Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berita Tempo Plus

Bersatulah Orang Gila Se-Indonesia

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Bersatulah Orang Gila Se-Indonesia
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Perkenalkan Ricky Bravo, nama samaran. Lelaki pengidap gangguan jiwa skizofrenia ini telah lima tahun keluar-masuk rumah sakit. Tapi jangan anggap enteng. Bung Bravo ini lulusan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta. Sekarang ia sedang menyiapkan sebuah esai yang ia yakini bakal menggemparkan dunia kedokteran. Judulnya: Bersatulah Orang Gila Se-Indonesia. "Aku memang terilhami puisi Mas W.S. Rendra," katanya. La, apa isi esai itu? Bung Bravo mengawali penjelasan dengan mengantar TEMPO mengelilingi kompleks Rumah Sakit Jiwa Pusat, Grogol, Jakarta, tempat ia dirawat sejak Agustus lalu. Si Bung merinci satu per satu perwujudan skizofrenia pada teman-temannya sesama pasien. Ada yang setiap kumat jadi super-agresif, ada yang terus bertelanjang total sambil berlari-lari, merasa diri tak berguna, ada juga yang dipenuhi rasa curiga seolah seluruh dunia berkomplot ingin menjatuhkan dia. "Saya sendiri," kata Bravo, "punya waham keagamaan." Setiap kali kambuh, Bravo merasa ada dua suara berdengung hebat di telinganya. Masing-masing adalah wakil Nabi Muhammad dan Yesus, yang membincangkan eksistensi Tuhan Mahakuasa. Semakin gelisah, kian hebat dengungan yang menyiksa ini muncul, membuat Bravo menjerit dan menendang semua benda di sekitarnya. Bila serangan tiba, keluarganya langsung membawa bujangan ini menginap di Rumah Sakit Jiwa Grogol selama tiga sampai enam bulan. Selanjutnya, Bung Bravo melangkah sambil menjelaskan tumpukan artikel ilmiah yang telah ia pelajari dengan serius. Saat ini sedikitnya ada 2 juta penderita skizofrenia di Indonesia. Angka ini merujuk pada insiden skizofrenia yang terjadi pada satu persen populasi rakyat kita, yang 200 juta lebih. Dan sebagian besar dari 2 juta penderita skizofrenia itu adalah orang miskin. Mereka telantar, bahkan ada yang dipasung, tak sanggup membayar ongkos perawatan di rumah sakit. Standar perawatan kelas III di Rumah Sakit Jiwa Grogol, misalnya, membutuhkan biaya sedikitnya Rp 1,5 juta sebulan. "Untung, papi saya punya bisnis kontraktor, punya duit," tuturnya. Kedua, sebagian besar masyarakat kita masih memperlakukan penderita skizofrenia sebagai sampah tak berguna. Dicuekin keluarga dan kawan hampir selalu terjadi. Tak jarang pula orang memukuli, meludahi, dan melempari penderita gangguan jiwa yang sedang kambuh. Padahal mereka juga manusia yang sanggup berkreasi dan berpikir cerdas—seperti yang ditunjukkan Bung Bravo. Bung Bravo melanjutkan, berdasar buku-buku kedokteran yang dia baca di perpustakaan, pengidap skizofrenia butuh rangkulan dari masyarakat. Perasaan diterima dan dihargai sebagai manusia akan mempercepat proses pemulihan. Buktinya, silakan simak riwayat John Nash, penerima Nobel 1994, yang disajikan dalam film A Beautiful Mind. Memang, Bung Bravo paham bahwa penderita skizofrenia tak akan sembuh total. Tapi, dengan rangkulan masyarakat, gangguan halusinasi bisa dikendalikan sehingga si pasien tetap berpeluang hidup produktif. John Nash, sekali lagi ia sebut, juga tetap mengalami halusinasi sepanjang hidupnya. "Tapi John Nash hebat, bisa ngalahin halusinasi," katanya. Lalu, bagaimana dengan Bung Bravo? Lelaki berumur 39 tahun ini mengaku cukup sulit mengendalikan halusinasi. Alasan yang paling utama, sampai kini Bung Bravo belum juga sukses meraih keinginan menjadi penulis hebat. Hal ini membuat hatinya selalu terbebani rasa gelisah. Tambahan lagi, "Aku tak bisa lepas dari rokok," ujarnya. Padahal ia tahu persis, racun asap rokok yang terhirup mengganggu keseimbangan zat-zat kimia dalam otak sehingga memicu timbulnya halusinasi. Ada satu lagi yang menjadi hambatan Bung Bravo. "Saya ini tidak telaten, tidak disiplin," katanya. Terapi melukis, misalnya, ia lakukan jarang-jarang. Padahal terapi ini bagus untuk melumerkan kekesalan hati, ketegangan, sekaligus menguraikan zat-zat sampah metabolisme yang menggumpal di otak. Bung Bravo kemudian mengajak TEMPO berkunjung ke ruang penyimpanan karya lukis para pasien skizofrenia di RSJ Grogol. Ada kanvas yang hanya berisi gambar telinga yang dikelilingi berbagai makhluk aneh, ada juga gambar mata yang menerawang jauh, memandang bentuk-bentuk yang berkesan magis. Gambar-gambar itu menandakan adanya hantu halusinasi yang menghantam telinga, mata, dan otak si pelukis. Agar hantu halusinasi terusir atau paling tidak bisa jinak, Bung Bravo meminta masyarakat memperlakukan pengidap skizofrenia dengan manusiawi. Dia juga meminta sesama teman pengidap skizofrenia agar saling mendukung. "Sekali lagi," Bravo berseru, "bersatulah orang gila se-Indonesia." Mardiyah Chamim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus