengawasan di sana. Ia adalah seorang
veteran pemberantasan cacar di Ethiopia.
Sementara itu di daerah Somalia, organisasi kesehatan dunia tadi
mengerahkan 20 orang ahli wabah dibantu 2548 orang petugas
setempat untuk menjaga jangan sampai penyakit menjalar ke luar.
Para ahli nampaknya yakin jerih payah dalam usaha pemberantasan
cacar ini akhimya akan berhasil. Sekalipun bekerja di bawah
ancaman perang. Optimisme ini dilandasi pengalaman pemberantasan
cacar di Bangladesh yang mencapai puncaknya justeru ketika
perang berkecamuk di sana.
Pada tahun 1975 Bangladesh dinyatakan bebas dari cacar dengan
penderitanya yang terakhir seorang gadis cilik 2 tahun di
Kuralia. Dan dia merupakan penderita terakhir di daratan Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini