Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini banyak kasus kerumunan atau kepadatan manusia yang menyebabkan ratusan nyawa melayang, di dalam maupun luar negeri. Vito Anggarino Damay dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menjelaskan bahaya jika orang-orang berdesakan dalam kerumunan, yakni kekurangan oksigen hingga henti jantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan ketika orang-orang berada dalam kerumunan dan berdesakan dengan orang lain, misalnya di depan, belakang, kanan dan kiri, maka napasnya menjadi kurang lega dan ada risiko dada terhimpit sehingga menyebabkan tidak bisa bernapas dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Oksigen akhirnya terganggu. Tubuh mengalami kekurangan oksigen," kata Vito.
Hal ini diperparah dengan situasi yang tidak terkendali sehingga ketegangan dan adrenalin muncul. Menurut Vito, karbondioksida lebih banyak sehingga pembuluh darah menjadi kuncup. Akibatnya, oksigen tidak bisa tersalurkan dengan baik karena fungsi jantung sebagai pompa pembuluh darah dan penghantar oksigen juga mengalami kekurangan oksigen.
"Bayangkan jantung sebagai pompanya saja tidak dapat oksigen juga. Inilah yang menyebabkan terjadinya henti jantung," tutur Vito.
Kekurangan oksigen
Vito mengatakan henti jantung karena hipoksia atau kekurangan oksigen dalam sel otot jantung menyebabkan terjadinya detak jantung semakin lambat, bahkan asistol atau henti jantung dengan tidak adanya detak jantung. Tanda awal hipoksia yang dapat dikenali antara lain pusing, sesak, mata berkunang-kunang, keringat dingin dan lemas.
Menurut Vito, terjadinya hipoksia pada setiap orang bervariasi. Namun, dia mengingatkan ketika hipoksia terjadi dalam waktu enam menit maka kerusakan sel otak permanen bisa terjadi. Dia mengatakan salah satu cara menolong mereka dengan kondisi henti jantung ialah melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP), yang dikenal sebagai pijat jantung.
"Pijat jantung dapat menolong meningkatkan survival sampai 40 persen dan bahkan dilakukan tanpa menggunakan bantuan napas," jelasnya.
Untuk melakukan CPR tak perlu menunggu korban batuk namun bisa saat dia bernapas tidak normal, misalnya megap-megap. Orang yang terlatih seperti tenaga kesehatan akan memeriksa kondisi nadi terlebih dulu tetapi langkah ini tak perlu dilakukan yang tidak terlatih.
Pertama, letakkan korban di permukaan yang rata dan keras. Setelahnya, tekan dada bagian tengah dengan ujung telapak tangan. Kaitkan satu tangan di atas tangan lain lalu lakukan pijat (tekan) dengan cepat dan keras, 100 kali per menit.
Pakailah kekuatan dari bahu dan berat badan orang yang melakukan CPR, bukan dari siku. Jadi, ketika memijat posisi siku tegak lurus sementara badan dan pundak yang bergerak turun. Lakukanlah pertolongan ini sambil menunggu tenaga medis membantu.