Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Cerita di Balik Motif Batik Slobog, Babon Angrem, Kawung, Sampai Batik Korpri

Fashion and Batik Desainer, Era Soekamto menjelaskan apa saja makna dari berbagai motif batik.

3 Oktober 2021 | 08.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Batik adalah warisan budaya Indonesia dengan beragam motif, warna, dan makna. Dari sisi penggunaannya, ada batik untuk acara santai, resmi, bahkan sakral.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fashion and Batik Desainer, Era Soekamto menjelaskan apa saja makna dari berbagai motif batik. Menurut dia, pada dasarnya setiap motif atau pola batik memiliki filosofi kehidupan yang begitu dalam. Berikut penuturan Era Soekamto dalam Live Instagram @cantikadotcom Cerita Cantika bertema "Batik, Guru Kehidupan" pada Jumat, 1 Oktober 2021.

  • Motif Batik Truntum
    Motif batik yang satu ini mencerminkan pola seperti titik-titik cahaya dan bunga melati. Perhatikan tingkat kesejajaran dan konsistensinya. Cerita di balik batik truntum, menurut Era Soekamto, adalah tentang seorang raja yang hendak poligami. Permaisuri yang tidak setuju berusaha menolak dengan cara yang halus.

    Sang ratu membuat kain batik dengan terus menggambar titik-titik serupa bunga melati. Raja yang memperhatikan itu kemudian memahami makna bahwa kehidupan membutuhkan kesabaran, kerunutan, dan konsistensi di jalan yang benar. Dari situ, raja urung poligami.

    Batik truntum. Foto: Wikipedia

    Kendati rasa mudah untuk diceritakan, Era Sokamto mengatakan, motif batik truntum mencerminkan kesetiaan dan selalu memenggal ego, nafsu, dan keinginan.

  • Motif Batik Slobog
    Masyarakat Jawa memakai batik motif slobog untuk peristiwa kematian dan sebagai penutup jenazah. Jika digambarkan, slobog memiliki pola seperti bertemunya pucuk indung yang berarti menyatukan mikrokosmos dan makrokosmos. Ruh di dalam bermakna mikrokosmos dan yang di luar berarti makrokosmos.

    Era Soekamto mengatakan motif batik slobog bukan hanya bicara soal kematian, melainkan lebih dalam lagi yakni soal kehidupan. "Ruh tidak akan mati. Dia abadi seperti Tuhan itu sendiri yang meniupkan," kata Era. "Sehingga kematian sama dengan kehidupan, dan kehidupan sama dengan kematian."

  • Motif Batik Babon Angrem
    Batik motif babon angrem yang menggambarkan seekor ayam biasanya digunakan untuk acara tujuh bulanan. Ayam yang sedang mengerami telurnya menjadi simbol cinta kasih dan doa ibu untuk buah hatinya. "Butuh waktu untuk 'ngeloni' telur sembari berdoa supaya anaknya bisa menjadi seseorang yang berbudi pekerti," kata Era.

  • Motif Batik Parang
    Motif ini biasanya digunakan oleh kelas sosial atas di Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo. Semakin besar bentuk parang, maka status sosialnya kian tinggi. Ukuran motif parang pada batik yang dikenakan raja sekitar 13 sentimeter, sementara motif parang pada kain untuk ratu sepanjang 8 sentimeter.

    Pola batik parang dibuat diagonal sebagai doa agar saat mempelajari kehidupan dan ketuhanan harus terus menanjak seperti undakan spiritual. "Dan harus terus-menerus seperti istiqomah," ujar Era.

  • Motif Batik Kawung
    Era Soekamto mengatakan makna motif batik kawung adalah titik pancer, yaitu empat elemen yang diciptakan seperti air, tanah, udara, dan api, serta ada satu elemen penting, yakni ruh. Jadi motif batik kawung bisa disebut sebagai pola penciptaan semesta.

    Ada pula orang yang menganggap bentuk motif batik kawung berasal dari potongan buah kolang-kaling. "Jauh sekali dengan makna sesungguhnya, tetapi itu juga tidak salah," ujar Era Soekamto.

  • Motif Batik Gurdo
    Jika kamu memperhatikan motif batik Korpri yang sering dikenakan PNS saat upacara atau setiap Jumat, itulah motif batik gurdo. Era Soekamto mengatakan ini adalah salah satu motif batik yang berkesan baginya. Dulu, motif batik tersebut bernama garuda dengan gambar burung.

    Presiden Joko Widodo (tengah) bersama peserta Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia KORPRI di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 26 Februari 2019. TEMPO/Subekti.

    Seiring dengan masuknya agama Islam, sebagian orang menafsirkan tak boleh ada gambar makhluk hidup, termasuk burung garuda pada kain. Sejak itu motif batik garuda berubah menjadi gurdo.

LAURENSIA FAYOLA

Baca juga:
Hari Batik Nasional, Ketahui Bagaimana Proses Membuat Batik Beserta Jenisnya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus