Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berita Tempo Plus

Derita anak-anak rajo bago

Ketiga anak datok rajo bago, petani di negeri batagak, menderita lumpuh sejak bayi. dokter menduga karena keturunan, masyarakat setempat percaya karena gangguan orang halus. (ksh)

14 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Derita anak-anak rajo bago
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI rumah berlantai dua berukuran 4 x 6 meter itu keduanya hanya bisa berbaring. Miring ke kiri atau kekanan tak mampu mereka lakukan. Apalagi berdiri atau duduk. Bahkan bila didudukkan, kepala mereka akan tersungkur. Lebih dari itu, menyuap makanan pun tampak begitu susah: tangan-tangan itu begitu kaku. Kakak beradik Daidelis dan Umar memang lumpuh total. Sejak lahir sampai keduanya kini masing-masing berusia 41 dan 37 tahun. Nasib serupa juga dialami adik mereka, Ernis, yang meninggal dunia 3 tahun lalu dalam usia 25 tahun. Anak-anak lumpuh itu lahir dari keluarga Munjai Datuk Rajo Bogo, petani di Nagari Batagak, Banuhampu (Sungai Puar, Agam), 7 km dari Kota Bukittinggi. Menurut sang bapak, sejak lahir anak-anak itu tak bisa apa-apa. Menangis pun hanya mampu dengan suara yang berbeda dengan anak-anak normal. Dan sampai sekarang, kesibukan Datuk Rajo Bogo dan istrinya, Mawi, lebih banyak untuk mengurus anak-anak mereka yang tak berdaya itu: memiringkan atau memindahkan tubuh mereka -- misalnya untuk buang hajat melewati lubang rumah yang khusus dibuat untuk itu. Daidelis yang sehari-hari dipanggil Ilih, sejak masih bayi memang sudah diperiksakan ke dokter. Tapi menurut dokter, anak berhidung mancung berkulit kuning itu, hanya menderita kekurangan darah. Tapi setelah berkali-ka]i diobati si Ilih kecil tetap tak bisa apa-apa, akhirnya pengobatan beralih ke dukun. Hasilnya tetap: Ilih kecil maupun Ilih yang dewasa tetap lumpuh. Pengobatan ke dokter maupun ke dukun tak kurang pula diusahakan untuk Umar dan Ernis. Tapi keadaan kedua anak ini lebih parah lagi, malahan mereka tak henti-hentinya diserang demam dan sakit perut. Penyakit ini pula yang mengakhiri hidup si bungsu. Sejak beberapa tahun belakangan ini Datuk Rajo Bogo, 72 tahun, maupun istrinya Mawi, 65 tahun, tak berdaya lagi mengobati kedua anak mereka. "Saya tak ada biaya lagi -- hasilnya juga tak ada," kata Datuk Rajo Bogo. Lebih sulit lagi, karena anak-anak itu harus selalu digotong. Orang-orang kampung di sana percaya penyakit anak-anak sang Datuk karena ibu mereka, Mawi, keturunarl orang halus yang menghuni Gunung Merapi, tak jauh darisana. Gara-gara Mawi menolak sesuatu "ilmu " yang hendak diberikan orang halus, maka dikutuklah perempuan itu yang berakibat semua anaknya lumpuh. Konon. Kepercayaan itu dihubungkan orang-orang Batagak dengan keanehan-keanehan yang pernah terjadi di masa Mawi masih gadis sering tiba-tiba terpana, tak sadarkan diri dan macam-macam lagi. Tapi pengobatan beberapa dukun untuk mengusir kutukan penghuni Gunung Merapi itu tak juga mempan. Tahun lalu Datuk Rajo Bogo mengirim surat permohonan ke Lembaga Penelitian dan Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh Dr. Soeharso di Sala agar kedua anaknya dirawat di lembaga itu. Tapi ditolak, karena lembaga tadi rupanya belum melayani penderita cacat berat seperti Ilih dan Umar. Penyakit lumpuh serupa itu, menurut ahli saraf di Bagian Saraf RS Dr. Jamil Padang, dr. Nasrul Idris, dr. Basiruddin dan dr. Samsir Muchtar, memang banyak ditemui di Payakumbuh dan Pariaman. Tapi dr. Basiruddin menduga kelumpuhan Ilih dan adik-adiknya karena mereka berasal dari orang tua yang sama-sama memiliki bibit penyakit tersebut. "Atau karena gangguan-gangguan setelah lahir di dunia -- tapi biasanya penderita seperti ini bisa ditolong sebelum berumur 2 tahun," tutur Basiruddin. Menurut ahli saraf ini, jalan penyembuhan satu-satunya adalah rehabilitasi. Tapi di Indonesia tempat rehabilitasi serupa itu baru akan diadakan tahun 1983 di Lembaga Penelitian dan Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh Dr. Soeharso di Sala. Ahli saraf di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dr. Johan, juga menduga penyakit Ilih bersaudara "karena keturunan". Tapi, tambahnya, jumlah keluarga yang anaknya atau seluruh anaknya terserang penyakit serupa itu sangat banyak di Indonesia. "Tak bisa dihitung, karena pendataan kita masih kurang baik," tambah Johan. DOKTER ahli anak-anak yang juga ahli saraf RSCM di Jakarta, Leonardo Rumaelan, malahan memperkirakan penyakit itu "hampir 100% akibat keturunan". Tapi menurut Rumaelan pula, mungkin juga cerebral palsy,. (CP) kelumpuhan pada anak-anak karena kelainan jasmani akibat kelainan saraf. Apa pun jenis penyakit itu, yang pasti sejak 3 bulan belakangan ini, sejak paman kedua anak lumpuh itu membangun kedai di lantai bawah rumah itu Ilih sering terlihat tergolek di balik barang-barang dagangan. Di dekatnya tergeletak kaleng berisi uang, sehingga bila ibunya sedang berada di dapur, pembeli dapat langsung mengambil kembalian uang di kaleng tadi. Tugas menunggu kedai juga terkadang digantikan Umar, sang adik. Sambil tergolek dengan kedua kaki lemah dan kecil serta kedua tangan yang bengkok, matanya rajin mengawasi pembeli. Kelebihan Umar diri kakaknya adalah ia sudah mampu mengingat harga semua jenis barang jualan di kedai orang tuanya. Dan dengan suara tak jelas serta terbata-bata, ia mampu menyebutkan harga-harga itu setiap ada pembeli bertanya. Umar senang dipotret. Karena itu setiap kali kamera dibidikkan ke arahnya, ia selalu berusaha meluruskan tubuh dan mengangkat kepala. Namun selalu tak berhasil. Karena itu pula di jidadnya tampak benjol-benjol menghitam akibat sering terbentur pada lantai rumah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus