Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Belalai la galung

Tumor seberat 10,2 kg yang menggelayut di pipi ki- ri la galung,55, warga sulawesi selatan berhasil dioperasi di rs dr sutomo surabaya. kemungkinan bisa tumbuh lagi, tapi dalam waktu lama.

31 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bekas pejuang itu sempat mengasingkan diri ke hutan. Tumor 10,2 kg yang menggelayut 46 tahun di pipinya telah dioperasi. MUKA La Galung kini tidak lagi berbelalai seperti gajah. Tumor 10,2 kg yang menggelambir di pipi kirinya selama 46 tahun itu, Selasa pekan silam, dibuang di Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya. Berhasilnya operasi yang berjalan selama 10 jam itu melibatkan 30 dokter spesialis dari berbagai bidang. "Saya capek, tetapi puas. Baru kali ini saya menangani tumor yang dibiarkan tumbuh sampai mengubah bentuk wajah itu," kata Dokter Sukardja, ketua tim, setelah keluar dari ruang operasi. Sebelum operasi, kalau La Galung, yang sehari-hari dipanggil Dompe itu (artinya: telinga yang ngglambir), berjalan terpaksa menjinjing benjolan besar yang menggelayut di pipi kirinya. Meski secara keseluruhan tidak mengganggu fungsi organ tubuhnya yang lain, daging yang menggantung itu senantiasa mengganggu kegiatannya sehari-hari sebagai petani. Daging liar di muka lelaki asal Sulawesi Selatan itu diketahui sebagai tumor jinak. Sejak usianya sembilan tahun, daging itu ia biarkan tumbuh menempel di pipi kirinya. Makin lama tumor itu makin gemuk. Benjolan itu tentu saja memperburuk raut muka La Galung sehingga ayah delapan anak itu memutuskan mengasingkan diri bersama keluarganya ke tengah hutan, sekitar 10 km dari kampung ramai Karianggo. Bekas pejuang di Sulawesi Selatan itu beberapa kali menolak dioperasi walau biayanya prodeo. Apalagi harus dibawa ke Surabaya. Ternyata, ia juga takut pada jarum suntik. Namun, lelaki berjiwa keras ini akhirnya mau memenuhi anjuran operasi setelah dibujuk Hasan Parigi, Kepala Desa Letta. "Saya mau dioperasi asal Kepala Desa ikut mendampingi," katanya, seperti ditirukan Hasan Parigi kepada TEMPO. La Galung kemudian dibawa ke Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya, 17 Juli lalu. Pihak rumah sakit terbesar di Jawa Timur itu membentuk sebuah tim yang terdiri dokter ahli dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Hasil diagnosa menyebutkan, La Galung menderita tumor pada jaringan lunak. Akibat beban tumor yang berat itu, bahkan muncul penonjolan di tulang pipi (maxilla) dan langit-langit mulut (palatum) La Galung. Tumor jinak yang tumbuh di wajahnya itu tidak membahayakan. Rupanya, juga bukan jenis tumor Lapen elephanthiasis, seperti diduga sebelumnya. Walaupun begitu, tindakan operasi perlu dilakukan. "Operasi ini untuk meningkatkan kualitas hidup Dompe, agar beban yang tak berguna itu hilang dari dirinya," kata Sukardja. Operasi terhadap Dompe dimulai pukul 06.00 sampai 15.30. Tumor ukuran 50 x 50 x 15 cm tersebut langka. Operasi berjalan empat tahap. Pertama, pengambilan tumor jaringan lunak. Kedua, membuang jaringan keras yang menonjol. Ketiga, rekonstruksi di pipi dan mulut. Terakhir, membuat lubang napas sementara. Setelah tahap persiapan, ahli anestesi melakukan pembiusan total. Tahap ini cukup berat mengingat usia penderita sudah 55 tahun. Operasi yang dilakukan itu bahkan memungkinkan munculnya pendarahan cukup banyak. "Ternyata, pelaksanaan anestesi sangat baik sehingga sangat membantu suksesnya operasi," kata Dokter Johansyah Mardjoeki, ahli bedah plastik yang menjadi anggota tim. Sebelum pengambilan jaringan lunak, menurut Sukardja, bagian daging yang akan disayat ditandai spidol warna hitam. Untuk menghindari kemungkinan pendarahan yang sangat banyak, seluruh pembuluh darah dibendung dan dilokalisasi dengan metode jahit tembus. Selanjutnya, dua selang dimasukkan melalui mulut, yang berfungsi sebagai lubang pernapasan dan pengedropan makanan. Barulah setelah itu daging yang menggelambir diiris. Pembuluh darah kecil yang ada di bagian ini dipotong, sedangkan pembuluh darah besar diklem. Pemotongan tumor yang menggayut itu memakan waktu lebih dari satu jam. Saat operasi berjalan, secara terpisah, ditemukan lagi tumor di jaringan lemak. Yang ini ikut dibuang. Gumpalan daging yang berupa lemak dan jaringan ikat berwarna kuning itu lalu diperiksa ahli patologi anatomi, untuk diteliti kembali jenis tumornya. Menurut Dokter Soegeng Soekamto, ahli patologi anatomi, diagnosa awal tumor itu merupakan jaringan lemak dari jenis fibroma, lipoma, dan atheroma. Tahap berikut, operasi pembuangan jaringan keras berupa tulang rahang, tulang pipi, dan perawatan langit-langit. Selanjutnya, Dokter Johansyah Mardjoeki melakukan rekonstruksi pipi, mulut, serta kelopak mata. Untuk melakukan itu, sebelumnya, tim dokter menyisakan sayatan kulit sepanjang bawah kening pipi kiri sampai ke dagu. Sayatan kulit itu lalu dijahit sedemikian rupa sehingga kembali membentuk wajah yang mendekati bentuk normal. Pada tahap ini, tampak di layar monitor video yang diputar Dokter Sukardja, kelopak mata Dompe membengkak, pipi kirinya legam, dan bekas jahitan masih kelihatan jelas. "Dalam bedah serupa ini, jangan dibayangkan wajah Dompe akan menjadi seperti bintang film," kata Dokter Johansjah. Terakhir, untuk mengatasi gangguan napas yang mungkin terjadi, dibuatlah lubang napas sementara. Tahap pengambilan tumor jaringan lunak yang diperkirakan memakan waktu lima jam itu bisa diperpendek kurang dari dua jam. Ini karena kondisi kesehatan pasien cukup baik. "Kondisi Dompe kini bagus, tapi ia memang masih lemah," kata Dokter Sukardja. Walau demikian, ia menjamin bahwa Dompe tumbuh sehat. Apakah tumor itu bakal tumbuh lagi? "Kemungkinan bisa saja. Karena tumor ini jinak, seandainya tumbuh lagi, itu mungkin lama. Kini, yang penting, Dompe dapat bekerja tanpa diganggu lagi oleh tumor," kata ahli kanker itu. Agar ia tampak cantik, Dompe bisa pula menjalani operasi plastik. Itu baru dilakukan setelah kesehatannya pulih, sekitar enam bulan lagi. Gatot Triyanto (Jakarta), dan Kelik M. Nugroho (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus