Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Cara Nikita Willy Atasi Trauma Makan Anak

Nikita Willy menuturkan anak pertamanya sempat mengalami trauma makan. Ia pun mengisahkan cara mengatasinya.

22 Juni 2024 | 23.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nikita Willy bersama suami dan anak sulungnya. Instagram.com/@nikitawillyofficial94

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Selebritas Nikita Willy menjelaskan beberapa cara menghadapi anaknya saat mengalami trauma makan di rumah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kita semua tahu kalau proses makan itu ada di meja makan. Jadi kalau peraturan di rumah saya, kita biasa makan di meja dan anak di high chair. Andai anak mau turun dari kursi, itu artinya proses makan selesai,” kata Nikita dalam HUT ke-70 IDAI di Jakarta, Sabtu, 22 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nikita Willy menuturkan anak pertamanya, Isa, sempat mengalami trauma makan usai melakukan perjalanan panjang bersama kakek dan neneknya di Jepang. Selama berada di sana, Isa diberikan banyak camilan enak. Kalau berhasil menyuapi Isa, kakek atau neneknya bahkan menyanyikan lagu dan memuji sang cucu. Alhasil setelah kembali ke tanah air, anaknya selalu menangis setiap duduk di kursi makan.

“Akhirnya anak saya jadi trauma. Saya tahu karena setiap diduduki di high chair, dia menangis, dia benci makan,” kisah Nikita.

Untuk menghilangkan trauma makan pada anak, Nikita melakukan reset week, sebuah cara untuk mendekatkan kembali makanan dengan anak selama satu minggu. Ia menjelaskan dalam waktu tersebut kembali mempelajari menu-menu makanan yang dapat membuat Isa tertarik untuk makan.

“Kemudian saya kembali ke jendela makan anak, jadi setelah dua setengah sampai tiga jam itu saya hanya kasih makan. Saya tidak suruh dia untuk makan, hanya berdiri di sampingnya,” ucapnya.

Nikita mengaku tidak memberikan komentar apapun agar sang anak tidak semakin trauma dan fokus memastikan Isa makan. Menurutnya, Isa akan makan saat lapar sebagaimana manusia pada umumnya.

“Alhamdulillah ini berhasil karena dia mengikuti rasa laparnya. Jadi saat lapar, dia makan tanpa henti,” katanya.

Jangan ada distraksi
Menanggapi hal tersebut, Ketua Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan penyakit Metabolik IDAI, Titis Prawitasari, mengatakan anggota keluarga seperti kakek dan nenek memang sering secara tidak sengaja berperan sebagai distraktor waktu makan anak. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih melalui penanaman disiplin dan edukasi yang permisif. Selain anggota keluarga, hal lain yang dapat mendistraksi anak ketika makan adalah gawai dan aktivitas orang tua yang dilakukan di sekitar meja makan.

“Seringkali anak duduk di high chair, kita (orang tua) berkeliling. Makanya anak tidak ada contoh. Jadi bukan hanya gadget tapi orang di sekelilingnya bisa mendistraksi. Belum kalau tinggal di pinggir gang ada suara telolet, teriakan tukang ketoprak, dan lain sebagainya,” ujar Titis.

Ia menganjurkan para ibu mencegah terjadinya trauma makan lewat konsistensi penerapan pola makan, termasuk lebih sabar dalam mempraktikkannya kepada anggota keluarga lain. Selain itu, Titis juga menyarankan supaya waktu makan anak tidak diberikan dalam waktu yang panjang.

“Pastikan anak itu bukan makan harus di belakang, sunyi, senyap. Makan is makan, jadi tidak usah panjang-panjang durasinya. Cukup 20-30 menit it’s ok. Kalau sudah kenyang kita sudahi, nanti kasih lagi begitu dia lapar,” sarannya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus