Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Awas, Narkoba Suntik Sebabkan Hepatitis C Berujung Kanker

Awas, penggunaan jarum suntik berulang kali untuk narkoba bisa menyebabkan Hepatitis C dan berujung kanker.

26 Juni 2020 | 19.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sebuah jarum suntik bekas heroin tergeletak di jalanan wilayah Kensington, Pennsylvania, AS, 26 Oktober 2017. REUTERS/Charles Mostoller

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Di Indonesia, Hepatitis C termasuk tiga penyebab tertinggi penyakit hati kronik selain hepatitis B dan NAFL. Hepatitis C yang berujung pada kanker hati, merupakan salah satu penyakit yang timbul sebagai dampak dari penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter spesialis penyakit dalam yang tergabung dalam Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Irsan Hasan, mengatakan sekitar 74 persen orang menyalahgunakan narkoba dengan jarum suntik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hepatitis C kebanyakan kasus hubungannya dengan penggunaan narkoba suntik," katanya.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan pengguna jarum suntik mendapatkan hepatitis C dari jarum yang digunakan berkali-kali dan bersama-sama. Berbagi atau menggunakan kembali jarum suntik meningkatkan kemungkinan penyebaran virus hepatitis C.

Apalagi, jika jarum suntik yang dipakai bisa dilepas, risiko virus menulari orang lain dapat lebih tinggi karena dapat bertahan pada lebih banyak darah setelah jarum disuntik ke tubuh.

Hingga saat ini tidak ada vaksin untuk hepatitis C. Penderita biasanya akan diberi obat oleh dokter agar penyakitnya tidak berkembang menjadi sirosis atau pengerasan hati dan kanker hati.

"Pada kasus hepatitis B, kanker hati bisa terjadi tanpa ada sirosis. Sementara hepatitis C, kanker hati umumnya didahului sirosis. Kedua hepatitis ini sifatnya berbeda," tutur Irsan.

Laman WebMD menyebut walau hepatitis C bisa disembuhkan, tetapi prosesnya tidak selalu mudah. Selama beberapa waktu, penderita membutuhkan suntikan menyakitkan dari obat yang disebut interferon dan pil yang disebut ribavirin.

Obat-obatan ini tidak menargetkan virus yang membuat sakit. Sebaliknya, obat meningkatkan sistem kekebalan tubuh penderita sehingga dia akan berjuang seperti saat terserang flu. Perawatan tidak selalu mengeluarkan virus dari tubuh dengan tingkat penyembuhan sekitar 50 persen, bahkan bisa hanya 5-10 persen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus