Tiga stasiun TV gelap di Garut ditindak petugas. Masyarakat kecewa lantaran tak bisa lagi menikmati. SUKA cita. Itulah perasaan penduduk Garut, Jawa Barat, dua tahun terakhir ini. Soalnya, mereka, terutama yang memiliki pesawat televisi, tak hanya bisa menikmati siaran TVRI, juga bisa menyaksikan acara Wok with Yan, film Knight Rider, MacGyver, yang disiarkan RCTI. Selain itu, mereka bisa pula menyimak siaran klompencapir TPI. "Pokoknya, tak beda lagi dengan para pemilik televisi di kota lain, yang bisa menikmati RCTI dan TPI," kata Dede Erman, warga Garut. Sebelumnya, satu-satunya acara yang bisa mereka tangkap adalah siaran TVRI yang dipancarkan stasiun relai Gunung Cikuray, Garut. Siaran RCTI ataupun TPI hanya bisa dikonsumsi mereka yang mampu membeli antena parabola. Ini lantaran Garut dan sekitarnya terhitung wilayah blank spot -- bebas TV swasta. Kondisi geografis daerah ini tak memungkinkan untuk dijangkau gelombang RCTI. Malah, di luar Kota Garut, "bebas TVRI" sama sekali. Kondisi itu diam-diam merangsang Chepy Effendi D.S., 40 tahun, pemilik toko elektronik Eka di Garut untuk berkreasi. Pada 1989, pengurus Orari Garut itupun mengutak-utik seperangkat komponen elektronik untuk dibuat transmitter. Ia mengaku pernah memperbaiki alat untuk memancarkan siaran TV itu milik sebuah perusahaan perkebunan (PTP) di Garut Selatan. Chepy berhasil merakit empat buah transmitter. Dua di antara alat berukuran 40 x 30 x 15 cm dan berdaya 500 mva itu punya jangkauan radius pemancaran 1 km, sedangkan dua lagi berdaya jangkau 3 km. Untuk merelai siaran TV yang dikehendaki, alat itu harus dilengkapi antena parabola sebagai penerima gelombang. Dari antena, gelombang disalurkan ke pesawat TV dan transmitter tadi. Dari sini gelombang disalurkan lagi ke antena ringgo, yang biasa dipakai radio sebelas meteran. Lalu antena ringgo menyampaikan gelombang itu ke antena para pemilik TV. Belakangan Chepy mengaku menjual tiga transmitter itu -- berikut perangkat pendukungnya (antena parabola dan antena ringgo) -- kepada tiga PTP, masing-masing seharga Rp 2 juta. Ia mengaku hanya mendapat laba Rp 100.000 (20%) dari penjualan satu transmitter berdaya 1 watt itu. Pemancar yang satu lagi ditempatkan Chepy di rumahnya. Dengan transmitter inilah Chepy "membantu" memancarkan kembali siaran RCTI. Beberapa waktu kemudian, pemilik Toko Duta Elektrik dan JLCBS (Jalan Cikuray Broadcasting Service) mengikuti jejak Chepy. Walhasil, masyarakat Garut tak hanya bisa menikmati acara TVRI, RCTI Jakarta, dan TPI, juga siaran TV3 dan RTM Malaysia. Tanpa dipungut bayaran, lagi. Chepy cuma mengaku mendapat keuntungan tak langsungnya, ya, dari penjualan pesawat TV di tokonya. Bonus siaran lain yang diperoleh penduduk Garut adalah film action, kungfu, dan film India yang disiarkan ketiga "stasiun gelap" itu seusai acara TVRI. Ada pula siaran ekstra yang merupakan pesanan instansi daerah, antara lain peringatan HUT Bhayangkara dan perpisahan Kapolres Garut. Untuk pesanan warga, ada siaran berita duka cita, perkawinan, dan tanggal pertandingan olahraga. Bedanya dengan siaran RCTI resmi, siaran relai dari "stasiun gelap" ini selalu dibumbui iklan toko si empunya stasiun. Tapi kenikmatan penduduk Garut itu tak berumur panjang. Pada akhir Juli lalu, Toko Eka digerebek tim razia gabungan, yang terdiri dari unsur Pemda Jawa Barat, Kanwil Departemen Penerangan, TVRI Bandung, serta PPNS. Dari toko itu, petugas menyita sebuah pemancar dan rekaman video perpisahan Kapolres tadi. Seminggu kemudian, petugas juga merazia Toko Duta Elektrik dan JLCBS. Ketiga pengusaha stasiun gelap itu tak sampai ditahan. Mereka hanya diminta membuat pernyataan maaf. "Mereka cuma iseng. Tidak punya motif mencari keuntungan, sekadar membantu masyarakat," kata Kepala Humas Pemda Jawa Barat, H.S.A. Jussac. Yang penting, tambahnya, mereka tak mengulangi perbuatan itu. Menurut Jussac, gebrakan perdana itu juga bersifat pencegahan. Soalnya, tak mustahil stasiun gelap itu dipergunakan untuk menyiarkan acara yang bisa meresahkan masyarakat. Buktinya, masyarakat di Jalan Cipaera Kosambi, Bandung, beberapa waktu lalu pernah marah-marah karena sebuah hotel di wilayah itu menggunakan transmitter untuk menayangkan film-film porno. Rupanya siaran ini bocor ke pesawat TV tetangga. Kepada TEMPO, Chepy, yang mengaku pernah kuliah di Jurusan Seni Rupa ITB, mengakui kesalahannya. Begitupun ia berharap agar RCTI ataupun TPI mau bekerja sama dengannya. Dengan kata lain, membeli transmitter buatannya sebagaimana TVRI pernah membeli 10 buah transmitter serupa dari PT Inti. "Biarlah pengelolaan dan perawatan alat itu saya tangani, tanpa biaya lagi," ujar lelaki berperawakan tinggi besar itu. Meski ketiga pemilik toko tadi sudah ditindak, bukan berarti operasi stasiun gelap di Garut sudah lenyap. Menurut beberapa penduduk di situ, sampai kini setidaknya mereka masih bisa mencari saluran RCTI atau TPI, yang dipancarkan dua stasiun gelap. Kalau benar, agaknya ini satu kado tersendiri, kendati kurang sedap, buat HUT RCTI yang kedua. Tapi pihak RCTI sendiri agaknya tenang-tenang saja. "Mau apa lagi, kami belum memiliki teknologi penangkal. Jadi, kasus ini kami serahkan sepenuhnya pada aparat yang berwenang," kata Robby Saelma, Koordinator Humas RCTI Bandung kepada Linda Djalil dari TEMPO. Happy Sulistyadi dan Riza Sofyat (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini