DI rumah berlantai dua berukuran 4 x 6 meter itu keduanya
hanya bisa berbaring. Miring ke kiri atau kekanan tak mampu
mereka lakukan. Apalagi berdiri atau duduk. Bahkan bila
didudukkan, kepala mereka akan tersungkur. Lebih dari itu,
menyuap makanan pun tampak begitu susah: tangan-tangan itu
begitu kaku.
Kakak beradik Daidelis dan Umar memang lumpuh total. Sejak lahir
sampai keduanya kini masing-masing berusia 41 dan 37 tahun.
Nasib serupa juga dialami adik mereka, Ernis, yang meninggal
dunia 3 tahun lalu dalam usia 25 tahun.
Anak-anak lumpuh itu lahir dari keluarga Munjai Datuk Rajo Bogo,
petani di Nagari Batagak, Banuhampu (Sungai Puar, Agam), 7 km
dari Kota Bukittinggi. Menurut sang bapak, sejak lahir anak-anak
itu tak bisa apa-apa. Menangis pun hanya mampu dengan suara yang
berbeda dengan anak-anak normal. Dan sampai sekarang, kesibukan
Datuk Rajo Bogo dan istrinya, Mawi, lebih banyak untuk mengurus
anak-anak mereka yang tak berdaya itu: memiringkan atau
memindahkan tubuh mereka -- misalnya untuk buang hajat melewati
lubang rumah yang khusus dibuat untuk itu.
Daidelis yang sehari-hari dipanggil Ilih, sejak masih bayi
memang sudah diperiksakan ke dokter. Tapi menurut dokter, anak
berhidung mancung berkulit kuning itu, hanya menderita
kekurangan darah. Tapi setelah berkali-ka]i diobati si Ilih
kecil tetap tak bisa apa-apa, akhirnya pengobatan beralih ke
dukun. Hasilnya tetap: Ilih kecil maupun Ilih yang dewasa tetap
lumpuh.
Pengobatan ke dokter maupun ke dukun tak kurang pula diusahakan
untuk Umar dan Ernis. Tapi keadaan kedua anak ini lebih parah
lagi, malahan mereka tak henti-hentinya diserang demam dan sakit
perut. Penyakit ini pula yang mengakhiri hidup si bungsu.
Sejak beberapa tahun belakangan ini Datuk Rajo Bogo, 72 tahun,
maupun istrinya Mawi, 65 tahun, tak berdaya lagi mengobati kedua
anak mereka. "Saya tak ada biaya lagi -- hasilnya juga tak ada,"
kata Datuk Rajo Bogo. Lebih sulit lagi, karena anak-anak itu
harus selalu digotong.
Orang-orang kampung di sana percaya penyakit anak-anak sang
Datuk karena ibu mereka, Mawi, keturunarl orang halus yang
menghuni Gunung Merapi, tak jauh darisana. Gara-gara Mawi
menolak sesuatu "ilmu " yang hendak diberikan orang halus, maka
dikutuklah perempuan itu yang berakibat semua anaknya lumpuh.
Konon.
Kepercayaan itu dihubungkan orang-orang Batagak dengan
keanehan-keanehan yang pernah terjadi di masa Mawi masih gadis
sering tiba-tiba terpana, tak sadarkan diri dan macam-macam
lagi. Tapi pengobatan beberapa dukun untuk mengusir kutukan
penghuni Gunung Merapi itu tak juga mempan.
Tahun lalu Datuk Rajo Bogo mengirim surat permohonan ke Lembaga
Penelitian dan Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh Dr. Soeharso
di Sala agar kedua anaknya dirawat di lembaga itu. Tapi ditolak,
karena lembaga tadi rupanya belum melayani penderita cacat berat
seperti Ilih dan Umar.
Penyakit lumpuh serupa itu, menurut ahli saraf di Bagian Saraf
RS Dr. Jamil Padang, dr. Nasrul Idris, dr. Basiruddin dan dr.
Samsir Muchtar, memang banyak ditemui di Payakumbuh dan
Pariaman. Tapi dr. Basiruddin menduga kelumpuhan Ilih dan
adik-adiknya karena mereka berasal dari orang tua yang sama-sama
memiliki bibit penyakit tersebut.
"Atau karena gangguan-gangguan setelah lahir di dunia -- tapi
biasanya penderita seperti ini bisa ditolong sebelum berumur 2
tahun," tutur Basiruddin. Menurut ahli saraf ini, jalan
penyembuhan satu-satunya adalah rehabilitasi. Tapi di Indonesia
tempat rehabilitasi serupa itu baru akan diadakan tahun 1983 di
Lembaga Penelitian dan Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh Dr.
Soeharso di Sala.
Ahli saraf di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dr. Johan, juga
menduga penyakit Ilih bersaudara "karena keturunan". Tapi,
tambahnya, jumlah keluarga yang anaknya atau seluruh anaknya
terserang penyakit serupa itu sangat banyak di Indonesia. "Tak
bisa dihitung, karena pendataan kita masih kurang baik," tambah
Johan.
DOKTER ahli anak-anak yang juga ahli saraf RSCM di Jakarta,
Leonardo Rumaelan, malahan memperkirakan penyakit itu "hampir
100% akibat keturunan". Tapi menurut Rumaelan pula, mungkin juga
cerebral palsy,. (CP) kelumpuhan pada anak-anak karena kelainan
jasmani akibat kelainan saraf.
Apa pun jenis penyakit itu, yang pasti sejak 3 bulan belakangan
ini, sejak paman kedua anak lumpuh itu membangun kedai di lantai
bawah rumah itu Ilih sering terlihat tergolek di balik
barang-barang dagangan. Di dekatnya tergeletak kaleng berisi
uang, sehingga bila ibunya sedang berada di dapur, pembeli dapat
langsung mengambil kembalian uang di kaleng tadi.
Tugas menunggu kedai juga terkadang digantikan Umar, sang adik.
Sambil tergolek dengan kedua kaki lemah dan kecil serta kedua
tangan yang bengkok, matanya rajin mengawasi pembeli. Kelebihan
Umar diri kakaknya adalah ia sudah mampu mengingat harga semua
jenis barang jualan di kedai orang tuanya. Dan dengan suara tak
jelas serta terbata-bata, ia mampu menyebutkan harga-harga itu
setiap ada pembeli bertanya.
Umar senang dipotret. Karena itu setiap kali kamera dibidikkan
ke arahnya, ia selalu berusaha meluruskan tubuh dan mengangkat
kepala. Namun selalu tak berhasil. Karena itu pula di jidadnya
tampak benjol-benjol menghitam akibat sering terbentur pada
lantai rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini