Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Awas, Polusi Udara Satu dari Lima Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia

Dokter paru mengatakan setiap tahun lebih dari 123 ribu orang meninggal di Indonesia akibat polusi udara dan jadi penyebab kematian tertinggi kelima.

25 Agustus 2023 | 11.03 WIB

Kondisi langit Jakarta diselimuti kabut polusi pada hari ketiga pelaksanaan work from home (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Rabu 23 Agustus 2023. Menurut situs IQAir, pada Rabu sekitar pukul 08.00 nilai inseks kualitas udara di Jakarta adalah 157 atau dalam kondisi tidak sehat. Tempo/Tony Hartawan
material-symbols:fullscreenPerbesar
Kondisi langit Jakarta diselimuti kabut polusi pada hari ketiga pelaksanaan work from home (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Rabu 23 Agustus 2023. Menurut situs IQAir, pada Rabu sekitar pukul 08.00 nilai inseks kualitas udara di Jakarta adalah 157 atau dalam kondisi tidak sehat. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Polusi udara menjadi penyebab kematian tertinggi kelima di Indonesia setelah tekanan darah tinggi, diabetes, merokok, dan obesitas. Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), mengatakan  setiap tahun lebih dari 123 ribu orang meninggal di Indonesia akibat polusi udara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi polusi udara memberikan dampak yang cukup tinggi dalam angka kematian di Indonesia," katanya dalam webinar bertajuk "Dampak Polusi Udara pada Kesehatan", di Jakarta, Kamis, 24 Agustus 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurutnya, dalam jangka pendek, polusi udara dapat menyebabkan iritasi mukosa sehingga terjadi gejala hidung berair, bersin-bersin, sakit tenggorokan, kemudian bisa timbul batuk, dahak, bahkan bisa berlanjut menjadi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pneumonia, serangan asma, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Selain itu, dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan fungsi paru, munculnya penyakit TBC, asma, PPOK, dan kanker paru.

Risiko penyakit paru
Agus menjelaskan riset di Indonesia dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menunjukkan peningkatan Particulate Matter (PM) 2.5, kenaikan sulfur dioksida (SO2), kemudian PM 10 pada udara, berimplikasi terhadap risiko terjadinya pneumonia mulai dari 1,4 persen sampai 6,7 persen. Sementara rata-rata kasus ISPA mulai periode Januari 2023 berada di atas 100.000, padahal tahun-tahun sebelumnya di bawah angka itu.

"Jadi ada signifikansinya ketika polutan meningkat, ISPA-nya juga rata-rata di atas 100.000 kasus," ujarnya.

Ia menambahkan ketika terjadi peningkatan PM 2.5 maka kunjungan telekonsultasi karena bronkitis dan influenza juga meningkat antara 100-400 persen. "Studi menunjukkan ketika terjadi peningkatan polutan bulan Juni, telekonsultasi karena asma meningkat 200 persen," tuturnya.

Selain itu juga prevalensi asma pada remaja di Jakarta mencapai 12 persen. Padahal, di pedesaan hanya sekitar 7 persen. Untuk itu, ia meminta masyarakat untuk selalu memantau kualitas udara, mengurangi aktivitas di luar ruangan, serta menghindari aktivitas fisik pada saat kualitas udara buruk, dan apabila harus beraktivitas sebaiknya memakai masker.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus