Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Neeraj Narula, asisten profesor dari Universitas McMaster Kanada, menunjukkan makanan ultraproses meningkatkan risiko gangguan pencernaan atau Inflammatory Bowel Disease (IBD). Penelitian dipublikasikan dalam jurnal British Medical Journal, memiliki kesimpulan semakin banyak mengonsumsi makanan ultraproses maka semakin tinggi risiko mengalami IBD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip Medical News Today, IBD merupakan penyakit inflamasi kronis yang terjadi di bagian pencernaan, terdiri dari dua kategori, yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulseratif. Untuk Kolitis Ulseratif biasanya peradangan ditemukan di usus besar sementara untuk Penyakit Crohn peradangan bisa terjadi di bagian saluran pencernaan mana pun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian yang dilakukan Narula dan timnya mengambil sampel dari 116.000 orang yang tersebar di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Cina dengan rentang usia 35-70 tahun, mulai dari pendapatan menengah hingga tinggi. Peserta penelitian diminta melengkapi frekuensi mengonsumsi makanan dalam tiga tahun terakhir, mulai 2003 hingga 2016.
Makanan yang dimaksud adalah yang bertipe kemasan, terformulasi mengandung bahan tambahan seperti perasa, pewarna, hingga bahan kimia lain. Peserta yang ikut tentunya yang sudah memiliki diagnosa IBD.
Dalam penelitian itu didapatkan juga hasil bahwa konsumsi makanan berbahan sama tanpa ultraproses ternyata tidak membawa risiko yang sama dengan makanan ultraproses. Karena itu penelitian menyebutkan risiko IBD terhubung dengan cara memproses makanan.
Makanan ultraproses dinilai memiliki kandungan nilai kalori 60 persen lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Pernyataan itu disampaikan oleh epidemiolog dari Kampus King's London Inggris, Profesor Tim Spector.
Makanan ultraproses ini biasanya merupakan makanan dan minuman yang diproduksi secara massal dengan banyak tambahan, seperti gula, lemak trans, pewarna, hingga perisa tambahan. Sebagai contoh, makanan ultraproses di antaranya kentang beku siap goreng, sosis, mi instan, kopi instan, dan masih banyak lagi.
Berkaca dari temuan itu, Narula berharap di kemudian hari akan ada penelitian yang mengklarifikasi bagaimana makanan ultraproses mungkin bisa meningkatkan IBD. Masyarakat juga diharapkan bisa memperhatikan kualitas dari makanannya sehingga bisa tetap menjaga kesehatan tubuh.
Makanan dengan kualitas rendah diharapkan bisa dihindari karena dapat melemahkan sistem imun dan menyebabkan reaksi inflamasi yang berlebih pada tubuh sehingga menyebabkan penyakit lain di kemudian hari. Sebisa mungkin, masyarakat bisa lebih sadar memilih makanan sehat dibanding makanan yang sudah diproses dengan banyak bahan tambahan.