Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penghentian konsumsi obat oleh pasien pengidap tuberkulosis atau TBC sebelum waktu yang ditentukan akan berakibat penyakit tersebut kebal terhadap obat yang diberikan sehingga sulit untuk disembuhkan. Begitu kata dokter spesialis anak Rina Triasih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kadang-kadang orang tua merasa anaknya sudah sembuh sehingga tidak perlu lagi mengonsumsi obat, padahal ini berbahaya," katanya saat diskusi daring yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dipantau di Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan apabila seseorang mengidap TBC ringan, maka konsumsi obatnya membutuhkan waktu sekitar enam bulan dan TBC berat harus mengonsumsi obat hingga 12 bulan. Namun, beberapa kasus yang terjadi, saat pasien baru mengonsumsi obat sekitar satu bulan dan sudah merasa sehat, obat tersebut tidak dilanjutkan. Hal inilah yang berbahaya terhadap kesembuhan penyakitnya.
"Akibatnya TBC ini kebal obat. TBC kebal obat ini pengobatannya lebih sulit," katanya.
Ia mengemukakan beberapa waktu lalu ada kasus seorang anak penderita TBC kebal obat sehingga harus disuntik setiap hari selama enam bulan. Namun, saat ini pengobatan TBC yang kebal obat sudah bisa dalam bentuk kemasan atau bisa diminum, tetapi jumlah obatnya cukup banyak.
"Masa pengobatannya masih 18 bulan dan efek sampingnya lebih banyak," ujarnya.
Guna mencegah penyakit menular tersebut, ia menganjurkan orang tua agar memberikan vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG) pada anak. Selain itu, meskipun sehat, setiap anak sebaiknya diberikan obat pencegah TBC.
"Obat pencegahan ini kita berikan kepada anak yang tidak sakit, namun kontak erat dengan pengidap TBC dewasa," ujarnya.