Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia pengusaha sukses, cucu tertua pendiri pabrik rokok PT Handjaja Mandala Sampoerna. Pada usia 78 tahun, dia, Boedi Sampoerna, mantan presiden komisaris perusahaan itu, berpulang. Dan sehari setelah ulang tahun ke66 Indonesia, pekan lalu, jenazahnya dimakamkan di Puncak Nirwana, Purwoasri, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kematiannya bukan kematian biasa.
Sejak Maret tahun lalu, warga Jalan Untung Suropati, Surabaya, ini menderita kanker lidah. Belakangan, sel ganas di indra pencecap itu sudah menjalar ke tenggorokan. "Beliau kesulitan menelan makanan, tapi masih bisa berkomunikasi," kata Eman Achmad, pengacara Boedi, Jumat dua pekan lalu.
Sebelum dirawat di Surabaya, menurut Sugiarto Tanjung, juru bicara keluarga mendiang, Boedi sempat dirawat di Singapura. Namun, lantaran kondisinya terus memburuk, perawatannya dipindahkan ke kota kelahirannya itu. "Sekitar dua pekan Pak Boedi dirawat di Surabaya," kata Sugiarto. Iwan Sedijotomo, juru bicara Rumah Sakit Premier, tempat Boedi terakhir dirawat, menolak menyebutkan kondisi sebelum dia meninggal.
Kebiasaan merokok diduga menjadi penyebab munculnya kanker lidah yang merenggut nyawa Boedi. Menurut Eman, kliennya itu memang doyan rokok, bahkan saat usianya uzur. "Saya sempat mengingatkan agar berhenti merokok. Beliau mengurangi kebiasaannya itu dan berhenti saat mulai terserang kanker lidah," ujarnya.
Garagara penyakit ini, Boedi dua kali berobat di Singapura. Bahkan, di Rumah Sakit Mount Elizabeth, pada Mei 2010, suami Sumiarsih itu sempat menjalani operasi pengangkatan lidah untuk membuang sel kanker yang menggerogotinya.
Kanker lidah adalah tumor ganas yang tumbuh di lidah. Dia bisa menyerang oral tongue (bagian lidah yang terlihat saat orang menjulurkan lidah, kirakira dua pertiga bagian depan lidah) dan dasar lidah (sepertiga bagian belakang lidah) yang dekat kerongkongan. Menurut Walta Gautama S. Tehuwayo, dokter spesialis bedah onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, kanker jenis ini paling banyak tumbuh dari sisi lateral atau bagian pinggir lidah, lalu menjalar ke bagian atas.
"Salah satu gejala awal kanker lidah adalah leukoplakia. Ada bercak putih mirip sariawan di permukaan lidah yang tak sembuh dengan pengobatan sariawan biasa," kata Walta. Leukoplakia merupakan pertumbuhan selaput lendir lidah yang berlebihan karena iritasi yang terusmenerus. Biasanya, leukoplakia tampak sebagai sariawan yang tidak nyeri, tapi tidak sembuhsembuh. Singkatnya, leukoplakia bukanlah sariawan biasa.
Marlinda Adham, dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, mematok jangka waktu dua pekan pengobatan bagi sariawan membandel yang bertengger di lokasi yang sama. Jika waktunya melebihi dua pekan, biopsi alias pengambilan contoh jaringan lidah perlu dilakukan. Tujuannya jelas: untuk mendeteksi kemungkinan adanya sel kanker di dalamnya. "Jadi, jika ada sariawan tak sembuh dalam dua minggu, harus waspada," ujarnya.
Hingga saat ini, para ahli belum berhasil memastikan penyebab kanker lidah. Namun mereka telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang erat hubungannya dengan kanker jenis ini, yaitu merokok dan minum alkohol. "Tembakau adalah faktor risiko yang paling erat hubungannya dengan kanker lidah," kata Walta, yang diiyakan Marlinda. Selain dapat mengakibatkan kanker lidah, sebelumnya, tembakau sering disorot sebagai faktor risiko terbesar terjadinya kanker paru.
Rokok tembakau berpotensi mengoyak kesehatan karena di dalamnya terdapat 4.000 zat yang sekitar 60 di antaranya diidentifikasi sebagai karsinogen (zat penyebab kanker). Zat itu antara lain amonia, arsen, benzena, butana, kadmium, sianida, formaldehid (formalin), dan tar. Semuanya merupakan zat aditif pada tembakau yang dijadikan rokok dan akan keluar bersama asap saat rokok dinyalakan. "Semuanya bersifat racun dan iritan bagi selsel tubuh," ujar Walta.
Prinsipnya, pada perokok, semua sel yang terpapar zat karsinogenik akan rentan mengalami iritasi kronis yang memicu mutasi sel. Mutasi bisa dimulai dengan kerusakan DNA (asam deoksiribonukleat, berisi kodekode genetik dalam inti sel) yang tidak dapat diperbaiki, hingga hilangnya kemampuan apoptosis—mematikan diri sendiri—pada sel. Bila terjadi berkalikali, mutasi seperti ini akan mengubah sel normal menjadi sel kanker. Artinya, pada perokok, risiko perubahan ke arah kanker terjadi pada semua sel yang dilalui asap rokok, dari sel rongga mulut, sel lidah, sel tenggorokan, sampai sel paru.
"Penelitian membuktikan bahwa perokok aktif berisiko 313 kali lebih mungkin terkena kanker rongga mulut, termasuk lidah," kata Walta, yang juga menjabat Sekretaris Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Tingginya risiko bergantung pula pada jumlah rokok dan lamanya seseorang merokok.
Saat ini, kanker lidah berada pada posisi 11 atau 12 kanker terbanyak di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Namun Walta mengakui posisi itu belum sepenuhnya akurat karena pengumpulan datanya kurang baik. Kasus yang sebenarnya mungkin lebih banyak lagi. Di dunia, kanker lidah diperkirakan mencapai 300 ribu kasus baru per tahun. Dalam urusan ini, pria berisiko dua kali lebih mungkin menderita kanker lidah dibanding wanita.
Sejumlah penelitian menyebutkan usia ratarata saat pertama kali diagnosis mengidap kanker lidah adalah 45 tahun. Namun penelitian di negaranegara Eropa dalam 30 tahun terakhir menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah pasien yang berusia dewasa muda. Diduga hal itu terjadi karena meningkatnya insiden infeksi human papillomavirus (virus yang banyak menyerang permukaan kulit dan mukosa alias selaput lendir) serta meningkatnya penggunaan tembakau dan alkohol di kalangan anak muda.
Di Indonesia, kecenderungan serupa terlihat. Dalam urusan rokok, misalnya, hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 layak ditengok. Riset ini menyebutkan 43,3 persen responden mulai merokok pada usia 1519 tahun. Itu merupakan lompatan besar dibanding hasil riset serupa pada 2007, yang menunjukkan 33,1 persen responden mulai merokok pada usia 1510 tahun.
Lalu apa terapi bagi mereka yang sudah telanjur di"gigit" kanker lidah? Seperti pengobatan jenis kanker yang lain, ada tiga pilihan terapi untuk kanker lidah, yakni pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. Pemilihan terapi sangat bergantung pada stadium kanker saat didiagnosis, ukuran, serta ada atau tidaknya penyebaran ke kelenjar getah bening. Dalam urusan ini, Walta dan Marlinda satu kata: terapi kanker lidah pada stadium dini adalah mengangkat tumor atau membuang sebagian lidah yang terkena tumor, "Sampai tepi sayatan tidak lagi mengandung sel tumor."
Ihwal persentase kesembuhan pasien, itu sangat bergantung pada stadium kanker saat didiagnosis. Bila diagnosisnya sejak dini, 81 persen dapat bertahan hidup hingga lima tahun. Sedangkan bila diagnosisnya terlambat, hanya 30 persen yang bertahan sampai lima tahun. Penelitian kanker rongga mulut yang dilakukan Walta dan koleganya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada 2007 menunjukkan, bila kanker rongga mulut didiagnosis pertama pada stadium IIIIV, masa bertahan hidup pasien hanya sekitar 11 bulan.
Untuk mencegah bercokolnya kanker di lidah, menurut Marlinda, berhenti merokok merupakan pilihan tepat. Namun, jika kalangan perokok tetap berkukuh dengan barang kesukaannya itu, ia berharap mereka bisa tahu diri dengan mencari tempat khusus bagi perokok. "Jangan racuni orang lain dengan apa yang Anda suka," kata anggota Task Force Program Penanggulangan Kanker Nasional Perhimpunan Onkologi Indonesia ini.
Dwi Wiyana, Kukuh S. Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo