YUKI Fithriyah (salju idulfitri), bayi tabung pertama dari
Indonesia lahir persis pada hari Lebaran (22 Juli) di Melbourne.
Gadis cilik itu merupakan manusia ke-34 di dunia yang lahir
dengan proses pembuahan dalam tabung.
Bagi Australia dia merupakan bayi tabung ke-21. Negara benua itu
memang merupakan tempat kelahiran bayi tabung paling subur. Awal
Juni 1981 di sana malahan lahir bayi tabung kembar yang pertama.
Kedua orang tua Yuki menikah tahun 1977. Tetapi perkawinan itu
tidak serta-merta mendatangkan keturunan. Mereka berdua
sebenarnya belum begitu haus anak, sehingga berniat mengambil
anak angkat. Namun akhirnya Farid Prawiranegara dan Sri Kadarsih
memutuskan untuk menemui ahli kebidanan dan kandungan, Profesor
Carl Wood, dari Queen Victoria Hospital, Monash Uniersity di
Melbourne.
Dari dokter itu mereka mendapat keterangan bahwa benih mereka
berdua sehat-sehat belaka. Artinya baik telur maupun sperma
antara kedua belah pihak tidak saling menolak atau salah satu
lebih lemah sehingga pembuahan tidak mungkin terjadi. "Hanya
soal waktu saja," kata Wood.
Dalam sebuah percakapan dengan Pembantu TEMPO di Australia, Zuly
Rodgershudori pasangan suami-istri dari Indonesia itu tidak
menyebutkan saluran indung telur Sri Kadarsih tidak normal.
Mampet misalnya. Satu keadaan yang tidak memberi kemungkinan
terjadinya pembuahan. Tetapi Wood menawarkan proses pembuahan
dalam tabung untuk memenuhi hasrat suami-istri itu memperoleh
anak.
Tawaran itu kontan diterima Farid. "Biar bagaimanapun itu janin
saya. Tidak ada salahnya kalau dia dimasukkan kembali," begitu
jawabnya ketika Wood bertanya tentang sikapnya mengenai rencana
pembuahan dalam tabung yang kemudian dimasukkan ke rahim itu.
Sebelum telur Sri Kadarsih dan Farid dikawinkan dalam tabung,
Farid yang bekerja sebagai akuntan pada sebuah perusahaan di
Australia itu lebih dulu memohon persetujuan orang tuanya di
Jakarta. "Kalau memang harus dengan jalan demikian apa boleh
buat," begitu ayah Farid, Sjafruddin Prawiranegara menjawab.
Bekas tokoh Masyumi dan bekas Menteri Keuangan RI yang berusia
72 tahun itu berkesimpulan, selama telur dan sperma berasal dari
suami-istri, pembuahan dalam tabung bisa diterima.
Farid mengalami ketegangan yang tak biasanya dialami seorang
ayah pada saat jabang bayi masih belum tercipta. Setelah
spermanya diambil, dia harus menunggu selama 24 jam setelah
benihnya itu dipertemukan dengan telur Sri Kadarsih. "Menunggu
apakah pembuahan berhasil atau tidak, merupakan saat-saat yang
amat mencemaskan," ucap Farid yang pernah belajar ekonomi di
Universitas Indonesia itu.
Proses pembuahan dalam tabung itu berlangsung awal Oktober yang
lalu. Pada tanggal 2 Oktober suami-istri asal Indonesia itu
menerima telepon dari dokter yang memberitahukan bahwa pembuahan
berhasil. Dini hari pada keesokan harinya datang lagi kabar
tentang telah terjadinya pembelahan pada telur yang sudah
dibuahi itu. Tujuh jam kemudian "janin" tadi langsung di
tempatkan pada dunianya yang sebenarnya di kandungan Sri
Kadarsih.
Sebelum sukses yang melahirkan Yuki Fithriyah dengan berat 3,31
kg, panjang 49 cm dengan pipi tembem merah, dua kali perut Sri
Kadarsih ditoreh untuk mengeluarkan telur dari dalam indung
telurnya. Tetapi dokter tak berhasil menemukan telur. Baru pada
usaha ketiga kalinya, dengan pemeriksaan darah dan air seni yang
teliti, telur yang dicari-cari itu berhasil diambil.
Karena keluarga Farid menjadi anggota asuransi setempat, seluruh
biaya tak sedollar pun yang dia tanggung. Tanpa jaminan asuransi
biayanya bisa mencapai ribuan dollar Australia. Sebab untuk
operasi memindahkan "janin" dari tabung ke rahim saja sudah $
2.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini