PARA petugas keamanan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sala -- Jawa
Tengah -- sekarang sedang sibuk. Sekaligus juga susah. Sembilan
narapidana tergolong kelas kakap, 9 Maret pagi berhasil kabur.
Pihak kepolisian Koresta 951, Sala, sampai saat ini masih terus
mengusut para petugas untuk mencari jawab: apa gerangan latar
belakang pelarian itu.
Tapi yang pasti, kejadian ini merupakan cerita sial bagi sepuluh
petugas yang menjaga LP itu. Pukul empat subuh itu petugas
keamanan masih sempat mengadakan kontrol terakhir di tiap sel.
Waktu itu tampak semua napi sedang tidur pulas. Tapi ternyata
Umar pura-pura tidur dan begitu petugas pengontrol lewat ia
menggergaji jeruji selnya. Kemudian ia menembus kamar nomor 11
dan 12. Bersama 8 orang lainnya Umar melarikan diri di pagi buta
itu. Hingga 15 Maret baru 3 orang yang tertangkap kembali.
(Lihat juga: Kriminalitas).
Apakah cerita ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa menjadi
petugas LP penuh risiko? Belum lagi tuduhan-tuduhan: tukang
siksa, suka memeras para napi atau macam-macam lagi. Karena itu
menurut Marcus Kasnadi kepala Bagian Keamanan LP Banceuy,
Bandung, "menjadi petugas LP lebih banyak suka daripada
dukanya." Ia baru 2 tahun bekerja, tapi mengaku sudah banyak
belajar mengenai karakter napi. Ia melihat bagaimanapun jahatnya
para napi itu, sebagai manusia mereka tetap tidak bebas dari
rasa sedih, rindu dan sebagainya. "Kami seperti menghadapi
anak-anak saja," kata alumni Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP)
Jakarta itu. Tapi ternyata dengan mempelajari watak para napi,
baginya sekaligus merupakan usaha mencegah perbuatan nekat --
pelarian, misalnya. "Bila kita sudah tahu karakternya, seorang
napi yang bermaksud melarikan diri sudah di ketahui paling
lambat dua tiga hari sebelumnya" katanya menjelaskan.
Bakso
Tapi Suwita pegawai LP Purwakarta (Ja-Bar) mengakui tugasnya
enak. "Habis cuma menjaga tok," ujar lelaki tamatan SMP tahun
1969 ini. Setiap minggu ia bertugas 6 kali. Dua kali pagi, dua
kali siang dan dua kali malam. Tugas dilakukan bersama 7
rekannya selama 6 jam. Ini menyebabkan ia masih punya sisa waktu
untuk menambah penghasilan. Tak dijelaskan dengan cara apa.
Karena gajinya hanya Rp 20 ribu. Uang sampingan dari penjara
hampir tak ada -- "paling banter pemberian tamu-tamu napi itu."
LP Purwakarta bisa menampung 350 napi. Sekarang cuma diisi 183
orang, plus tahanan titipan dari Kejaksaan Karawang dan
Purwakarta sendiri. Kalau menyebut soal kesulitan, bagi Suwita
mungkin karena harus menghadapi berbagai macam watak sekaligus.
Ada napi yang doyan buka mulut, ada yang pendiam ada yang serem
tapi ada juga yang anteng tapi makan dalam. "Tapi umumnya mereka
penurut," katanya. Meskipun demikian, Juni 1978 ia sempat
terpukul. Ceritanya:
Dengan dalih dibelikan bakso terlalu pedas, seorang napi bernama
Adung menumpahkan makanan itu ke muka Suwita. Bersamaan dengan
itu Adung berhasil kabur. Kebetulan yang bertugas hari itu hanya
2 orang sipir. Hampir saja 60 orang napi plus tahanan titipan
ikut kabur jika tidak rekan Suwita segera memutuskan lebih baik
menjaga agar 60 napi yang ada tidak lari dan membiarkan Adung
kabur. Tidak diceritakan bagaimana kelanjutan cerita pelarian
Adung. Tapi akibat peristiwa itu, sampai sekarang gaji berkala
Suwita tak keluar. "Saya maklum kalau itu hukuman yang mesti
diterima," katanya. Bukan itu saja.
Di LP Kalisosok -- Surabaya -- ditampung 1.600 napi. Tiga puluh
orang petugas berkeliaran setiap kali. Di situ ada sipir bernama
Imam Thurmudzi. Ia memulai karirnya sejak kelas tiga SMA di
Bojonegoro (1964). "Kalau saya kena giliran dinas pagi, saya
terpaksa membolos," ujarnya, "untuk melanjutkan sekolah." Tapi
kemudian ia berhasil masuk ke Fakultas Hukum Airlangga Cabang
Bojonegoro. Bersamaan dengan itu ia ditugaskan untuk menjaga LP
Pertanian Terbuka, di Desa Mojoranu, 10 km di selatan
Bojonegoro, dengan 50 orang napi yang berkondite baik.
Pada 1967 Imam diangkat sebagai Kepala Bagian Keamanan LP
Bojonegoro. Di akhir tahun itu juga ia menggondol gelar BA. Dua
tahun kemudian menikah sambil meneruskan kuliah sampai mendapat
gelar SH. Dan sekarang ia menjabat Ka. Sunsie Perawatan di
Kalisosok, tergolong pegawai III A dengan gaji menurut
pengakuannya -- tak sampai Rp 60 ribu. "Meski pun saya sudah
bersusah payah membina karir saya. Tapi itu bukan berarti saya
mengeluh, lho," ujarnya pada TEMPO.
"Ah, nggak ada yang menarik sebetulnya kehidupan petugas LP
itu," kata Imam lebih lanjut. Yang lebih menarik adalah
kehidupan para napi sendiri. Misalnya pada suatu Minggu 1976,
seorang residivis, penodong, perampok, menusuk sesama napi
dengan belati. Untung korban berkelit sehingga hanya tangannya
yang terluka. Dan segera seluruh napi mengepung si penusuk.
Orang ini dengan tenang menjilati darah yang melumuri belatinya
sambil mengancam: "Siapa yang berani dekat kubunuh juga!"
Menyaksikan kejadian itu Imam Thurmudzi berlari ke dapur
mengambil mengaduk nasi. (Di LP pengaduk nasi sebesar sekop).
Dengan senjata itu ia sendiri langsung mendesak penusuk itu ke
sudut. Lelaki itu kemudian menyerah sambil menjatuhkan
belatinya. Perkelahian itu ternyata karena memperebutkan anak
gadis seorang napi yang sering menjenguk bapaknya di penjara.
"Percintaan antara napi dengan anak gadis napi lainnya sudah
berkali-kali terjadi di LP Kalisosok," kata Imam.
LP Wanita
Di Malang ada LP Wanita. Penghuninya 100 orang. Sedangkan
petugasnya 52 orang. Tampaknya tidak terlalu sibuk. Keadaan
penjara pun lebih enak. Di situ bekerja seorang wanita bernama
Ratminah. Ia memulai tugasnya di penjara Blitar pada 1945,
ketika masih berusia 19 tahun dengan pangkat Itoo Hozyo Kansyo
-- sekarang sama dengan Pembantu Penjaga, pangkat paling rendah
di LP.
"Mula-mula rasanya enggak enak dan canggung," ujarnya. Tapi
kemudian mengurusi napi wanita memiliki daya menarik
tersendiri. Kenapa? "Yah, meskipun kadang mukanya angker, di
hati saya tumbuh hasrat bagaimana agar orang-orang itu bisa baik
kembali," ujarnya.
Tahun 1948, Ratminah keluar karena Belanda menduduki Blitar.
Baru 1950 ia aktif lagi. Waktu itu hanya ada 2 napi perempuan ia
jadi banyak nganggur tapi 2 tahun sekali terus naik pangkat.
Hidupnya bersama suaminya lumayan dipindahkan ke Malang, ke LP
Wanita Kelas I di tahun 1952. "Saya cuma sedih, semua petugas LP
wanita terlambat naik pangkat. Delapan tahun tak ada perubahan,"
ujarnya. Untunglah pada 1968 turun PGPS. Kenaikan kemudian dapat
dipastikan. Mulai tahun itu, LP Wanita Malang mandiri, dengan
diangkatnya seorang direktris. Tahun 1978 direktris disebut
Kepala LP.
Napi wanita menurut Ratminah memang berbeda dengan napi pria.
"Umumnya mereka patuh pada tugas." kata Ratminah. Pernah juga
sekali ada yang melarikan diri, tapi gagal. Ternyata orangnya
memang senewen. "Cukup diancam dengan kata-kata: nanti akan
disel, atau nanti 17 Agustus tidak akan diberi pengampunan,
mereka sudah takut," kata Ratminah. Yang mengherankannya adalah
kenyataan bahwa napi dengan kejahatan membunuh paling mudah
diatur ketimbang bekas penipu atau pencuri.
Setahun lagi Ratminah akan pensiun. Kini pangkatnya Pengatur
Muda -- setaraf dengan pegawai golongan IIB. Gajinya Rp 47 ribu.
Digabung dengan pensiun suaminya yang berjumlah Rp 48 ribu,
kelihatan asap dapurnya cukup stabil. Menjelang tahun ke-35
pengabdiannya di dalam penjara, ia berkata: "Cukup tenang untuk
hidup masa tua." "Orang bekerja di sini ibarat telah menentukan
jodoh. Mau ditinggalkan sayang," kata Nyonya Haris di LP wanita
Bukit Duri -- Jakarta. LP yang termasuk kelas dua itu
berkapasitas 250 orang, tapi kini hanya terisi sekitar 103
orang. Nyonya Haris bekerja di situ sejak 1965, kini pangkatnya
Kepala Keamanan. Di situlah ia bertemu dengan Pak Haris
suaminya. Sayang ia enggan mengungkapkan pertemuan jodohnya ini.
"Kita bekerja di sini santai saja. Kalau di Cipinang (penjara
lelaki di Jakarta) alis kita bisa begini," katanya sambil
mengernyitkan kening. Ia mengaku selama bertugas hanya ditemani
oleh pistol biasa, karena sekarang tidak diizinkan membawa
senjata standar. "Tapi saya tidak pernah mempergunakannya,
mudah-mudahan tak akan pernah," kata nyonya itu. Ia mengaku
jarang menghadapi gangguan dari para napi.
Selama bertugas Nyonya Haris (39 tahun) menyaksikan 2 kali
usaha napi melarikan diri, tapi gagal. "Biasanya kalau lama
tidak mendapat kunjungan keluarga atau tidak pernah mendapat
surat mereka akan menjerit-jerit histeris, kuatir suaminya sudah
kawin lagi atau apa," kata Kepala Keamanan itu menjelaskan,
"lalu timbul niat melarikan diri." Yang paling menggugah hati
napi wanita adalah kalau sang suami berkunjung dan melaporkan
anak mereka sakit -- atau ada anak yang putus sekolah -- atau
pakaian anak-anak tidak teratur karena ditinggal ibunya.
Henky Tupanwael
Di LP Cipinan yang berkapasitas 2530 orang, lain lagi
ceritanya. Di situ ada sipir Siem Soey Hien (54 tahun) yang
sudah 31 tahun bertugas. Ia sudah banyak makan garam dan bertemu
dengan napi kelas kakap seperti Almarhum Kusni Kasdut dan Henky
Tupanwael. "Kusni Kasdut mungkin kenyang dengan pukulan saya.
Habis dia bandel setengah mati, pernah mencekik pegawai di sini.
Kadang-kadang baik, tapi baiknya cuma buat nipu," kata Hien.
Tentang Henky Tupanwael dia bercerita: "Mula-mula liar betul, 3
bulan tangannya tetap diborgol dan dikerangkeng dalam sel satu
pintu. Sekali-sekali dia menawarkan rokok kepada saya, tetapi
saya tolak." Itulah resep Hien untuk menjatuhkan keangkuhan
seorang napi.
Pada 1970 Hien mengawal seorang napi asal Tangerang yang
mendapat izin ke Glodok karena adiknya kawin. Tahu-tahu
kawalannya hilang. "Walaupun saya bersenjata, karena orang ramai
sulit menembaknya -- kalau saya bertemu kembali ingin rasanya
menembaknya," kata Hien menyimpan marah. Karena itu kenaikan
pangkatnya ditunda. Akhirnya ia mencoba melacak sendiri, tapi
gagal. Belakangan ia mendengar dari seorang napi, buronan yang
dihukum 15 tahun itu sudah meninggal. "Gemas saya rasanya,
untung tidak sampai dipecat," katanya mengenangkan.
Kini Hien menjabat Komandan Seksi 4 dengan pangkat pegawai
golongan IIB. Ketika ia mulai berdinas awal 1949 direktur
penjara masih orang Belanda. Waktu itu gajinya Rp 46 -- kini Rp
46 ribu. Dua tahun lagi ia pensiun. Ketika ditanya apa yang
mendorongnya menjadi petugas penjara, langsung dijawabnya: "Ya,
saya tak punya keahlian lain."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini